Reuni Hina

329 27 12
                                    

Dania mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda ketika suara klakson motor terdengar dari luar pagar.

"Yukjek!"

Sebuah suara terdengar menjadi alarm yang mengingatkan Dania bahwa ia sudah harus berangkat. Ditatapnya sekali lagi wajah bulatnya di cermin. Sudah cukup baik. Ia pun memakai masker hijau dan mengambil tas selempang miliknya lalu bergegas ke luar ruangan.

Sambil berjalan, ia membuka ponsel dan mengetik pesan di aplikasi ojek daring agar pengemudinya menunggu sebentar lagi. Buru-buru Dania mengambil salah satu sepatu ketsnya dan berjalan keluar. Hari ini akan bertemu dengan Gaby dan Akta. Dua sahabatnya yang sudah berpisah sejak mereka masuk kuliah.

Setelah memastikan pintu rumah sudah terkunci rapat, ia membuka pagar dan segera menaiki ojek daring yang sudah menunggu cukup lama.

"Pak Yukjek, ayo kebut!" katanya sambil menepuk bahu pengemudinya. Dari kaca spion bisa Dania lihat pengemudi itu memasang wajah masam. "Senyum itu ibadah, Pak. Nanti rezekinya jauh kalo Bapak nggak senyum."

"Senyum sendiri juga ngejauhin rezeki, Neng. Dikira nggak waras nanti Bapak," jawab pengemudi itu sedikit ketus. Dania menahan tawa, mungkin bapak pengemudinya ini sedang mengalami siklus bulanan.

※ ※ ※

Cewek berambut pirang dengan bando telinga kelinci itu mematut dirinya di cermin bedak sekali lagi. Alis maha dewa? Ceklis. Sapuan mata cetar membahana? Ceklis. Pewarna pipi warna terbaru? Ceklis. Pewarna bibir paling mencolok? Ceklis. Tatanan rambut khas selebgram Korea? Ceklis.

Ia pun berdiri dan merapikan baju terusan selutut berwarna hitam yang ia kenakan, lalu duduk dengan hati-hati. Setelah melalui masa-masa pubertas yang gagal di SMA, Gaby sudah berhasil menjelma menjadi seorang cewek idola di kampusnya. Ia menutup segala kenangan buruk tentangnya di masa sekolah dan terlahir menjadi orang yang baru. Sayangnya, ia masih begitu menyayangi Akta dan Dania, sahabat sepernasibannya sehingga tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan keduanya.

Gaby menengok ke kanan dan kiri dengan anggun, melihat apakah Akta dan Dania sudah sampai di tempat mereka janjian, Kafe Kenangan Mantan. Entah apa yang menyebabkan pemilik kafe ini memberi nama begitu sendu. Namun, jika itu adalah strategi pemasaran, maka ia berhasil.

Mata indah Gaby kembali menyapu pemandangan sekitar. Banyak pasangan kekasih yang sedang menikmati indahnya hari libur sambil bercengkerama. Cewek itu tersedak, melihat gerombolan kekasih yang bermesraan sedikit menggelikan baginya. Ia mengetuk-ngetuk meja dengan jari, berharap Akta dan Dania segera sampai. Sebab rasa rindunya sudah meluap seperti sungai yang berlebih kapasitasnya.

※ ※ ※

Tidak ada yang lebih menggembirakan bagi Akta selain bertemu dengan Dania dan Gaby, dua sahabat seperpaboan yang sudah tidak ia temui sejak ketiganya masuk dunia perkuliahan dengan kampus yang berbeda.

Cewek berambut pendek ala polisi wanita itu mengambil helm berwarna ungu dan segera menaiki motor balap dengan ornamen kartun kesayangannya, Hello Kitty. Meskipun Akta terlihat menyeramkan dengan berpakaian seperti anak cowok, hatinya tetap lembut dan mudah rapuh. Ia berprinsip gaya boleh preman, tapi perasaan wajib Hello Kitty.

Tidak butuh waktu lama, Akta sudah sampai di Kafe Kenangan Mantan. Ia memarkir motor dan berlari masuk melihat salah satu bangku di sudut ruangan. Senyumnya terukir melihat sosok perempuan yang duduk membelakanginya.

"Dania!" sapa Akta lalu menarik kursi di sebelah cewek yang dipanggilnya Dania itu. "Gaby mana? Pasti telat lagi ya? Emang dasar itu anak pabonya kelewatan, nggak hilang-hilang."

Cewek yang dipanggil Dania itu menoleh, ia memandang tajam pada Akta yang masih sibuk mencari posisi duduk nyaman. "Siapa Ta yang pabo? Gaby?"

"Iya," jawab Akta masih belum melihat ke arah cewek yang ia ajak bicara. "Ngomong-ngomong, lo dari dulu kenapa cewek banget—eh? Badut!?"

"Badut?" ulang cewek itu kesal, kedua alisnya tertaut. "Siapa yang lo maksud badut, Ta? Siapaa!?"

Akta menggeser kursinya menjauh dari cewek itu sambil memberi cengiran canggung. "Aduh Gab, gue nggak tau kalo ternyata itu elo. Lagian lo ngapain jadi badut gini sih?"

Gaby mengerucutkan bibir. "Badut dari mana sih? Lo nggak tau ya? Ini tuh riasan model terbaru yang lagi hits. Gue susah banget loh nyari edisi spesial warna-warnanya."

Akta menahan tawa. "Nggak percaya gue Gab, lo sekarang beda banget. Kesambet apa emang?"

"Masa puber gue tuh gagal karena temenan sama dua kunyuk kayak kalian," jawab Gaby masih kesal, "makanya pas kuliah gue berusaha jadi orang yang baru. Udah susah payah, lo malah ngatain gue kayak badut."

"Akta!"

Tiba-tiba terdengar seseorang memanggil Akta membuat cewek itu dan Gaby menoleh ke arahnya. Dania, tampak berbeda dan sedikit kesulitan.

"Gila Dan! Lo abis disuntik apaan bisa semakmur ini? Hidup enak ya lo kelar SMA?" sapa Akta tanpa canggung. Ia terbiasa mengatakan apa yang ada di pikirannya langsung.

Dania tersenyum kecil, ia duduk di sebelah Gaby dan Akta. "Iya, makmur banget gue. Tiap malam dapet tugas yang nggak kira-kira bikin gue makin hobi makan. Gimana menurut kalian? Kalo gue dijual per kilo, kaya raya nggak tuh nyokap gue?"

Tawa Gaby dan Akta pecah. Seperti biasa dan sejak dulu. Dania selalu bersedia menghina dirinya sendiri agar kedua sahabatnya tertawa.

"Nggak gitu juga kali, Dan. Lo tetep cantik kok," jawab Gaby dengan tawa tertahan, "tapi ya bolehlah kalo gue butuh duit buat beli skin care, lo donasiin dikit daging lo buat dijual."

Pandangan Dania terarah langsung pada Gaby. Ia menahan tawa. "Ada ratu kecantikan dari mana nih? Kayaknya topengnya mahal banget tuh, Gab."

"Ratu kecantikan?" kata Akta mengulangi perkataan Dania. "Dia badut, Dan. Bukan ratu kecantikan."

Gaby menjitak kepala Akta. "Preman kayak lo mana ngerti kalo make up gue ini branded. Nggak up to date ah lo, Ta. Cuma Dania yang paham."

Candaan demi candaan pun kembali terlontar. Kemudian Akta mengeluarkan sebuah buku besar dengan corak hijau yang estetik.

"Eh bentar lagi hujan, gue balik ya?" kata Dania khawatir. "Yukjek pada nggak mau ngambil orderan kalo hujan."

Akta tertawa. "Sekarang lo naeknya Yukjek, Dan? Kasian banget ratu lebah kita. Padahal dulu tiap hari ada aja yang nebengin."

Gaby tertawa sementara Dania menjawab, "Ya dengan porsi badan segini, mana ada yang mau nebengin lagi?"

"Lagian lo sestress apa sih sampe ngegedein banget gini?" tanya Gaby bingung. "Gue aja berusaha keras tampil beda biar bisa dapet kenangan baik di kampus."

"Tampil beda ya Gab?" tanya Akta, tawanya tertahan. "Berhasil banget loh Gab, berhasil bikin gue sama Dania ngakak."

Dania dan Akta melakukan hi five dan tertawa bersama. Gaby hanya mengerucutkan bibirnya. Ia mengambil ponsel. "Ayo foto bareng dulu. Kenang-kenangan sebelum kita saling menghina diri sendiri lagi tahun depan."

Ketiganya segera berpose dengan begitu banyak gaya. Sesekali mereka tertawa, lalu meledek satu sama lain. Waktu berjalan begitu cepat, hingga akhirnya mereka harus berpisah.

"Yukjek gue udah di depan, sampai ketemu tahun depan, ya!" kata Dania sambil memberi pelukan pada dua sahabatnya.

"Tahun depan lo harus kurus, ya!" kata Gaby mengingatkan.

Dania memberi hormat. "Iya, tenang. Nanti gue kayak domba yang abis dicukur bulunya, langsung langsing singset."

Akta tertawa lepas. Ia pun bangkit dan menyalami Gaby. "Lo tahun depan harus udah jago make up dan ninggalin gaya badut lo ini, ya."

"Iya," jawab Gaby mulai terbiasa dengan candaan Akta. "Lo tahun depan harus manjangin rambut dan jadi Hello Kitty beneran, oke?"

Dania kembali tertawa, diikuti Gaby lalu Akta. Ketiganya saling memandang, lalu berpelukan lagi. Meskipun reuni hina ini hanya mereka isi dengan saling menghina, tapi bukankah itu gunanya sahabat? Saling menertawakan lalu membantu sahabatnya kembali bangkit, bersama.

※ ※ ※

GenreFest 2019: HumorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang