.
Ini hari ke dua belas, setidaknya Jaemin selalu mengingatnya. Hanya tinggal hitungan hari lagi, jika ia gagal maka berpisah lah ia dengan Jeno; kemungkinan untuk selamanya.
Kemarin dia membantu seorang ibu-ibu; inginnya begitu tapi sebelum sampai di tujuan anak dari ibu tersebut menghampiri mereka dan alhasil ibu itu pulang bersama sang anak.
Dan hari ini ia harus berusaha lagi, ia berharap dapat menemukan seseorang yang begitu membutuhkan pertolongannya; tentu saja demi Jeno juga.
Sengaja Jaemin berkeliling di taman, tentu saja jangan sampai membuat orang lain curiga dengan apa yang sedang ia lakukan. Bisa-bisa orang lain malah menganggapnya aneh.
Dua jam kemudian Jaemin lelah, hari sudah mulai petang. Ia perlu pulang dan makan malam kemudian segera istirahat untuk mendiskusikan masalah ini dengan Jeno. Mau bagaimana lagi, mereka tidak punya banyak waktu. Masalah ini perlu didiskusikan, tidak ada yang mudah di jalani. Semuanya sulit.
.
.
"Apa yang dokter katakan?", Jaehyun memberikan segelas es kopi yang ada di tangan kanannya kepada Taeyong. Pria manis itu terlihat sendu, tatapannya meredup seiring dengan langkah kaki sempoyongannya melangkah keluar dari ruangan dokter yang menangani Jeno.
"Dokter bilang, kalau begini terus Jeno tak akan punya harapan", Taeyong menghembuskan nafasnya pelan. Namun, terdengar berat. Jaehyun bisa merasakannya, pria manis itu sepertinya kehilangan semangatnya.
"Kau menyerah?", tanya Jaehyun ragu-ragu sembari menatap Taeyong yang meminum kopinya dengan mata menerawang entah kemana. Cara duduknya pun seperti orang linglung.
Jaehyun hari ini berusaha menyempatkan waktu dan menyelesaikan pekerjaan yang di tugaskan Taeyong dengan cepat, agar ia bisa menemani Taeyong. Setidaknya mencoba untuk menghiburnya sedikit agar perasaan pria manis itu jadi lebih baik.
Taeyong menggeleng, "aku belum mau menyerah, aku masih berdoa agar dia bisa segera membuka matanya". Taeyong meremas gelas plastik yang ada di tangannya. Isinya sudah tersisa setengah untungnya.
.
.
"Duh-", Yuta mengeluh ketika mendapati wajah pucat Jeno dengan mata berkaca-kaca menatapnya sendu dan putus asa.
"Kau tahu- aku sudah membantumu dengan memberikan clue", Yuta melepaskan topi bundar hitamnya. Melemparkan topi itu kesampingnya dan duduk di samping Jeno yang menatap kearah lain dengan tatapan penuh putus asa.
"Hanya tinggal dua hari lagi hyung- aku sudah tamat", Jeno menundukkan kepalanya dalam. Menyembunyikan kepalanya diantara lipatan kedua tangannya yang bertumpu pada lututnya yang ditekuk.
"Dulu juga pernah ada yang begini- tapi dia bisa melewatinya di hari terakhirnya", Yuta menerawang mengikuti apa yang Jeno lakukan beberapa saat lalu.
Jeno mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Yuta dengan tatapan penuh tanya. Bekas air mata masih basah tercetak di pipinya.
"Benarkah? Bagaimana caranya?", Jeno bertanya penuh minat. Jika ia masih ada kesempatan, sesulit apapun itu dia harus mencobanya. Ini demi segalanya yang ia sayangi, termasuk Jaemin.
"Entahlah, di hari terakhirnya yang tinggal menghitung jam. Namanya menghilang dengan sendirinya dari catatan kematian yang ku pegang, dan di satu sisi semua kebaikannya tertulis disana", Yuta menunjukkan awan putih di dekat pohon satu-satunya di tempat mereka sedang duduk berdua di atas gundukan tanah kecil berumput layaknya bukit-bukit kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goldfish ✔ [Nomin]
Fantasy[COMPLETED] "terima kasih, Na Jaemin" - Lee Jeno bxb Nomin area Dimohon dengan sangat, jangan sampai salah lapak 😊😊