"Kau tidak benar-benar mengerti aku, bila kau belum pernah membenciku--lalu tetap mencintaiku lagi setelahnya."
=======================================
“Aleesya―” Zayn melangkahkan satu kakinya mendekat ke Aleesya, namun sejurusnya Aleesya dengan cepat memundurkan tubuhnya.
“Jangan mendekat.” Matanya kembali beralih memandang kancing baju Zayn, kemudian mengerjapkan mata membuat air di pelupuknya turun.
“Jangan mendekat.” Aleesya mengulang kalimatnya lemah.
Dengan sisa tenaganya, dia berlalu meninggalkan Zayn yang masih terpaku menatapnya.
Aku mencintainya, Ya Tuhan.
==================================
Ruint tidak bisa berhenti memutari ruang tamu rumahnya, suaminya, Mario. Sudah lama Aleesya tidak bermain sejak pernikahan Ruint dan Mario. Mario juga mahasiswa yang satu universitas dengan Ruint, Aleesya, Bernedith, maupun Carrol. Sudah lama juga waktu mereka berkumpul bersama Bernedith dan Carrol. Mario angkatan atas dari mereka, namun mengenal Aleesya baik karena mereka berada dalam satu organisasi. Ruint dipertemukan dengan Mario melalui Aleesya, itulah awal bagaimana Ruint dan Mario menjalin pertemanan hingga mereka menikah.
Mario memandanginya aneh.
“Ruint,”
“Aku tidak mengerti, Aleesya tidak pernah cerita apa yang terjadi, dan sekarang aku sungguh mengkhawatirkan mereka berdua.”
Kakinya terus melangkah penuh geram. “Zayn adalah orang yang paling private mengenai masalah mereka berdua, ini kali pertama dia kebingungan, napasnya terengah saat menelponku tadi. Tidak mungkin tidak terjadi sesuatu. Aleesya bilang dia akan datang kesini, dan berniat menginap. Tentu saja, ini ada hubungannya dengan panggilan Zayn tadi.”
“Ruint,” Ruint menoleh ke arah Mario. “Kamu selalu sulit untuk diajak olahraga, tapi sekarang kamu telah mengitari ruangan lebih dari dua puluh kali, kau berteriak tanpa jeda mengomentari apa yang terjadi, kalorimu sudah terbakar,” Ruint menyipitkan matanya, kesal. “kamu tidak takut kurus?”
Ruint menahan tawanya, namun tidak bisa. “Mario! Aku seriuus,”
Mario tertawa. “Baik, lanjutkan kalau memang ingin membakar lemak.”
Suara pintu berdenyit terbuka.
Sontak, Ruint membalikkan tubuhnya. “Aleesya! Kamu kemana saja? Apa yang terjadi?”
“Aleesya, terima kasih sudah menghentikan kecerewetannya.” Mario menyela.
Ruint mendengus kesal pada Mario dan kembali beralih pada Aleesya. “Aleesya, kamu sudah bertemu dengan Zayn? Ada apa?”
“Ruint, apa kita bisa membahasnya nanti? Aku lelah sekali.” Aleesya menunduk berpamitan dan masuk ke kamar yang biasa dia tempati ketika bersama temannya yang lain.
“Ada apa dengannya?” Mario bergumam melihatnya.
Langkahnya memang terlihat begitu lelah, terlebih sinar di matanya seperti padam. Memang, Aleesya satu-satunya teman Ruint yang tidak pandai menyembunyikan kesedihan, terlihat dari matanya sekarang. Ruint mengikutinya dengan wajah khawatir, menyalakan lampu tidur setelah Aleesya membuka pintu kamar. Dengan lelahnya, Aleesya menyandarkan bahunya di punggung tempat tidur dan menaikkan kedua kakinya serta kedua tangannya terkulai lemas.
“Aleesya, apakah kalian bertengkar?”
Aleesya diam, pandangan matanya kosong.
“Kenapa tiba-tiba kamu datang dengan wajah murung begini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sojourn un Dream {Sequel of: I Thought It Was Dream}
Teen FictionDi bawah langit London, Anandya Aleesya Natalegawa, kembali dengan gelar dokter S1 Cambridge University dengan membawa beribu kebahagiaan. Lamaran laki-laki yang kini erat menggenggam tangannya bukan lagi sebuah halangan. Namun tidak menutup kemungk...