3

73 36 13
                                    

Mataku melotot melihatnya bertingkah seperti itu. Aku merasa dia seakan ingin menciumku. Ternyata.......dan ternyata.....

" Hahahahahahahaha...."

Tiba-tiba dia tertawa terbahak bahak. Lalu akupun ikut tertawa dan memukuli lututnya.

" Pasti kamu mengira kalau aku akan menciummu " ucapnya dengan masih menertawanku.

" Tuh kan abang salah lagi...aku sama sekali gak berfikiran gitu tuh " jawabku malu.

" Masa...."

Dia masih mengejekku.

" Ihhhh....gak...pokoknya enggakkk..." jawabku kesal dan berpura-pura marah padanya.

" Iya..iya deh sorry..."

" Hmmm gak mau saya maafin "

" kenapa? "

" Yaaaa...pokoknya gak mau aja "

" Yaudah....yuk ke depan "

Sambil mengulurkan tangannya padaku.

" Ke depan? Buat apa? " tanyaku bingung.

" Berikan saja tanganmu padaku, nanti juga kamu pasti akan tau " ucapnya sembari menunggu ku menyatukan tanganku pada tangannya.

" yaudah "

Aku membiarkan tanganku menyatu dengan tangannya, dan diapun membawaku ke atas pelaminan untuk berfoto dengan kedua mempelai. Saat sesi foto terjadi, aku kaget mendengar perkataannya.

" Ren...nanti 5 tahun lagi mau gak? " ucapnya spontan membuat ku kaget.

Mataku melototi matanya. Kemudian dia berkata.

" Jangan melototi ku seperti itu, jawab dong pertanyaan aku tadi, 5 tahun lagi mau gak?" Ucapnya lagi.

Aku kembali termenung bingung memikirkan jawaban apa yang harus ku kasih.

" Yahhhhh malah bengong lagi, ni orang gak takut kesambet apa ya "

Aku tersenyum.

" 5 tahun lagi? Apa maksudnya bang?" Ucapku pura-pura seakan tidak tau apa maksud kata-katanya.

" 5 tahun lagi mau gak seatap rumah denganku? ".

Aku kembali terbang dibuatnya. Rasanya hatiku terbang setinggi tinginya, sampai tak ku tau seberapa ketinggiannya. Yang pasti sangat tinggi. Hehehe.....

Rati, salah satu temanku yang mendengarkan kata-kata Rian langsung spontan meneriakkan kata ciee...ciee pada kami.

Aku dan dia hanya bisa tersenyum malu saat semua orang memandang kearah kami berdua.

Sesi foto telah selesai, lalu kami kembali duduk dengan santainya. Menyaksikan lagi pengantin yang begitu bahagia pada hari itu. Seakan kami yang berada di panggung itu.

" Kapan kakak balik Jakarta? "

" lusa, kenapa?"

" Apa? Lusa...secepat itu, kirain bakalan agak lama disini" ucapku berharap dia peka.

" Yaaaa gak bisa lah...aku harus kuliah, kan belum libur ".

" Emangnya gak bisa apa satu minggu ijinnya gitu....". Ucapku lagi dengan menunjukkan muka melas.

" Gak bisa dong sayang " jawabnya sambil menarik hidungku.

" Kenapa gak bisa coba "

" Ya karena aku bukan dosen "

" Ya...ya...ya..."

" Kamu yang sabar ya "

" Sabar? Buat ?"

" Buat nungguin aku pulang cari nafkah " ucapnya sambil tertawa.

" Mmmmmmm...oke aku bakal nunggu, tapi dengan satu syarat " ucapku serius sambil menatap tajam matanya.

" Apa syaratnya ?"

" Syaratnya adalah......."

Mengulur ngulur waktu.

" Apa ?" Tanyanya lagi penasaran.

" Syaratnya kamu harus terus simpan namaku ini didalam hatimu, sama halnya seperti diriku yang menyimpan namamu dalam hatiku"

" Ciahhhh....kata-katanya syahdu sekali " jawabnya sambil bercanda.

" Bang...aku serius...jangan bercanda dong " ucapku marah.

" Ya udah dah...maaf tuan putri "

Sekeras apapun aku marah padanya, tentu saja aku tidak bisa berlarut dalam kemarahanku terlalu lama. Karena dia selalu saja membuatku tertawa. Tapi herannya saat kita jauh, selalu saja dia tidak bisa memberi kabar padaku.

Acara pernikahan selesai. Aku pun pamit pulang pada sang pacar yang tengah duduk asyik bersama kawan-kawannya.

" Bang...aku pulang dulu yak " dengan muka sedih ku mengucapkan.

" Hati-hati ya..." ucapnya sambil memencet hidung pesek ku lagi.

" Iya...tetap hati-hati kok"

" Emang tau..aku bilang hati- hati apa? "

Pertanyaannya membuatku kembali kebingungan.

" Maksudnya? Ya hati-hati dijalan kan maksudnya bang "

" Aku gak bilang hati- hati dijalan tuh "

" Terus apa pacar ?"

" Hati- hati jaga hatimu baik- baik disini..."

Perkataannya kembali membuatku tersenyum malu.







Takdirku tenyata kamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang