Di Desa Kali Anget, Suryadenta dan saudara-saudaranya sedang bergembira, karena rencana mereka untuk menyebarkan berita tentang keberadaan Pendekar Rajawali Sakti, tanpa diketahui sumbernya, berjalan mulus tanpa hambatan. Bahkan orang-orang rimba persilatan mulai meninggalkan desa, menuju Kawah Neraka yang berada di luar batas Desa Kali Anget sebelah utara.
Namun, kegembiraan empat bersaudara itu tidak berlangsung lama, karena Ki Pungkur mulai menyebarkan hasutan untuk memilih kepala desa yang baru. Sedang Ki Pungkur dengan terang-terangan menyodorkan Ki Karangseda sebagai calon tunggalnya.
"Aku jadi curiga, jangan-jangan semua ini sudah di atur oleh Ki Karangseda," kata Mayadenta setengah bergumam.
Saat itu mereka tengah berada di kedai Ki Rahim.
Kedai yang menjadi langganan mereka untuk mengisi perut dan memecahkan segala permasalahan.
"Benar," sambung Tirtadenta. Tidak mungkin orang-orang rimba persilatan datang ke sini kalau tidak ada yang mengundang. Dan kita sudah tahu, mereka ke sini untuk menunggu Pendekar Rajawali Sakti."
"Aku sendiri jadi bingung, bagaimana mereka bisa tahu kalau pendekar itu akan lewat sini?" sambung Bayudenta setengah bergumam.
"Seribu keping uang emas... benar-benar hadiah yang menggiurkan untuk satu kepala manusia. Tapi tak masalah bagi Ki Karangseda. Bahkan sepuluh kali lipat pun, dia sanggup menyediakan," kata Mayadenta menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sementara Suryadenta hanya mendengarkan. Apa yang dikatakan adik-adiknya memang benar. Ki Karangseda adalah seorang yang paling kaya di desa ini. Dan semua juga tahu, Ki Karangseda sangat berambisi jadi kepala desa. Dia tidak puas hanya sebagai wakilnya saja. Menurutnya, dialah yang lebih pantas jadi kepala desa. Dia tidak pernah meninggalkan desa. Sedangkan Ki Jatirekso belum lama kembali ke desa, lantaran mengembara.
Suryadenta menengadahkan kepalanya. Dia ingat sekarang, kalau antara Ki Karangseda dan Ki Jatirekso dari dulu tidak pernah sepaham. Ada saja yang menjadi perselisihan di antara mereka.
"Sejak tadi kau diam saja, Kakang. Apa yang kau pikirkan?" tegur Tirtadenta.
"Yaaah...," desah Suryadenta agak kaget.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Mayadenta mengulangi pertanyaan tadi.
Belum sempat Suryadenta menjawab, tiba-tiba perhatian mereka beralih pada Ki Pungkur, yang tahu-tahu sudah ada di dalam kedai. Dia melangkah ringan menghampiri empat bersaudara yang duduk menghadapi satu meja. Tanpa dipersilakan lagi, Ki Pungkur menuang arak yang ada di atas meja ke dalam mulutnya
"Lezat sekali arak ini," kata Ki Pungkur seraya meletakkan guci arak yang sudah kosong.
Tidak ada yang menanggapi kata-kata Ki Pungkur.
Semua hanya memandang dengan tatapan kurang senang. Lebih-lebih Mayadenta, dari dulu dia memang tidak pernah menyukai laki-laki itu. Semua orang tahu, Ki Pungkur selalu menggunakan harta kekayaannya untuk kepentingan pribadi. Dan tidak ada gadis-gadis di desa ini yang lolos dari perhatiannya.
Sedang Mayadenta pun tahu, kalau mata laki-laki itu selalu memandangnya dengan liar dan binal. Bahkan saat ini pun mata Ki Pungkur juga terus merayapi wajah cantik di depannya, yang juga tengah memandangnya dengan penuh kebencian.
"Apakah kalian sudah mendengar pengumuman?" kata Ki Pungkur tidak mempedulikan empat pasang mata yang menatapnya tanpa ada persahabatan.
"Sudah," sahut Suryadenta datar dan dingin suaranya.
"Bagus! Kalian pasti setuju untuk mengganti kepala desa, bukan?" Ki Pungkur tersenyum lebar. Tidak ada satu pun yang menjawab.
"Seluruh penduduk tampaknya sudah tidak sabar lagi untuk mengangkat Ki Karangseda menjadi kepala desa. Dan aku pun sudah menetapkan harinya," kata Ki Pungkur lagi.
"Tidak semudah itu, Ki Pungkur!" dingin suara Mayadenta.
"He he he..., semuanya mudah diatur," Ki Pungkur terkekeh seraya mengerdipkan matanya ke arah gadis itu.
"Penduduk tidak akan pernah memilih kakakmu! Mereka masih setia pada Ki Jatirekso yang pasti akan kembali lagi," kata Tirtadenta agak muak melihat tingkahnya.
"Apa yang kalian harapkan dari seorang pengecut seperti itu, heh?!" seketika itu juga wajah Ki Pungkur berubah.
"Ki Jatirekso lebih baik daripada Ki Karangseda!" dengus Tirtadenta.
"Phuih! Orang pengecut begitu kalian anggap baik? Melarikan diri pada saat seluruh penduduk membutuhkannya. Kalau dia memang seorang kepala desa yang baik, kenapa tidak bertindak? Dia kan punya hak untuk mengusir mereka semua?!" suara Ki Pungkur terdengar meledak-ledak dan berapi-api. Wajahnya merah padam.
"Asal kau tahu saja, Ki Jatirekso tidak melarikan diri, dia sedang menyelidiki, siapa pembuat onar di sini?" sahut Suryadenta dingin.
"Kalian pasti tahu, bahwa orang-orang itu datang atas undangan Ki Jatirekso. Dia memang punya dendam pribadi dengan Pendekar Rajawali Sakti, karena anak yang dititipkan Perempuan Iblis Pulau Karang padanya, tewas! Dan perempuan itu minta ganti rugi dengan kepala Pendekar Rajawali Sakti!" Tanpa menunggu tanggapan dari empat bersaudara itu, Ki Pungkur langsung berbalik meninggalkan kedai. Sedang empat bersaudara itu masih tetap duduk di tempatnya. Kata-kata Ki Pungkur begitu jelas dan gamblang. Bahkan Ki Rahim yang duduk di sudut, langsung terbangun.
"Kalian percaya pada kata-katanya?" Mayadenta memecah kebisuan.
"Entahlah," desah Suryadenta seraya bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
11. Pendekar Rajawali Sakti : Jago-Jago Bayaran
AksiSerial ke 11. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.