Empat

27 10 0
                                    

Jika aku menemukanmu dalam keadaan baik,
Maka aku melepaskanmu harus dalam keadaan baik juga. - Panji, Serpihan Kenangan

Malam ke sepuluh dari musim kemarau tahun itu adalah salah satu malam yang paling bersejarah dalam hidupku. Bagaimana tidak? Lamaran Panji begitu mengejutkan. Meskipun itu bukan lamaran formal, namun mampu membuatku berpikir selama dua hari untuk menjawabnya.

Beberapa bulan setelah Panji menjadi kekasihku, semuanya masih baik-baik saja. Bahkan hubungan kami semakin hari semakin dekat. Kami berdua terlihat bahagia, sama seperti pasangan kekasih pada umumnya. Atau bahkan sampai membuat pasangan lain merasa iri dengan kami.

Pagi itu, tanpa diminta rintik-rintik hujan turun menyibak hitamnya mendung. Panji yang biasa mengantarku bekerja belum nampak juga. Perasaan resah mulai menyelimutiku. Takut jika terjadi apa-apa pada Panji. Jarum jam tak pernah lelah untuk berputar, tanpa terasa jam masuk kerjaku kurang lima menit lagi. Sebuah pesan masuk membuat konsentrasi ku teralihkan, menatap ponsel yang terus bergetar. Pesan itu dari Panji. Ada perasaan senang sekaligus kecewa ketika membacanya. Senang karena Panji tidak kenapa-kenapa dan kecewa karena dia tidak bisa mengantarku.

Dengan segera aku menyambar tasku meninggalkan kos menuju halte. Beberapa menit setelah itu terdapat sebuah bus yang berhenti. Bersamaan dengan berhentinya bus di depanku, detakan jantungku seolah-olah ikut berhenti juga. Hatiku menjerit, melihat sepasang pemuda berboncengan mesra melewati gadis polos yang lelah menanti kekasihnya. Iya, gadis itu aku. Tanpa dikomando air mataku jatuh begitu saja, mengerti bagaimana perasaan sang empunya.

Berharap bisa meredam emosi yang sudah meluap. Aku berlari tanpa tahu arah dan tujuan yang jelas. Meninggalkan bus yang masih setia berhenti di depan halte. Namun nahas, dewi fortuna sedang tidak bersamaku. Sepeda motor dengan kecepatan tinggi tiba-tiba lepas kendali dan oleng menghantam ku dari belakang.

Insiden kecelakaan itu membuat dokter mendiagnosis lumpuh sementara. Keberadaan ku diluar kota membuat keluargaku tidak mengetahui hal ini. Lebih tepatnya ku sembunyikan, aku tidak ingin menambah beban kedua orangtuaku. Satu-satunya orang yang aku miliki disini hanya Panji. Ia sangat telaten merawatku, tidak hanya itu bahkan ia rela menghabiskan seluruh tabungannya untuk membiayai pengobatanku. Aku tersadar, aku telah jatuh hati dibuatnya. Perasaaan takut kehilangan begitu menyelimutiku. Hingga dengan mudahnya aku memaafkan penghianatan yang dilakukannya.

Hari itu Senin pagi aku dinyatakan sembuh total. Perasaan bahagia menyeruak dalam hatiku. Kalau aku ditanya seberapa bahagianya aku hari itu? Aku sangat, sangat bahagia. Namun ada sesuatu yang kurang dalam hidupku. Disaat akhir dari perjuangan kami membuahkan hasil, rasanya kurang sempurna jika salah satunya tidak berkenan hadir. Bak istana tak berpenghuni—hampa—.

"Tunggu aku, aku akan kembali untukmu," samar, namun masih bisa ku dengar dari Panji.

Serpihan Kenangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang