BAGIAN 1

1.8K 53 0
                                    

Akhir-akhir ini, orang-orang dari rimba persilatan berduyun-duyun mengunjungi Desa Kali Anget. Seperti menyimpan sebuah tempat wisata, desa itu begitu ramai dipenuhi pendatang dari segala penjuru. Hingga keadaannya berubah seratus delapan puluh derajat dari biasanya.
Kedai-kedai makan dan minum tak pernah sepi dari pengunjung, tamunya silih berganti. Sementara rumah-rumah penginapan yang ada tak mampu lagi menampungnya, hingga rumah-rumah penduduk pun dijadikan tempat menginap. Untunglah, sejauh ini belum ada keributan atau pertumpahan darah, meskipun di antara mereka tidak menampakkan sikap bersahabat. Apa sebenarnya yang menyebabkan orang-orang rimba persilatan berdatangan ke sana?
Sementara itu Kepala Desa Kali Anget makin bingung dibuatnya. Dia tidak mengerti, apa sebenarnya maksud kedatangan mereka yang begitu mendadak. Saking bingungnya, maka dikumpulkannya para tetua dan sesepuh desa untuk membicarakan hal tersebut. Ada delapan orang yang hadir dalam pertemuan itu.
"Semakin hari desa kita semakin banyak kedatangan orang-orang rimba persilatan. Sementara kita sendiri tidak tahu, apa maksud kedatangan mereka? Hal itulah yang membuat saya mengundang saudara-saudara sekalian untuk membicarakannya," kata kepala desa, Ki Jatirekso.
Delapan orang undangan itu hanya mengangguk-anggukkan kepala. Mereka juga tidak habis pikir dengan bermunculannya tokoh-tokoh rimba persilatan di desa ini.
"Kita harus mengetahui apa tujuan mereka ke sini, sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," lanjut Ki Jatirekso.
"Apa yang harus kita lakukan? Rasanya tidak mudah mengusir mereka dari sini. Mereka adalah tokoh-tokoh golongan hitam dan rata-rata memiliki tingkat ilmu yang tinggi!" ujar Ki Karangseda yang bertubuh kurus dan rambutnya sudah putih semua.
"Benar, Ki. Kita tidak bisa berbuat apa-apa sebelum mengetahui maksud kedatangan mereka," sambung seorang laki-laki yang bertubuh tegap meskipun usianya sudah berkepala lima. Dia bernama Suryadenta, seorang jawara Desa Kali Anget yang menjaga keamanan desa ini.
"Justru itulah maksudku, mengapa aku mengundang kalian ke sini," tegas Ki Jatirekso.
Mereka saling berpandangan.
"Aku akan menyelidiki, Ki," kata Suryadenta memecah kesunyian.
"Mereka bukan orang sembarangan, Suryadenta. Kau harus hati-hati," kata Ki Jatirekso.
"Aku tahu apa yang harus dilakukan, Ki," sahut Suryadenta mantap.
Setelah berkata demikian, Suryadenta bangkit dan diikuti oleh tiga orang yang duduk mengapitnya. Ketiga orang itu adalah adik-adik Suryadenta yang juga bertugas mengamankan desa. Setelah berpamitan, mereka meninggalkan rumah kepala desa. Kini tinggal empat orang yang duduk di hadapan kepala desa.
Beberapa saat setelah kepergian Suryadenta dan adik-adiknya, tidak ada yang membuka suara. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Tampak Ki Jatirekso begitu berkerut wajahnya. Desa Kali Anget memang sering kedatangan tokoh rimba persilatan, tapi yang sekarang ini benar-benar mengherankan. Begitu banyak tokoh-tokoh rimba persilatan yang datang!
Dan yang paling membuat risau Ki Jatirekso, mereka adalah tokoh-tokoh dari golongan hitam. Tak seorang pun yang beraliran putih. Kecemasannya memang cukup beralasan, karena tidak mustahil orang-orang itu akan
membuat kekacauan di sini. Mereka adalah penganut hukum rimba. Siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Tidak ada istilah baik atau buruk, semua yang dilakukan dianggap baik oleh mereka.
"Aku menduga, kedatangan mereka ada yang mengundang," gumam Ki Karangseda.
Semua memandang ke arah laki-laki tua itu dengan tatapan tidak mengerti. Sementara laki-laki tua itu mengelus-elus janggutnya yang putih. Sedang bibirnya yang hampir tertutup kumis, menyunggingkan senyum tipis.
"Tidak mungkin mereka datang ke sini tanpa tujuan!" lanjut Ki Karangseda tetap tenang.
"Hm..., mungkin juga," gumam Ki Pungkur mengangguk-anggukkan kepalanya, seakan-akan mengerti jalan pikiran Ki Karangseda.
"Aku tidak mengerti maksudmu?" Ki Jatirekso kebingungan.
"Kau bekas seorang pendekar, Ki Jatirekso. Masa kau tidak ngerti apa yang kukatakan?!" ada nada sinis dalam suara Ki Karangseda.
Ki Jatirekso menatap tajam pada lelaki tua di hadapannya. Dia mulai mengerti arah pembicaraan Ki Karangseda. Dirinya sendirilah yang dicurigai mengundang tokoh-tokoh rimba persilatan itu.
"Sebaiknya, kita hilangkan saja rasa saling curiga," kata Ki Jatirekso menunjukkan kewibawaannya sebagai pemimpin.
"Aku melihat Perempuan Iblis Pulau Karang ada di sini. Kau tentu masih ingat dia, Ki," kata Ki Pungkur yang duduk di samping Ki Karangseda.
"Itu masa lalu yang suram! Aku tidak peduli apakah dia ada di sini atau tidak! Yang akan kita bicarakan bukan masa laluku, tapi tujuan mereka ke sini!" Ki Jatirekso sedikit emosi.
"Justru itu ada hubungannya dengan...."
"Cukup!" sentak Ki Jatirekso geram, memutus kata-kata Ki Karangseda.
Kepala desa itu menatap tajam pada Ki Karangseda. Kemudian beralih pada Ki Pungkur, Sanggabawung dan adiknya, Sangga Kelana.
"Sebaiknya kita akhiri saja pertemuan ini!" kata Ki Jatirekso dingin.
"Aku akan menyelidiki kemungkinan ini, Ki Jatirekso," kata Ki Karangseda sinis.
Setelah berkata demikian, Ki Karangseda segera beranjak pergi dan diikuti Ki Pungkur. Sementara dua bersaudara, Sanggabawung dan Sangga Kelana masih tetap duduk di tempatnya. Ki Jatirekso menatap tajam ke arah mereka.
"Mengapa kalian belum pergi juga?" dingin suara Ki Jatirekso.
"Tidak, sebelum kemarahan Anda reda," sahut Sanggabawung tenang.
Ki Jatirekso menghela napas panjang. Kepalanya terdongak ke atas. Memang tidak sepantasnya dia marah-marah kepada kedua bersaudara ini. Karena yang telah menyinggung perasaannya adalah Ki Karangseda. Sedangkan Sanggabawung dan Sangga Kelana, tidak mengetahui apa-apa tentang masa lalunya.
"Maaf, aku telah kasar pada kalian," kata Ki Jatirekso tenang.
"Ya sudah, kami permisi dulu, Ki," pamit Sangga bawung seraya bangkit berdiri,
"Ya."

11. Pendekar Rajawali Sakti : Jago-Jago BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang