Aleesya.

1.8K 164 55
                                    

"I always wonder why birds stay in the same place when they can fly anywhere on the earth. Then I ask myself the same question." ― Harun Yahya.

==================

Pria berpenampilan sederhana, mantel hitam panjang, dan lesung sebagai penghias wajahnya berjalan dengan huru ke arah pemberhentian bus. Mata hijaunya mengerjap sesekali, jemari yang bergerak cepat kesana kemari mencari ruang untuk melemaskan sarafnya. Telinganya berdenging, sungguh cukup menyulitkannya. Tak tentu dengan sikapnya setiap kali dia mengunjungi makam Elliana, istrinya. Sadar beberapa pasang mata yang memperhatikan sikapnya, dia segera berjalan ke arah seberang. Perky Peacock Coffee, kafein akan menolong, pikirnya.

Suasana Gillygate umumnya ramai dan sesak, sekelebat manusia pun tak pernah luput dari mata. Namun sore ini berbeda, lengang, kosong, sinar matahari sore pun enggan mengisi ruang di sekitar gedung tinggi York Minster. Suhu menghangat tiap kali musim semi datang, bukan hangat seperti musim panas, namun sesuatu yang lebih mendefinisikan hangat yang sebenarnya. Kemungkinan besar penduduk lebih memilih untuk pergi berlibur akhir pekan di sela hari kerja mereka.

Napasnya kembali berhembus normal, kafein memang sangat membantu. Musim semi memang musim terbaik menurutnya, tiada yang bisa menandingi keindahan sejati bunga yang saling bermekar bahkan ketika mereka tidak disangka akan tumbuh sempurna di tempat kumuh sekali pun. Begitu pula dengan kabar pernikahan di televisi, kebahagiaan tak tertandingi menyerbu pasangan yang baru saja menikah kurang lebih sebulan yang lalu. Pesta pernikahan megah dengan ide klasik, yaitu pesta terbuka di pekarangan. Sangat menarik, karena suasana pekarangan yang didesain sedemikian rupa hingga Ratu Elisabeth pun mungkin dibuat iri melihatnya. Jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar dekorasi taman pesta itu dengan halaman rumah Istana Ratu Inggris memang tidak sama, namun dekorasi pekarangan rumah Zayn Malik untuk pernikahannya cukup membuat mulut semua orang yang melihatnya ternganga. Terlebih, jika itu adalah pernikahan dari wanita yang dia kagumi. Mata Harry memang tertuju pada ponselnya, namun telinganya tak pernah lepas dari narrator pembawa acara yang meliput suasana pesta sebelum dimulai. Pesta itu tertutup untuk wartawan, Harry tahu itu, Zayn bukan tipe orang yang suka diusik perihal kehidupan pribadinya apalagi istrinya, Aleesya Natalegawa. Tak akan pernah Zayn membiarkan satu orang pun mengusik Aleesya, walaupun bukan hanya Zayn yang akan melakukan hal itu. Dulu, Harry juga tidak akan membiarkannya. Matanya menerawang, kembali ke masa lalu. Entah apa yang membuat dirinya begitu menyayangi perempuan itu, namun Harry berani bersumpah bahwa Aleesya memang sosok yang wajib untuk disayangi. Sekilas perempuan itu biasa saja, namun Harry menyarankan untuk tidak melihatnya lebih jauh, atau akan berakhir sepertinya. Berlebihan memang, karena dulu semua diantara kami, Zayn, Niall, Liam dan Louis menyukai Aleesya, baik hanya sekadar menyukainya atau hingga begitu menyayanginya seperti aku dan Zayn.

Dering sms berbunyi. Jarinya berhenti bergerak.

Harry..

Dering berikutnya menyusul.

Kau, akan datang bukan?

 

***

Tawa menyeruak di ruangan besar milik Tuan Yaser, aku sengaja datang mengunjungi rumah mereka. Zayn pergi bersama keluarga laki-lakinya, bisa dikatakan ini adalah kumpul sesuai gender. Mata cokelat hazel yang indah, bukan hanya dimiliki Zayn ― payah, aku terlalu dibutakan oleh keindahan mata Zayn sehari-harinya. Semua keluarga dari ayahnya memiliki mata yang sama, terlebih ibunya, seperti melihat mata yang sama. Aku memutuskan untuk berpamitan setelah menceritakan pada mereka tentang sisa dari pertemuan konyol kami ―aku dan Zayn.

“Ada baiknya, jika kau sering kesini, Nak. Keluarga kami membutuhkan satu lagi perempuan untuk memenuhi kursi mobil tiap kali kami berlibur. Jangan lupa, beri kami kabar gembira.” suaranya sedikit parau, ibu dari Nyonya Trisha, sebelum aku masuk ke dalam bus, menyenangkan saat satu keluarga mengantarkanku ke halte dan menemaniku menunggu bus. Dan menyenangkan yang lain, yaitu untuk tetap bisa merasakan kendaraan umum seperti saat aku kuliah, daripada harus masuk ke dalam mobil hitam nan gelap dengan satu orang pria berbadan besar yang senang sekali membuntuti Zayn tiap dia bepergian.

Sojourn un Dream {Sequel of: I Thought It Was Dream}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang