ARKA MARAH, DINARA BOMAD

31.7K 1.8K 78
                                    

Dinara hanya diam ketika Arka tidak berhenti mengomeli dirinya akibat pertanyaannya di lapangan tadi.

Dinara mengelus dadanya sabar karena ocehan kekasihnya itu semakin merentet ke mana-mana.  Bahkan, Arka mengungkit hal yang sudah terjadi dua minggu yang lalu dimana Dinara tidak membalas pesannya.

"Kamu itu cewek aku loh, Ra. Kok bisa-bisanya kamu bilang aku itu PMS. Padahal aku enggak berdarah di bagian intim. Itu 'kan kamu bukan aku."

"Udah ceplas-ceplos, enggak bales chat aku lagi dua minggu yang lalu. Aku enggak suka ya kamu abai sama chat aku. Padahal aku nungging sambil nunggu balasan chat kamu."

"Pak Eko udah masuk, Ar. Kamu pending dulu ya ocehan kamu. Istirahat kamu baru boleh ngoceh lagi," gumam Dinara pelan.

"Tuh, kan, kamu bodo amat aku ngoceh dari tadi. Sekalinya kamu ngeluarin suara tapi justru suruh aku diam."

Arka menggebrak mejanya kesal membuat Dinara yang duduk di sampingnya terperanjat. Tidak hanya Dinara, tapi murid lain dan Pak Eko yang baru sedetik lalu mendudukkan dirinya di kursi juga ikut terkejut hingga berdiri dengan refleks.

"Arka, apa-apaan kamu itu, hah? Mau buat saya jantungan?" sengak Pak Eko penuh emosi.  Murid badung satu ini selalu membuat kekacauan di dalam kelas. Andai saja Arka bukan pemilik sekolah ini, mungkin saja pemuda nakal itu sudah lama di DO dari sekolah.

"Pak, saya lagi kesal sekarang. Masa iya, dari tadi saya curhat, tapi pacar saya ini cuek. Bersikap bodo amad sama saya. Mulut saya sudah lelah ngoceh tapi dia dengan seenak pahanya buat nyuruh saya berhenti ngoceh. Kesal, kan saya?" Arka berkata panjang lebar pada Pak Eko yang membuat guru sosiologi itu menggeram kesal.

"Saya tidak butuh curhatan ngenes kamu yang enggak dianggap sama pacar kamu. Saya butuh kamu duduk diam dan jangan membuat keributan," ujar Pak Eko tak menutupi kekesalannya. "Sekarang buka halaman 120. Baca lalu kerjakan soal esay di halaman 125!" perintah Pak Eko tegas.

Sambil menunggu murid mengerjakan soal mereka, Pak Eko mulai mengabsen nama-nama murid yang hadir.

"Sayang, pokoknya aku lagi marah sama kamu," bisik Arka yang tak dihiraukan Dinara. Gadis itu tengah sibuk membaca bukunya seraya menjawab soal esay yang dimaksud Pak Eko.

Sedangkan Arka? Cowok itu hanya menunggu hasil kerja Dinara dan sibuk berceloteh mengenai sikap Dinara yang tidak peduli padanya.

Pekerjaan Dinara akhirnya selesai dengan Arka yang juga selesai menyalin jawaban Dinara. Pemuda itu bangkit dari duduknya untuk meletakkan bukunya dan Dinara di meja Pak Eko.

"Ini pasti menyontek sama Dinara. Arka, Arka, kalau seperti ini terus bagaimana Dinara bisa betah sama kamu. Sudah cerewet, suka nyontek, badung lagi," komentar Pak Eko membuat Arka mendengkus kesal.

"Dinara cinta kok, Pak, sama saya. Dia menerima kekurangan saya yang sedikit dan kelebihan saya yang banyak," balas Arka tak mau kalah. "Iya, kan, Yang?" Arka mengalihkan tatapannya pada Dinara yang masih duduk anteng di kursi.

"Enggak tahu," balas Dinara cuek, membuat Arka merengut kesal.

"Yang!" teriak Arka membuat Pak Eko melotot.

"Arka, sudah berapa kali saya katakan untuk berhenti berteriak di dalam kelas!" bentak Pak Eko dengan suara menggelegar.

"Jangan salahin saya, Pak. Salahin aja Dinara," balas Arka tak peduli.

Arka masih marah-marah dan Dinara bodo amad.  Sementara Pak Eko kini mengurut kepalanya pening menghadapi tingkah Arka yang tidak ada dewasanya sama sekali. Terlalu kekanakan.

[3] Jangan Posesif! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang