Bunga mawar pun akan layu saat kau tak lagi peduli padanya.
Violetta
Satu minggu sudah hubungan Vio dan Langit. Semua tampak baik-baik saja. Mereka selalu bersama dari berangkat hingga pulang sekolah. Vio jarang berkumoul dengan Arlita, Audry juga Windy, karena Langit selalu mengajaknya. Berbeda dengan Arha dan Jason yang kini lebih sering berkumpul dengan para cewek itu.
“Vio makin lengket aja, bikin iri deh,” komentar Audry saat melihat Vio dan Langit berjalan memasuki kantin.
“Salah sendiri jomblo,” sindir Jason.
“Eh, lo nggak ngaca? Diri sendiri jomblo ngatain cecan!” emosi Audry.
“B aja dong, nggak pake teriak gitu. Nanti suka Abang Jas lagi,” balas Jason santai.
“Ih, Jason ngeselin!”
“Tapi ngangenin.”
Atha hanya geleng-geleng melihat kelakuan teman-temannya. Ia mengalihkan pandangan melihat Vio dan Langit yang terlihat sedang adu mulut. Atha hanya membaca pergerakan bibir mereka, terlihat Vio yang terus bicara dan Langit yang hanya senyum seperti meremehkan.
“Lalu kenapa tadi nggak jemput?” tanya Vio dengan nada emosi.
“Kan aku sudah bilang, aku tadi mendadak ada urusan,” jawab Langit santai.
“Urusan kamu lebih penting dari aku?”
“Ya begitulah.”
“Lalu kalo tadi aku telat sampai nggak masuk sekolah gara-gara kamu nggak jemput gimana?”
“Ya udah sih, sekarang kan ada di sini.”
“Ih, Langit nyebelin!”
“Kamu jadi cerewet sejak jadi pacar aku.”
“Apa?”
“Iya kamu bawel nggak kayak A––“
“A siapa?”
“Ada deh.”
“Kamu ada yang lain?”
Vio menatap Langit curiga. Ia mulai memikirkan perkataan Arlitta dan teman-temannya, terutama Atha.
“Lo hati-hati sama Langit!” ujar Atha.
“Kenapa? Lo cemburu?” cuek Vio.
“Gue bilang kayak gini sama lo karena gue kenal siapa Langit.”
“Udah deh, lo nggak usah pengaruhin gue kayak Arlitta, Audry dan juga Windy.”
“Terserah lo mau percaya sama gue apa nggak. Gue juga bukan Tuhan yang wajib lo percayai.”
Ingatan Vio akan semua peringatan yang disampaikan Atha kembali berputar di kepalanya. Padahal baru seminggu hubungan ini berjalan, haruskah ia mulai menaruh curiga pada Langit. Memang benar Langit mulai menunjukkan sifat menyebalkannya tapi dia masih selalu bersikap manis pada Vio.
“Udah ayo makan dulu, nanti kamu sakit siapa yang susah!” ajak Langit.
Langit menyuruh Vio duduk dan Langit memesan makanan. Tak lama Langit kembali dengan dua mangkok bakso. Vio masih cemberut, tapi dengan mudahnya Langit kembali menarik perhatiannya.
“Ayo buka mulut, kapan lagi disuapi cowok ganteng!” serunya dengan mengarahkan sesendok bakso ke mulut Vio.
Vio tampak malu. Ia membuka mulutnya dan mulai menikmati suap demi suap bakso dari tangan Langit hingga baksonya habis.
“Vi,” panggil Langit setelah selesai makan.
“Iya?” Vio menoleh menatap kekasihnya.
“Nanti aku nggak bisa nganterin kamu pulang ya, maaf!” ucap Langit tiba-tiba.
“Kok gitu? Kenapa?” Baru beberapa saat Vio tersenyum kini kembali cemberut.
“Aku ada urusan, Sayang.”
“Urusan apa lagi?”
“Ya urusan.”
“Penting?”
“Sangat.”
“Lebih penting dari aku?”
“Emm ... Iya.”
“Terus nanti aku pulang sama siapa?”
Vio merengek seperti anak kecil. Langit bukan luluh malah makin kesal mendengar rengekan Vio.
“Kamu selain cerewet jadi makin manja!” tukas Langit pedas.
“Apa, Lang?” Vio menatap Langit tak percaya.
“Udahlah, Vi. Capek.” Langit mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Aku nggak nyangka ya, kamu yang notabene pacar aku bisa ngomong kayak gitu tentang aku. Beda banget sama Atha.” Ceplos Vio entah sengaja atau tidak.
“Oh, sekarang kamu berani bandingin aku sama Atha?” geram Langit dengan nada tinggi.
“Aku nggak bandingin, tapi emang kenyataannya kayak gitu!” Vio membalas dengan nada yang cukup tinggi juga.
“Terserah lo!”
Langit berdiri dan meninggalkan Vio di tempatnya. Mata Vio berkaca-kaca, tangannya menggenggam erat menahan emosi.
“Langit bego!” pekiknya tertahan.
“Jangan nangis di sini, malu dilihat anak-anak!” seru seseorang dari sampingnya.
Vio menoleh, “Atha?”
Atha duduk di samping Vio yang tadi ditempati Langit. Ia memberi Vio tisu untuk mengusap air mata yang sudah menetes di pipinya.
“Makasih,” ucap Vio tulus.
“Kenapa?” tanya Atha dengan nada kalem.
“Gue kesel sama Langit. Belakangan ini dia sering banget nyuekin gue dan mentingin hal lain. Seperti tadi pagi, dia cuma bilang ada urusan. Saat gue tanya penting mana urusan dia atau jemput gue, dia bilang lebih penting urusannya. Nanti pulang pun dia bilang hal yang sama.”
Atha mendengarkan semua keluhan Vio dengan posisi bersandar santai. Seperti biasanya ia mendengarkan semua dengan tenang tanpa memotong cerita Vio hingga selesai.
“Gue jadi kepo deh. Sebenarnya apa sih urusan dia sampai gue bukan lagi prioritas di hari-harinya?”
“Karena lo bukan satu-satunya,” jawab Atha santai tanpa takut Vio akan lebih marah saat mendengarnya.
“Maksud lo?” Vio menatap Atha dengan kening berkerut.
“Seperti yang dibilang temen-temen lo.”
“Langit playboy?”
“Maybe.”
“Lo sembunyiin apa dari gue?”
“Apa aja gue sembunyiin, emang lo siapa gue?”
“Atha! Lo jadi ikut nyebelin kayak Langit deh.”
Atha tersenyum. Ia bangkit dan berjalan menjauh meninggalkan Vio. Vio yang sadar dirinya ditinggal akhirnya berlari mengejat Atha.
“At, apa yang lo sembunyiin dari gue tentang Langit?” tanya Vio dengan napas ngos-ngosan.
“Apa untungnya gue kasih tahu lo? Lo nggak pernah dengerin gue juga,” jawab Atha santai sambil terus berjalan tanpa menoleh ke Vio.
“Ya udah oke, setelah lo kasih tahu nanti gue janji gue akan dengerin semua omongan lo, mau itu omongan jelek ataupun baik buat gue.”
Atha berhenti dan Vio pun ikut berhenti. Atha menoleh memperhatikan wajah Vio serius.
“Ikut gue nanti pulang sekolah!” ucap Atha kemudian.
“Ha? Ngapain?” tanya Vio bingung.
“Pulang. Rumah kita deket ‘kan.”
“Tapi ‘kan gu––“
Atha melanjutkan langkahnya meninggalkan Vio yang belum selesai berucap.
Sepulang sekolah, sesuai perkataan Atha siang tadi Vio ikut pulang bersamanya. Vio hanya diam, ia masih kesal karena Atha yang tiba-tiba meninggalkannya tadi. Atha hanya tersenyum melihatnya. Ia terus melajukan motornya membelah jalan raya yang lumayan ramai. Setelah cukup lama mereka melaju di jalan raya, Atha membelokkan motornya ke sebuah tempat yang Vio tidak tahu.
“At, kita mau ke mana?” tanya Vio setelah turun dari motor.
“Lo mau lihat ‘kan siapa Langit?” Vio mengangguk mendengar pertanyaan Atha.
“Yuk!” Atha menggandeng tangan Vio memasuki area danau itu.
Semakin masuk ke dalam, pemandangan tempat itu tampak semakin indah. Atha melihat wajah cewek yang saat ini bersamanya, terlihat begitu bahagia. Vio terus mengikuti langkah Atha hingga dari jarak beberapa meter ia bisa melihat sosok yang sangat ia kenal bersama seseorang yang selama ini sangat ia benci.
“Langit!”🍀🍀🍀
Maaf makin gaje 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Violetta (Hiatus)
Teen FictionPerjalanan seorang remaja dengan berbagai kisahnya. Bertemu dengan dia yang memberi cinta dan luka di kala senja. Hingga menemukan dia yang tulus menerimanya namun tak bisa memilikinya. Sesuatu sering terjadi tanpa alasan yang jelas di waktu yang j...