Dua sejoli itu tengah berada di sebuah hutan yang kemudian mengarahkan mereka ke sebuah 'taman rahasia' yang membuat sang gadis terkagum-kagum.
"Aku baru tahu ada tempat yang seperti ini di Seoul. Tempat apa ini?" Tanyanya bersemangat. Laki-laki yang membawanya kesana tersenyum senang. "Ini adalah tempat yang menyimpan banyak kenangan dengan orang yang sangat berharga untukku."
"Apa kalian sering pergi kesini?"
"Tempat ini sudah seperti rumah untuk kami."
"Lalu dimana sekarang orang itu?" Jihye menoleh kearah Chan setelah selesai melihat sekeliling. Raut wajah laki-laki itu berubah sedih. Jihye menyadari perubahan raut wajah itu, mendekati Chan.
"Maaf, apa perkataanku menyakitimu?" Ia bertanya merasa bersalah. Chan tersenyum kepadanya, menggeleng.
"Tidak. Aku hanya sangat merindukannya. Tapi tidak apa, sebentar lagi aku akan bertemu lagi dengannya." Jihye bersemangat mendengarnya.
"Benarkah? Aku juga ingin bertemu dengannya."
"Bagaimana kalau aku membuatkanmu minuman lebih dulu selagi menunggunya datang?" Chan menawarkan, Jihye mengangguk. Ia lalu menyuruh Jihye duduk selagi ia meracik minuman yang akan diberikan kepada tamunya.
Kembali beberapa saat kemudian dengan segelas minuman yang kemudian langsung diserahkannya kepada gadis itu. "Terima kasih." Jihye mengambil gelas itu dan segera meneguknya.
Chan menyeringai. "Kau akan dapat segera melihatnya kok." Selesai mengucapkan kalimat itu, cawan yang digunakan Jihye terjatuh ke lantai dan gadis itu tidak sadarkan diri.
☆☆☆
Tanpa babibu lagi Seungcheol segera menuju ke tempat dimana adiknya berada. Sekarang ia lebih merutuki dirinya yang bodoh karena membiarkan dirinya dikecoh oleh Outcast yang ia yakini
"Mengapa kau bisa jadi seperti ini?" Joshua hanya menatapnya nanar. Ia turut merasa bersalah karena manusia yang tidak bersalah ini harus ikut dalam kejadian yang tidak ada sangkut pautnya dengan ini.
"Peramal itu benar. Seharusnya aku tidak pernah berurusan dengan Vampire. Aku menggali kuburku sendiri."
"Bertahanlah Jeonghan-ah. Aku akan membawamu ke rumah sakit." Joshua panik, ia baru saja akan mengangkat Jeonghan namun perkataan laki-laki itu menahannya.
"Aku rasa ini memang takdirku untuk mati seperti ini. Mati di tangan para Vampire karena aku menyepelekan omongan orang asing itu. Ah, sungguh tertebak. Apa yang harus kulakukan dengan Seungkwan..dia pasti akan marah mengetahui aku tidak membeli bahan makanan untuk makan malam hari ini."
"Berhenti berpikir yang tidak tidak! Aku akan membawamu ke rumah sakit manusia dan kau akan selamat, okay?"
"Aku benci Vampire." Ia berhenti sejenak. "Tapi aku menyukainya." Manusia itu tersenyum miris, menghembuskan nafas terakhirnya.
Joshua terdiam. Ia menangis. Ya, menangis. Luapan emosi sedih yang biasanya selalu ditampilkan manusia ketika mereka tidak dapat menahan kelenjar lakrimalis memproduksi buliran-buliran hangat yang keluar dari mata. Vampire jarang menangis, pada umumnya. Namun ketika mereka benar-benar dapat meluapkan rasa sedih itu, berarti itu adalah hal yang serius.
"Maafkan aku, Jeonghan-ah. Aku terpaksa melakukannya." Joshua sudah memikirkan tentang hal ini, saat ketika ia harus melakukan sebuah hal yang sangat dibenci oleh Jeonghan.
Menjadikannya Vampire.
Matanya terbuka, dengan warna merah yang sekilas muncul kemudian hilang lagi. Manusia yang sempat merasakan maut itu terduduk atas perlakuan Joshua kepadanya. Mulai saat itu juga, Jeonghan adalah Vampire Slave.
KAMU SEDANG MEMBACA
heirs - vampire story [✓][completed]
VampiroKeluarga itu di kenal dengan nama the Origin. Seorang laki-laki dan perempuan, pemilik darah murni. Mereka dikenal sebagai vampir yang eksklusif, paling jarang muncul ketika pertemuan tahunan diadakan. Sempat terjadi kegaduhan yang nyaris menewaskan...