“Jadi… kalian satu rumah? Ih, pantesan tadi pake bareng segala!”
Satu pertanyaan kaget terlontar dari mulut Naya setelah Lusa cerita tentang bagaimana dirinya dan Drian yang satu rumah.
Naya sudah curiga dari awal ketika menemukan mereka di parkiran, cowok dan cewek itu berangkat sekolah bareng. Apa lagi kemarin-kemarin Lusa cerita kalau cewek itu ditinggal ke Jogja sekeluarga. Kemungkinan terbesar adalah Lusa nggak mungkin di rumah sendirian. Atau singkatnya, minimal harus ada yang nemenin, entah itu Drian atau Mama Drian.
Lusa mengangguk-angguk imut, sambil mencebikkan bibirnya. “Iya. Tapi kadang aku yang nginep di rumah Drian.”
“Asik! Bisa main nih!” seru Tian. Cowok itu menggebrak-gebrak meja nggak jelas saking antusiasnya.
“Nggak ah, ancur rumah gue ada lo!” sabet Drian sambil memojokkan dirinya untuk bersender pada dinding.
“Kaku banget lo, najis. Main PS, main PS elah! Tiap hari ke rumah gue aja lo berantakin kamar gue mulu. Makan tuh ancur rumah lo!” kesal Tian.
Drian tertawa. “Baper lo najis.”
Dan Lusa cuma geleng-geleng. Cewek itu, membalikkan tubuhnya dari mereka yang sedang cek-cok. Juga Naya yang mengikuti dirinya untuk itu berbalik.
Cewek itu menatap Lusa dalam-dalam, membuat Lusa sendiri jadi kikuk. “Apaan sih, Nay?”
Naya mengerjap, menghela napasnya. “Siapa aja yang tau lo sama Drian serumah?”
Lusa mengernyit. “Emang kenapa?”
Naya menggeleng. “Kalo sampe Natasha tau, lo bisa abis sama dia.”
Lusa terdiam, mengerjap berkali-kali setelah sadar. Ia baru saja melupakan keberadaan cewek yang punya obsesi berat dengan Drian. Dan apa jadinya kalau Natasha tau dia dan Drian serumah? Apa yang bakal cewek itu lakuin?
“Emang apa yang bakal dia lakuin?” tanya Lusa pelan-pelan. bahkan hampir berbisik untuk meminimalkan kemungkinan cowok-cowok di belakang mereka mendengar. Apa lagi kalau samapi Drian dengar.
Naya memicingkan matanya, menatap tajam Lusa dan lambat-lambat memajukan wajahnya seperti efek-efek di film-film. “Menurut lo hal kejam apa yang bisa dilakuin cewek psikopat kayak dia?”
Lusa memundurkan wajahnya, antisipasi. Kata-kata Naya serem, ringisnya dalam hati. Cewek itu juga nggak mau jadi korban bully-nya Natasha, apa lagi Cuma karena soal cowok. Dan Cuma karena Drian serumah dengannya. Dan parahnya lagi, Lusa sama Drian kan nggak saling suka!
Kayaknya, sih.
“Ih, panik!” Naya memundurkan wajahnya sambil tertawa terbahak-bahak. “Nggak lah! Natasha nggak bakal se-psikopat itu, paling lo dilabrak doang,” katanya meyakinkan.
Sejenak ia terhenti dari terbahaknya. “Doang.” ulangnya.
“Doang.” Lusa meringis.
Masalahnya kali ini, kata ‘doang’ bagi Natasha itu bagaimana?
-o-
“Hai, Lus!”
Lusa terhenti dari langkahnya, baru cewek itu ingin menghampiri meja Drian dan kawan-kawan lainnya di kantin ini. seseorang memanggil namanya. Dan dengan girang cewek itu menyebutkan kalau yang memanggil namanya tadi adalah… Abra!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lusa
Fiksi RemajaKadang hati dan pikiran suka nggak berjalan seirama. Di satu sisi, Lusa nggak bisa bohong kalau ada rasa nyaman saat bersamanya. Namun, di sisi lain, Lusa masih berpegang teguh kalau ia menyukai yang lain. Sampai akhirnya, timbullah rasa bimbang. ...