Tiga

49 11 0
                                        

Desiran angin menambah hawa dingin malam itu. Namun hal tersebut tidak membuat Panji urung untuk mengajakku keluar. Ia mengarahkan kuda besinya ke pasar malam. Aku tersentak, pasti Panji akan melakukan hal aneh seperti sebelum-sebelumnya.

"Ih... mau godain orang pacaran ya?"

"Hahaha... enggak," jawabnya kala itu.

Setelah sampai Panji mengajakku untuk menaiki bianglala. Pemandangannya bagus, katanya. Aku hanya menganggukkan kepala pertanda bahwa aku setuju. Sedetik kemudian suasana canggung mulai menyelimuti kami berdua. Wajar saja, karena hanya aku dan dia yang berada di dalam keranjang ini. Perlahan Panji menggenggam erat kedua tanganku, entah mengapa detakan jantung yang mulanya normal bertambah cepat.

"Coba deh tutup mata kamu," pintanya.

"Buat ap-" belum sempat menyelesaikan pertanyaanku, Panji mengarahkan kepalanya mendekati ku. Spontan aku menjauh sambil menutup mata.

"Nah sekarang buka mata kamu,"
Hal pertama yang aku lihat adalah kotak bludru berwarna biru dongker berhiaskan pita kecil ditengahnya. Ia membuka kotak itu, memperlihatkan kalung dengan liontin manis inisial namaku dan namanya.

"Kamu tau? Meskipun berjuta manusia hadir pada malam ini, hanya namamu yang berhasil menembus relung hati saya," aku hanya mematung saat Panji memakaikan kalung itu di leherku.

"Izinkan saya menjadi payung yang akan melindungi kamu dari derasnya air hujan. Izinkan saya menjadi alas kaki yang akan menemani setiap langkah kamu. Izinkan saya menjadi rumah yang selalu menjadi tujuan akhirmu untuk kembali,"

Panji menjeda kalimatnya dengan mengaitkan kembali jemarinya di jemariku. "Maukah kamu menjadi bagian dari hidup saya?" ucapnya tepat saat keranjang berwarna biru langit dengan hiasan bunga-bunga itu berhenti pada posisi tertinggi. Langit malam yang cerah tiba-tiba bergemuruh dipenuhi letusan kembang api. Seluruh pengunjung bertepuk tangan meriah.

Hal itu sukses tidak hanya membuat jantungku berlompatan tapi juga membuat seluruh ototku mati rasa. Aku segera menarik kedua tanganku, beralih meremas rok peach selututku.

Wajah kecewanya terlihat jelas di kedua mataku, namun Panji kembali menggenggam kedua tanganku.

"Saya jatuh cinta sama kamu. Ma'af jika saya terlalu lancang, tapi izinkan saya untuk menjadi bagian dari hidupmu. Mewarnai setiap harimu lebih dari sekadar seorang teman," ucapan Panji yang mengakhiri pembicaraan kami di bianglala.

Serpihan Kenangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang