Seprai Berbunga Jadi Saksi Kemesraan Kita

763 50 22
                                    

Kami merajut kasih, berbalut cinta, bertetes peluh, di atas ranjang berkelambu merah delima. Malam tak pernah sehangat sentuhan jari telunjuknya ini, menari perlahan, dan turun menyentuh titik seru. Kusingkap segala busana penghalang pandang, kutatap nanar lekuk tubuh nan gemulai. Aku koma, dilanda gelora nikmat yang melarang bisu.

Liurku menetes sebab bakso tenis Pak Amang di sebelah kalah lezat. Gerakan kami jauh lebih seksi daripada video klip Señorita. Buatku, punya kekasih secantik Lalisa Manoban bagai pungguk merindukan bulan. Artikan secara harafiah, sebab dia memang bukan personel Blackpink.

Dan bukan siapa-siapa.

Antara ada dan tiada.

Ada di mimpi, saat bangun lenyap.

"JAMALUDIN HAMALIHUR ROMAH! Berapa kali lo mau ngompol di ranjang gue? Udah numpang tidur, mimpi basah pula!"

Jelas gue terkesiap! Telinga gue dihadiahi gelombang ultrasonik dalam jarak dekat! Iya, ludah si Iblis Pengabul Utang jadi serum pipi polos gue. Sambil ngacak rambut, gue nyaris nangis. Bukan karena dia manggil gue pakai nama panjang yang memalukan (semua orang taunya gue dipanggil Jarom, hanya orang-orang tak beriman yang nggak tahu nama beken gue), bukan pula karena kena cipratan serum gratis, melainkan aktivitas hot gue dengan Lalisa Manoban gagal mencapai puncak kejayaan.

Syiiiiit!

Gue butuh nyari kembang tujuh warna supaya Lisa mampir (minimal jadi bunga tidur), tapi si Iblis masih ngeluarin tanduk dan garpu besar di tangan, lalu melotot. Gue lempar selimut ke sembarang arah, tertawa miris karena seprai bunga-bunga yang gue tidurin tadi basah, makin miris karena pagi ini nggak boleh bolos kerja. Tentu aja karena hari ini terima gaji, terus kabur, terus masuk ke kantor baru. And all this syit happened on my blue syitting Monday.

Gue bakal jadi Jarom si Marketing Honda di tempat kerja gue yang baru. In my honest opinion, ganti kerja itu seperti lahir baru. Nggak ada orang yang bakal kenal lo, nggak ada juga yang tahu tindakan kriminal yang lo lakuin seperti: berapa kali lo bolos kerja dengan surat dokter palsu, misuh-misuh di pantri tentang bos yang akhirnya ketahuan Nyonya HRD terus dapat SP, nyuri stationary, dan terima suap tapi tetap ngutang.

Gue tepuk seprai yang baru siap dijemur sebanyak tiga kali, berjanji pada si seprai lain waktu gue bakal bergulat semalaman dengan wanita di masa depan. Cukup sudah dia dibasahi tipuan. Gue jalan keluar dari tempat kosan si teman iblis, pakai kemeja putih dan dasi biru, celana slim fit abu-abu, naik angkot kemudian siap menerima gaji.

"Oi, Jamal!"

"Jarom, Kampret!" bisik gue ketus pada kolega satu ruangan.

"Makan-makan di mana?"

"Makan gundulmu tuyul! Gaji gue dipotong gara-gara utang cuti gue minus!" sembur gue dendam. Kapan-kapan kalau punya duit lebih, gue kirim kemenyan sama ular kobra di depan rumahnya selama dua belas hari berturut-turut biar cutinya habis.

"Jadi, bukan cuma duit aja yang minus, tapi cuti juga." Si Dendi geleng kepala, natap gue kasihan. Kemudian, Dendi narik selembar kertas dari dompet dan serahin daftar keramat itu ke gue. "Siniin gaji lo buat lunasin utang selama ngabdi di kantor, deh. Belajar dari pengalaman, biasa orang abis resign langsung ngeblokir nomor-nomor teman sejawat yang diutangi."

Double syiiiiiiit.

Berakhirlah gue di kantor baru, tepatnya di gedung perkantoran lantai tiga dengan wajah lesu, lunglai, lelah, gundah gulana karena duit gaji gue ludes tinggal amplop. Sesudah dikenalin ke rekan-rekan kerja yang baru dan maksa senyum, gue duduk di meja kerja paling sudut. Masih rapi, cuma ada barang peninggalan karyawan yang namanya tinggal sejarah.

GenreFest 2019: HumorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang