five

9.6K 1.3K 32
                                    


.

.

.

.

Hari ini, Jaehyun harus segera bergegas menemui atasannya disebuah rumah sakit. Entah kenapa tiba-tiba atasannya itu memintanya untuk datang kerumah sakit.

Hingga akhirnya disinilah dia sekarang, berdiri di depan lift dengan kumpulan orang-orang berbaju khas perawat dan ada dua pasien yang tengah berdiri memegangi kantung infusnya.

Sembari menunggu pintu lift terbuka, Jaehyun mengecek jam di tangannya. Ia hanya takut terlambat menemui atasannya. Takut jika nanti ia dianggap tidak profesional, dan kehilangan jabatannya sebagai seorang sekretaris direktur.

.

.

Tepat waktu.

Jaehyun menoleh ke kiri dan kanan setelah keluar dari lift yang barusan membawanya ke lantai lima gedung rumah sakit besar di kota Seoul tersebut. Di kanan, ada sosok yang melambaikan tangannya kearahnya. Jaehyun dapat melihat sang pemilik perusahaan juga ada disana sedang memeluk istrinya; yah, terlihat seperti sedang menangis.

"Kau bawakan berkas yang kuminta?", tanya lelaki di hadapannya. Tubuhnya kecil dan ramping. Dia hanya tidak lebih tinggi dari Jaehyun beberapa sentimeter.

"Saya bawakan, tapi- kenapa anda meminta saya membawanya ke rumah sakit?", Jaehyun masih terheran-heran. Ditatapnya pintu ruangan VVIP yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Sang pemilik perusahaan sedang menatap lama kearah pintu; seperti tengah menunggu sesuatu atau mungkin seseorang didalam sana.

"Adikku, dia sekarat-", lelaki dihadapannya menjawab sembari menundukkan wajahnya. Jaehyun dapat melihat tangannya gemetar. Punggungnya juga ikut bergetar, sepertinya atasannya itu akan segera menangis.

"Anda baik-baik saja direktur?", tanya Jaehyun sedikit banyak khawatir melihat atasan serta kedua orangtuanya di dekat pintu sana yang sudah terisak.

"Huh? Aku hanya- sedih Jae", atasannya itu sudah biasa memanggilnya dengan sebutan nama seperti layaknya teman. Hanya, Jaehyun kadang menjadi salah tingkah dan kurang sopan jika di minta melakukannya juga.

"Duduklah disana direk-"

"-kau bisa memanggilku Taeyong, aku sudah mengatakan hal itu berkali-kali. Jika di luar kantor kau boleh memanggil namaku", lelaki di hadapannya; Lee Taeyong yang kini sedang berjalan menuju kursi bergumam sedikit kesal. Sepertinya tingkah Jaehyun yang seperti itu membuatnya sedikit banyak merasa kesal.

"Aku mengerti, jadi- apa yang terjadi?", walau hubungan mereka di kantor adalah bawahan dan atasan. Tapi, diluar itu semua mereka menjalin pertemanan bahkan kadang ikatan pertemanan mereka sering di salah artikan oleh banyak pihak. Banyak yang menyinggung kedekatan Jaehyun dan Taeyong adalah sebuah alibi Jaehyun untuk membuat Taeyong jatuh hati padanya dan dengan seenaknya meminta promosi kenaikan jabatan.

Mereka licik, dan Jaehyun adalah kambing hitam yang tepat untuk rencana licik mereka. Mungkin dia akan dijatuhkan di depan pimpinan, jika saja Taeyong tidak memberikan satu serangan yang berujung mempermalukan beberapa pihak yang menyerang Jaehyun.

"Kau tahu kenakalan remaja? Jeno salah satu dari anak-anak seperti itu, yang membangkang terhadap orangtua dan melawanku", Taeyong menghela nafas sedikit lelah. Ia terlalu sering memikirkan Jeno sebulan terakhir dan berakhir melimpahkan segala tanggung jawabnya kepada Jaehyun.

"Ku kira ada kadang kalanya mereka berbuat kenakalan", Jaehyun hanya menjawab seadanya karena dia tidak mengalaminya; Jaemin tidak nakal dan justru menjadi incaran para pembully.

Goldfish ✔ [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang