DUA BELAS

196 21 0
                                    

Taehyung berjalan masuk ke kamar Jungkook dan Yugyeom dengan wajah tegasnya, tangannya terulur menarik keras lengan atas Jungkook. Tidak berselang lama Jimin datang dengan napas yang terengah-engah disertai air mata yang turun kepipinya.

"Aku dengar semuanya dan seperti janjiku, aku akan bertanggung jawab!"

Jimin terdiam sebelum jatuh ke lantai dengan air mata yang sudah berderai, Peniel yang melihat keberadaan Jimin membantu pria itu untuk berdiri dan membawanya pergi dari kamar yang semakin panas itu.

"Kau kenapa, Jimin-ah?" tanya Peniel dengan bingung. Jimin menggeleng lemah, "Aku ingin bertemu dengan Hoseok," ucap pria itu.

"Hoseok dan Yoongi pergi ke Jepang selama liburan," ucap Peniel memberi penjelasan. Jimin hanya bisa menangis dan memeluk tubuh Peniel dengan erat Peniel yang tidak mengerti hanya bisa membalas pelukan pria tersebut, Peniel mengenal siapa Park Jimin, selain dirinya. Park Jimin termasuk sahabat karib Hoseok dan Taehyung.

•••

Pria berkulit seperti patung porselen hanya bisa terdiam di meja besar yang berisikan banyak sekali makanan mewah, di tambah banyak sekali pria yang berbalut rapi setelan tuxedo mereka. "Baru pertama kali seperti ini, ya?" tanya Sehun seakan mengerti tatapan bingung Yoongi. Pria itu mengangguk pelan dan menunduk malu.

"Hei kenapa? Aku juga baru pertama kalinya, santai saja lagian di sini kita tamu," ucap Sehun dengan tersenyum lebar.

"Yoongi di mana Hoseok?" tanya Kai yang baru saja tiba di hadapan mereka.

"Di kamar sedang bersiap-siap," ucap Yoongi.

"Sudah 15 menit, bisa suruh dia turun?" tanya Kai. Yoongi mengangguk dan dengan senang hati pergi dari sana selain merasa dirinya tidak pantas Yoongi juga kurang bisa berbaur kepada semua orang.

"Mau aku temani?" tanya Sehun. "Tidak perlu Sehun-ssi, aku bisa sendiri."

"Manis sekali." batin Sehun.

Yoongi berjalan menelusuri koridor hotel dengan sedikit berjalan cepat saat sudah berada di ambang pintu kamarnya, Yoongi samar-samar mendengar ucapan Hoseok dari celah pintu yang sedikit terbuka mungkin Yoongi pikir Hoseok akan keluar tapi tidak jadi karena sesuatu.

"Kau hamil? Astaga!" seru Hoseok membuat Yoongi terkejut.

"Hamil?" gumam Yoongi dengan pelan.

"Ya—pasti akan bertanggung jawab—tenang saja."

"Ck! Apasih bertanggung jawab? Hoseok ngehamilin siapa?" tanya Yoongi saat dirasa percakapan pria di dalam tidak jelas dipendengarannya.

Lama menguping Yoongi dapat mendengar langkah kaki dari dalam dirinya segera berlari sedikit menjauh dan berpura-pura berjalan menuju kamarnya kembali. Tidak lama Hoseok keluar dengan tuxedo gadingnya sama seperti milik Yoongi.

"Oh kau menghampiriku karna merindukanku?" tanya Hoseok. Yoongi menampilkan smirknya sebelum berdecak kesal.

"Kenapa aku harus merindukanmu, Hoseok-sshi?" tanya Yoongi. Hoseok hanya mengangkat bahunya ia segera berjalan mendahului Yoongi. Pria itu menatap bahu lebar Hoseok dengan raut sedihnya, ia menyandar pada dinding sebelum merosot dan menangis, ini adalah tangisan yang selama ini Yoongi rindukan. Tangisan yang bisa membuat hatinya menjadi lega karna bisa menuntaskan rasa sedihnya. Padahal pria itu sendiri bingung menangis untuk apa.

•••

Kepalanya sekeras batu, hatinya selembut kapas, jiwanya menghilang. Mungkin itu sosok yang menggambarkan Park Jimin. Pria itu memandang langit malam dengan senyum yang bahkan ia paksakan, tangannya menggenggam erat koper besarnya padahal baru beberapa minggu dirinya berada di sekolahnya ini tetapi sekarang ia harus pergi lagi.

"Jadi tekadmu sudah bulat, Park Jimin?" tanya Direktur Jung. Pria paruh baya itu menyayangkan sekali kepindahan Jimin yang mendadak karena berkat pria itu sekolahnya juga memegang predikat sekolah dengan pemegang olimpiade Fisika Internasional walaupun ia yakin ada Min Yoongi yang bisa menggantikan pria di depannya ini.

"Ya Direktur, maaf untuk kesan buruk saya selama di sekolah Anda. Dan tolong sampaikan salam maaf saya pada anak Anda, Jung Hoseok,"

Direktur Jung mengangguk sebelum mengulurkan tangannya, "Kamu sudah saya anggap seperti anak sendiri, Jimin. Datanglah ke rumah saat hari libur nanti,"

Jimin mengangguk dan menerima uluran tangan Direktur Jung. "Terima kasih banyak, Direktur."

Taehyung menatap Jungkook yang sudah tertidur dengan senyum manisnya, apa hari-harinya saat menikah nanti akan seperti ini bersama Jungkook? Pasti sangat membahagiakan saat membayangkannya saja.

"Kau tidak melupakan seseorang, hm?" tanya Yugyeom yang baru saja keluar dari kamar mandinya.

Taehyung sedikit berpikir sebelum akhirnya ia menyadari seseorang yang sedari tadi ia abaikan, Park Jimin!

"Tolong jaga Jungkook sebentar," ucap Taehyung sembari bangkit dari kasur.

Taehyung berlari dengan napas yang terengah-engah, pintu kamar yang tertutup rapat ia buka dengan keras sebelum langkahnya terhenti. Kamar yang sepi dan hening di tambah gelap gulita membuat pria itu sedikit mengerenyitkan alisnya. Ia melirik pada pintu lemari yang sedikit terbuka milik Jimin. Langkahnya tanpa sengaja berjalan menghampiri lemari tersebut membukanya lebar-lebar dan memperhatikan isinya yang kosong tanpa ada sebuah bajupun.

"CK, JIMIN!" batin Taehyung.

Tanpa tujuan, tanpa arah. Taehyung terus berlari menyusuri koridor sekolah hingga seorang pria dengan rambut blonde, mengenakan kemeja biru dongker bergaris putih terlihat tengah menghapus air matanya sembari berjalan lemah. Taehyung tahu siapa pria tersebut dengan langkah cepat lebih terkesan berlari Taehyung mengejar sosok tersebut.

Brukk! Sebuah pelukan melingkar pada pinggang ramping yang membuat Taehyung hangat seketika, Jimin menoleh ke belakang mendapati sosok Taehyung dengan keringat dan juga wajah gelisahnya yang menatap Jimin dengan dalam.

"Kau mau ke mana, hm? Bayi kita butuh istirahat," ujar Taehyung membuat air mata yang awalnya sudah mengering kembali basah. Jimin memutar tubuhnya membalas pelukan Taehyung dan mencium bibir pria tersebut dengan lembut.

Setelah merasa hampir kehilangan napas, Jimin melepaskan ciumannya sembari menatap wajah Taehyung. "Aku-aku akan pergi, aku akan membesarkan anakku sendiri, Taehyung-ah. Kalian bahagia saja. Aku-aku rela," ujar Jimin dengan tangisnya. Bohong tentunya jika Jimin berkata ia rela melihat Taehyung bahagia dengan Jungkook, tangan besar nan hangat menghapus air mata Jimin membuat pria tersebut mengadahkan kepalanya menatap Taehyung.

"Bukannya selama ini kau menginginkanku, Jimin? Kupikir itu benar, ternyata dugaanku salah. Kau ingin aku bahagia dengan Jungkook, apa kau lupa jika bersamamu aku akan lebih bahagia?" tanya Taehyung.

"Tapi bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu bersama dengannya, hatiku sakit jika tahu dia mengandung anakmu juga, aku juga tahu di dalam hatimu Jeon Jungkook lah yang terukir, bukan Park Jimin!" seru pria tersebut dengan frustasi.

Taehyung menggeleng, jujur hatinya pun bingung memilih pada salah seorang pria di depannya, itu merupakan pilihan tersulit dalam hidupnya.

To be continue...

BAD BOY -JHS (REST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang