p r o l o g

180K 2K 7
                                    

Setiap orang diberi kebebasan untuk memilih dan berkehendak. Dalam setiap pilihan, ada dua jawaban yang dapat dipilih. Entah itu iya atau tidak, salah atau benar. Selalu berkutat di antara keduanya.

Terkadang memilih satu di antara keduanya bisa mendatangkan pergolakan pikiran. Sebab tidak semua keputusan mudah untuk dipertimbangkan.

Menikah dengan Mas Bara adalah keputusan yang termasuk mudah dan tidak perlu Kiara pertimbangkan. Tentu saja selain keputusan untuk berpacaran dan menerima lamaran Mas Bara.

Rasanya bukan hanya Kiara saja yang tidak akan menolak lamaran Mas Bara. Mustahil ada wanita yang mampu menolak pesona Mas Bara.

Mas Bara lahir dari keluarga Tantono yang memiliki saham di banyak perusahaan besar, posisi menjanjikan di perusahaan keluarganya, dan kecerdasan yang mampu membawanya menyelesaikan program doktoral di Jerman di usia 30 tahun.

Tidak hanya itu, Mas Bara dan postur tubuhnya yang tinggi, tegap, dan atletis, serta wajah tampan membuat banyak konglomerat menawarkan putri mereka untuk dinikahkan dengan Mas Bara.

Tapi ada hal yang membuat Kiara sedikit menyesal dengan keputusannya mau menjadi istri Mas Bara.

"Tidak perlu melanjutkan praktikmu sebagai dokter anak, Ki. Uangku sudah terlalu cukup untuk memenuhi kebutuhanmu dan anak-anak kita," kata Mas Bara di malam pertama pernikahan mereka.

"Mas tahu sendiri perjuanganku sampai bisa menjadi dokter anak, tidak bisa semudah itu," jawab Kiara.

Wajah Mas Bara memerah karena amarah. "Apa alasanmu mau jadi dokter anak, hah?"

"Kamu suka anak kecil? Aku bisa memberikan anak kecil secepat mungkin dan sebanyak yang kamu mau, Ki!" kata Mas Bara.

Selalu percuma melawan Mas Bara jika ia sedang penuh amarah, jadi Kiara memilih diam. Perasaannya diwakili air mata yang mengalir perlahan.

Mas Bara tidak salah sewaktu ia berkata akan memberikan Kiara anak kecil secepat mungkin. Sebulan pernikahan mereka, dua garis merah itu muncul di testpack yang Kiara pegang.

Mungkin sudah menjadi takdirnya untuk barefoot, pregnant, and in the kitchen seperti pepatah lawas. Hidupnya hanya untuk hamil, melahirkan, membesarkan Tantono-Tantono kecil untuk menyenangkan Bara Tantono.

 Hidupnya hanya untuk hamil, melahirkan, membesarkan Tantono-Tantono kecil untuk menyenangkan Bara Tantono

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
barefoot, pregnant, and in the kitchen [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang