1

181K 2.6K 106
                                    

Kandungan Kiara sudah memasuki usia 40 minggu. Perutnya kian membesar. Sepertinya tidak lama lagi keluarga Tantono akan menyambut anggota baru.

Sebenarnya Kiara sedikit cemas dengan ukuran bayinya. Sewaktu masih berusia 25 minggu, ukuran perutnya sudah sebesar ukuran perut usia kandungan 36 minggu pada sewajarnya. Dokter kandungan pun mengatakan bahwa bayi yang dikandungnya berukuran lebih besar dibanding rata-rata. Karena itu, dokter menyarankan Kiara untuk menjalani operasi caesar saja. Namun Mas Bara tidak menyetujui hal tersebut.

"Kamu ini dokter, Ki. Tentu kamu tahu anatomi dan fisiologi perempuan memang diciptakan untuk ini, untuk hamil dan melahirkan. Tidak akan terjadi apa-apa, Ki. Lagipula kita sudah ikut kelas homebirth," kata Mas Bara sepulang dari check up rutin di dokter kandungan kala itu.

Kiara sebagai dokter tentu tahu bahwa anatomi dan fisiologi perempuan memang layak untuk hamil dan melahirkan. Namun Kiara sebagai dokter juga tahu bahwa gen mengendalikan semua pada tubuh makhluk hidup, termasuk mengendalikan ukuran tubuh. Gen keluarga Tantono besar dan tinggi. Sementara gen keluarga Kiara kebalikannya.

Sewaktu datang di arisan keluarga Tantono, seorang sepupu yang baru saja melahirkan beberapa bulan lalu datang. Ia bercerita pengalaman melahirkannya. Mencoba melahirkan normal dan berakhir caesar karena ukuran bayi yang besar. Sepupunya itu memiliki postur tubuh yang jauh lebih tinggi dibanding Kiara. Hal itu membuatnya takut dan sedikit cemas.

Bayangkan bayi Tantono yang besar keluar dari mulut rahim seorang Kiara yang hanya setinggi 155 cm. Astaga, Mas Bara saja setinggi 180 cm. Bayangkan saja bayinya keluar dari Kiara. Parahnya, Mas Bara menghendaki natural homebirth, hanya dengan bidan on-call yang siaga.

Mas Bara sudah merencanakan semua dengan matang. Bidan hanya akan datang jika ada masalah yang tidak bisa diselesaikan olehnya dan Kiara. Semua proses hanya akan dilewati mereka berdua di rumah. Pegawai di rumah, termasuk asisten rumah tangga diminta untuk pulang jika sewaktu-waktu Kiara mulai kontraksi.

"Ini anak kita. Kita hamil berdua. Melahirkan juga harus berdua, dong, Ki," begitu jawab Mas Bara sewaktu Kiara tanya alasannya.

Jadilah mulai Kiara memasuki usia kandungan tepat 36 minggu, Mas Bara memilih bekerja dari rumah. Khawatir jika Kiara kontraksi mendadak.

Perut Kiara sudah mulai turun sebenarnya. Ia bisa merasakan kepala bayinya memasuki jalur lahir, membuatnya semakin sulit untuk berjalan dan duduk. Menurut ilmu kedokteran yang ia dapat dulu serta hasil ikut kelas homebirth, justru dengan terus memaksa berjalan akan mempercepat proses kelahiran nanti.

Kiara sedang mengaduk adonan puding cokelat kesukaan Mas Bara sewaktu tendangan keras ia rasakan. Bayinya memang sering menendang dan makin lama tendangannya makin kuat. Perut besarnya itu ia elus perlahan dengan tangan kiri, berharap bisa menenangkan bayinya yang mungkin sedang berusaha mencari jalan keluar. Tangan kanannya masih sibuk mengaduk adonan puding yang sudah mendidih, siap ia pindahkan ke wadah cetakan.

Sebuah tangan besar mengambil alih tangannya yang mengelus perut. Ciuman mendarat di pipi Kiara, membuat semu merah seketika muncul. Aneh, mereka sudah lama kenal dan hampir satu tahun menikah namun tetap saja tiap kali Mas Bara menciumnya, semburat merah itu selalu muncul.

"Sebentar, Mas, aku pindahin ini dulu," kata Kiara yang memindahkan adonan puding ke wadah sebelum kemudian memasukkannya ke dalam kulkas.

Tendangan kembali diberikan bayinya, membuatnya sedikit sulit bernapas. Tidak ada ruang di dalam sana, terlalu sempit sampai membuat tendangan bayinya seakan mengenai ulu hatinya langsung.

"Perut kamu makin keras, ya, Ki," kata Mas Bara yang tangannya masih mengelus perut Kiara. Mungkin Mas Bara merasakan tendangan tadi.

"Iya, Mas. Kontraksi palsunya juga makin sering," jawab Kiara.

barefoot, pregnant, and in the kitchen [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang