04 - makhluk mars

119 20 6
                                    

┏┈┈┈┈┈┈┈┓

--- ↳ i'm here for you✨---

┗┈┈┈┈┈┈┈┛

╰── ➤ [❁] happy reading! [❁]




SEKILAS cahaya menerobos jendela menyinari setiap sudut-sudut kamar maupun insan yang kini masih setia memejamkan matanya sambil memeluk erat guling.

Merasa hangat dan silau, gadis itu membuka matanya perlahan. Namun, belum sepenuhnya sadar.

"Bangun woy, mentang-mentang hari minggu, molor mulu." Seorang laki-laki mengguncang tubuh Aura kasar.

Karena merasa terganggu, Aura pun menggeliat dengan malasnya. Lalu meregangkan otot-otot tangannya dan menggeliat.

"Apa sih anjir, ganggu orang tidur aja." tukas Aura, memanyunkan bibirnya. "Dasar kakak jahanam."

Pria itu kini duduk di kasur Aura. "Udah baik-baik gue bangunin lo. Kalau enggak, emangnya lo nggak kasihan apa daritadi si Gara nunggu di depan?"

Singkat tapi jelas, namun langsung membuat Aura bangun dengan mata mendelik. Ia pun menatap kakak di depannya itu, namun kini dengan tatapan tajam.

"Kakak sialan! Kak Rafael napa gak bangunin daritadi sih?!?!?!" Aura memukul-mukul kakaknya yang kini malah tertawa tidak jelas.

Rafael Sukma Argana. Lelaki tampan, bertubuh atletis, soft (YA TAPI KALAU BELUM KENAL AJA), terus punya hobi sama kayak adeknya, yaitu main futsal.

Dia itu kelas dua belas, di SMA yang sama kayak Aura. Tapi dia jarang ketemu kakaknya kalau di sekolah. Ya gimana ya, kakaknya ini sukanya semedi terus di kelas, antara gak tau dia emang punya hobi belajar apa mau ngehindarin para cewe-cewe yang suka manggilin dia kalau lewat.

Kadang, Aura bersyukur punya kakak yang mempunyai pemikiran dewasa kayak dia. Inget, kadang. Garis bawahi.

Kalau gak inget aja Rafael tuh suka jailin dia yang bener-bener bikin naik darah banget. Tapi, gitu-gitu, dia tuh temen curhat nomor satu Aura.

Aura memaki-maki dalam hati. Ya jadi daritadi dia enak-enakan tidur, Gara nungguin dia dong??

"Kakak siapa sih tai!" Aura lalu dengan cepat bangkit dari kasur, lalu menuju kamar mandi. Mengakhiri aktivitas pukul-pukulannya. Buat apa juga, punya kakak gak guna.

"Jahanam ya lo, gak ngakuin kakak sendiri." Rafael masih ketawa. Ketawa ganteng.

Aura gak nggubris itu. Dia terus jalan ke kamar mandi tanpa menggubris ejekan-ejekan kakaknya yang masih terdengar sampai tiba di depan pintu kamar mandi.




Aura yang sudah siap, kini berjalan menuruni anak tangga dengan langkah terburu. Dia menatap punggung Gara yang kini sedang duduk membelakanginya.

Mampus. Ternyata beneran ada.

Dia kira yang tadi itu cuma bagian dari keberapa ribu tipuan kakak sialannya itu.

"Ekhm... eh, udah dateng?" Aura tersenyum kikuk.

Gara menoleh. Menatap Aura intens dari bawah sampai ke atas.

Yang otomatis membuat Aura mendelik kecil dan mematung di tempat. Apa dia salah dandan atau pilih pakaian, ya? Dia tadi kan asal milih baju aja karena buru-buru banget.

"U-udah daritadi?" tanya Aura lagi, membuyarkan lamunan Gara.

"Oh... itu...," Gara menjeda sambil berdehem kecil, "Iya, hehehe. Kok lo lama banget?"

I'm Here for You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang