Beberapa minggu kemudian...Kedua sejoli sedang menikmati hembusan angin di sore hari. Mereka duduk di bawah pohon rindang beralaskan rerumputan. Si gadis dengan manjanya bersender di dada si pria, sedang si pria memeluk gadisnya dari belakang, menyandarkan dagunya di pundak kiri si gadis. Setelah pulang sekolah, mereka langsung mampir ke taman untuk bersantai sejenak. Mengistirahatkan otak mereka dari pelajaran-pelajaran di sekolah, belum lagi pelajaran tambahan untuk mereka kelulusan sekolah nanti. Mereka sangat sibuk akhir-akhir ini, jadi saat keduanya ada kelonggaran waktu, maka mereka akan menyempatkan waktu itu untuk berdua. Sekedar jalan-jalan ataupun menonton bioskop sudah sangat membantu hubungan keduanya.
"Minnie, selama ini kau bahagia tidak saat bersamaku?" tanya Yuri yang masih berada di posisinya.
Tiffany sedikit mencerna pertanyaan sang kekasih, hingga di menit berikutnya ia langsung menolehkan wajahnya kepada Yuri dengan alis yang terangkat satu. Merasa aneh dengan pertanyaan yang diajukan oleh Yuri.
"Maksudmu? Kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku bahagia, bahkan terlalu bahagia"
"Tidak apa-apa, hanya sekedar bertanya. Karena mungkin aku belum bisa menjadi kekasih yang kau inginkan. Tapi kalau kau bahagia, syukurlah.. aku juga bahagia bisa memilikkimu, bisa melindungimu walaupun tak terlalu maksimal."
Tiffany membenarkan duduknya agar berhadapan dengan Yuri, memandang wajah tampan kekasihnya dari jarak dekat. Bahkan kini jantungnya berpacu dengan sangat cepat karena melihat wajah Yuri sedekat ini. Kedua tangannya perlahan menjulur untuk memegang pipi sang kekasih. Menampilkan senyum indah yang membuat Yuri semakin terpesona dengan gadis di depannya, tak berkedip dan ia merasa jantungnya kini seakan ingin keluar dari tempatnya.
"Mickey, kau jangan berpikiran yang tidak-tidak. Aku bersyukur bisa mengenalmu sekaligus memilikkimu dalam hidupku, lelaki yang menyukaiku apa adanya. Bahkan selalu ingin melindungiku, terlihat bagaimana tulusnya sayangmu padaku. Itulah yang membuatku menjadi semakin hari semakin sayang padamu."
Tiffany sedikit menjeda ucapannya dengan menghembuskan napas panjangnya. Terlihat perbedaan raut wajahnya di sini. Mendadak mellow.
"Tapi, jika mengingat kondisi diriku yang bukan dari golongan keluarga yang terpandang, aku merasa sedih karena bisa saja aku kehilanganmu sewaktu-waktu. Aku tak siap Yuri-ah" menundukkan kepalanya sedih, hampir meneteskan air mata tapi Tiffany mencoba menahannya. Dan Yuri yang tahu itu langsung menarik kedua tangan Tiffany lalu memeluknya dengan erat.
"Jangan berkata seperti itu Fany-ah.. aku janji akan berjuang untuk hubungan kita. Aku tak mau kehilanganmu" ucap Yuri sambil mengelus punggung gadisnya.
Kemudian Yuri mengatakan sesuatu hal yang membuat Tiffany terkejut, bahkan rasanya seperti tak bisa bernapas.
"Oh iya, ngomong-ngomong orang tuaku ingin bertemu denganmu. Besok ku jemput jam 7 malam, sekalian makan malam bersama." Tiffany langsung melepaskan pelukannya dan menatap Yuri dengan membelalakkan matanya.
"A-apa? Ke rumahmu?? Orang tuamu ingin bertemu denganku?" tunjuknya pada dirinya sendiri dan dibalas dengan Yuri yang menganggukkan kepalanya.
"Iya sayang, aku sudah bilang jika memilikki seorang kekasih dan mereka sangat ingin bertemu denganmu, bisa mengenalmu lebih dekat"
"Kenapa? Kau tak mau?"
"Ti-tidak, hanya saja aku merasa sangat gugup sekarang."
"Tak usah gugup, mereka orang yang baik dan besok aku akan menjemputmu. Tidak ada penolakkan." Tiffany melongo tidak percaya, kekasihnya selalu memaksa seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Story (Yulti)
FanficYulti's here~ ●RANDOM● (Bukan cerita bersambung. Hanya oneshot/twoshot/cerpen dan sejenisnya.) -[GenderBender/GenderSwitch Area]- _________________________________ Copyright© 2019 by tippasic908