⤷ 01

85 5 4
                                    

Masa-masa akhir kelulusan adalah masa-masa yang membuat para siswa pusing dibuatnya. Banyaknya ujian yang harus dilalui dan rasanya seperti ingin meledakkan kepala saja saat itu.

Itulah yang dirasakan oleh Alfaresya Deolinda, atau Echa. Tak jarang dia menangis karena takut tidak diterima di Universitas yang dia inginkan. Dia harus ekstra belajar demi mencapai harapannya itu.

Walaupun Echa selalu disibukkan oleh ribuan soal. Echa tak melupakan suatu hal yang biasa di alami oleh remaja-remaja lain, sebut saja bucin. Ya, Echa menyukai teman sekelas nya, Raden Arjuna Dinata.

Hal itu kadang membuat Echa melupakan segala kepusingan ketika menghadapi ujian seperti ini. Walaupun dia selalu merasa frustasi, hanya dengan melihat wajah Juna saja sudah membuat mood Echa jauh lebih baik.

Echa menyukai teman sekelasnya itu sejak awal dia memasukki kelas XII. Entah aura apa yang dipancarkan oleh Juna sehingga bisa menarik Echa untuk jatuh pada pesonanya. Namun, nyali Echa tidak sebesar itu untuk mengungkapkan perasaannya. Rasa gengsi lebih besar daripada perasaannya terhadap Juna.

Echa mengagumi Juna dalam diam.

Bunyi bel sudah berkumandang sekitar 5 menit yang lalu. Lia menggeleng-gelengkan kepala nya saat melihat sahabatnya melamun dengan sedikit senyuman sembari menatap Juna yang duduk tak jauh dari mereka.

"Cha, ayolah mau sampe kapan lu mau liatin si Juna." Kata Lia sambil menarik-narik tangan Echa agar merespon dia.

"Ck, ganggu aja si loh."

Lia menghembuskan nafasnya kasar sambil berdecak "Gue laper woi, gk lu liatin juga Juna nya gk bakal pindah sekolah."

Tak bergeming, Echa masih setia di tempat duduknya dan sesekali mencuri tatapan ke arah Juna. Tidak lama setelah itu, Juna bangun dari duduknya dan pergi keluar kelas dengan salah satu teman nya, Dhika.

"Yu kantin!" ajak Echa tiba-tiba.

Lia masih tak bergeming, dia masih menatap sahabatnya itu dengan tatapan datar. Ingin saja rasanya Lia mengacak muka sahabatnya itu.

"Loh kok diem? katanya laper, ayo kantin cepet."

Lia hanya bisa bersabar. Hanya bisa meratapi nasib mempunyai sahabat yang tingkat kebucinannya sudah diatas rata-rata.

Akhirnya Lia menyerah dan langsung pergi keluar yang sebelumnya bergumam "Bucin."

Echa tidak mempedulikan sahabatnya itu, toh rasa bucin Echa tidak akan menimbulkan keributan di dalam kelas bukan? Setelah itu Echa langsung menyusul Lia yang sudah jauh beberapa langkah darinya.

Setelah mendapatkan makanan yang diinginkan oleh kedua gadis itu, Echa mengedarkan seluruh pandangannya ke penjuru kantin. Ya, dia mencari tempat kosong bukan untuk mencari Juna.

"Ya elah, udah penuh lagi." racau Echa sambil menghentakkan kaki nya ke lantai.

Lia yang sedang memegang 2 gelas es teh pun menoyor kepala Echa menggunakan sikutnya. "Lu nya kelamaan."

Echa hanya bisa menghela nafas lesu. Dia menyesali ini. Echa berfikir apakah dia harus duduk lesehan? Tidak mungkin, kini ia memakai rok putih yang kemungkinan besar noda kotor akan cepat menempel. Cukup hari ini saja Echa tidak ingin mendengarkan celotehan Bundanya yang membuat Echa pusing 7 keliling.

"Nah," cetus Lia yang cukup membuat Echa terkejut. "Tuh kosong tuh cha." kata Lia sambil menunjuk arah yang dimaksud menggunakan dagunya.

Echa langsung menengok ke arah yang ditunjuk Lia. Seketika bulu kuduk Echa berdiri. Kenapa harus tempat itu, masalahnya disana ada Juna dan Dhika yang sedang khusyuk menyantap makanannya.

"Dih? gk ada gk ada, cari lagi tempat lain." bantah Echa.

Lia merotasikan bola matanya malas. "Mau dimana lagi cha, lu cari ampe lebaran macan tutul juga kagak bakal ketemu."

"Ck, ayo ah lagian cuman mau makan doang si, gk bakal bikin lu pingsan ini."

"Kalo beneran pingsan gimana?" tanya Echa. Lia menarik sebelah bibirnya "Ewh, lebay." setelah itu Lia langsung menarik tangan Echa secara paksa.

Echa menghela nafasnya, mau tidak mau ya harus mau. Seperti yang dibilang tadi kalau Echa tidak akan lesehan karena pasti banyak bencana alam terjadi.

Berjalan seperti tidak ada harapan untuk hidup hari ini, Echa hanya bisa berpasrah.

"Gue sama Echa gabung ya." sontak Dhika dan Juna menoleh, mata Juna terbelalak setelah menyadari adanya kedua gadis itu.

Dhika kembali memakan makanannya yang sebelumnya bergumam 'silahkan'.

Jantung Echa tak karuan. Masalahnya, kini dia sedang berhadapan langsung dengan pria pujaan hatinya. Bayangkan, wajah tampan Seorang Raden Arjuna terpampang nyata di depan Echa.

Menurut Echa, apapun yang di lakukan lelaki itu akan tetap menarik di mata Echa.

Tanpa disadari, Juna juga sedang salah tingkah karena seorang gadis berparas manis ini sedang duduk dihadapannya. la tidak tau apa yang harus dia lakukan. Sebisa mungkin Juna harus menyembunyikan perasaan bahagianya saat ini. Juna tidak boleh terlihat salah tingkah di depan gadis ini.

Juna berusaha bersikap tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Dia terus melanjutkan makannya sampai akhirnya Dhika berbisik pelan di kupingnya, dan membuat sang empu tersedak.







"Gimana rasanya duduk hadap-hadapan sama sang pujaan hati, si Echa?"



To be continued⬇️

Next?

Indescribable Feelings ~ Koo JungmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang