Satu

27 6 2
                                    

20.25 WIB


"Sayang, kamu udah packing semua barang-barang kamu?" suara lembut khas seorang ibu mengintrupsi remaja 17 tahun yang sedang menyiapkan barang-barang miliknya.

"Mama liat celana dalam Adena yang warna pink, gak?" Adena balik bertanya dengan wajah merah yang terlihat kesal.

"Ya ampun kamu ini gimana, sih? Yang punya celana dalam juga kamu kenapa nanya ke mama," Rena yang tak lain adalah Mama Adena dibuat geleng-geleng kepala oleh kelakuan anak keduanya ini. Adena memang gadis yang ceroboh dan pelupa, "Coba kamu tanya ke abang kamu siapa tau celana dalam kamu dibuat lap motornya," lanjut Rena.

"Ishh, awas aja kalo beneran dibuat lap motor bututnya!" dengan tergesa Adena menghampiri Alvito Bagaskara yang biasa dipanggil Vito, Kakak Adena yang berbeda 4 tahun dengannya. Sedangkan, saat ini Adena berusia 17 tahun.

"Bang Vito!!" panggil Adena dengan setengah berteriak.

"Ishh, kemana sih tu orang? Jangan-jangan bener tuh si cunguk lagi ngelap motornya pake celana dalem pink kesayangan gue!" Adena berlari keluar rumah mencari Vito dengan tergesa.

Dan yups, Vito sedang membersihkan motor kesayangannya itu.

"Pokoknya lu harus bersih karena besok siang gue mau jalan sama Keysa, jadi lu jangan malu-maluin gue, okay?" Vito berbicara sendiri dengan motornya seakan-akan motor kesayangannya adalah benda hidup. Keysa sendiri adalah pacar Vito yang sudah berpacaran sejak kelas 12 SMA.

"Bang vito!!" Adena menghampiri Vito dengan muka merah padam tanda ia marah. "Lu ngambil celana dalam gue, ya?" lanjutnya.

"Maksud lu yang ini?" tunjuk Vito mengarahkan kain lap yang ia gunakan untuk membersikan motor kesayangannya itu.

"Bang vito iihhh!! Kenapa lu jadiin kain lap buat ngelap motor butut lu ini!! Lu kan tau kalo ini celana dalam kesayangan gue, ishh!" Adena merebut celana dalamnya dan memukuli Vito sambil terisak tanda ia menangis. Aneh memang, hanya karena celana dalam Adena sampai menangis saat tau benda kesayangannya ini dibuat kain lap oleh Vito.

"Aduhhh sakit woyy! Ya mana gue tau kalo itu celana dalam lu. Gue nemu tadi di lantai dapur ya gue ambil lah gue kira gak ada yang punya, yaudah buat lap motor aja." jawab Vito jujur. Karena saat ia hendak mengambil minum tadi sore, ia tak sengaja melihat celana dalam tergeletak di lantai.

"Alesan aja lu, taik!! Awas aja lu gue bilangin ke mama biar lu gak dikasih uang jajan sebulan!"

"Dasar tukang ngadu!!"

Adena masuk ke rumah dengan air mata berderai menghampiri mamanya.

"Mama, liat nih celana dalam Adena kotor gara-gara Bang Vito," tangis Adena pecah saat dia melaporkan kejadian yang menimpanya tadi ke mamanya.

"Huhh, kamu ini celana dalam aja dipermasalahin. Nanti mama beliin yang baru selusin buat kamu. Udah sana lanjutin lagi packing-nya besok kita pergi pagi-pagi jangan sampe telat bangun," Adena mengangguk patuh dengan cemberut dan melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Padahal celana dalam pink itu adalah benda kesayangannya yang ia jaga dan rawat dengan baik seperti peliharaan.

Yah, besok pagi keluarga Adena harus pindah rumah terkecuali Vito. Adena harus pindah karena pekerjaan orang tuanya yang dipindah tugaskan di daerah Bandung terkecuali Vito yang sedang melanjutkan kuliahnya di sini, di Jakarta. Adena merasa beruntung harus pindah dari sini karena masa lalunya yang kelam selama beberapa tahun belakangan di sekolahnya yang sekarang akan ia tinggalkan. Kedua orang tuanya juga tau akan masalah yang menimpa putrinya ini. Jadi, Andi-ayah Adena memutuskan untuk mengurus perusahaan propertinya yang ada di Bandung. Sedangkan, perusahaan yang akan ia tinggalkan ia amanahkan kepada Anton yang merupakan tangan kanan Andi yang sudah bertahun-tahun ia percayakan sebagai bawahannya.

Setelah selesai menyiapkan barang-barang yang akan Adena bawa pindah, Adena berdiri di balkon menatap bintang yang bersinar terang.

"Selamat tinggal, Jakarta. Selamat tinggal kenangan kelam." Adena tersenyum getir setelah mengucapkan salam perpisahan. "Semoga dengan perginya gue dari sini gue bisa bebas menghirup udara segar tanpa rasa sesak yang setiap saat menghampiri karena masa lalu yang begitu menyakitkan untuk diingat. Bukan karna gue lari dari kenyataan tapi situasi yang mengharuskan gue pergi dan lebih baik mengubur masalah daripada harus menghadapinya dengan lemah. Mungkin kalo gue udah siap gue bakal nyelesain masalah ini dengan baik dan semoga masa depan mau berdamai dengan gue," tiba-tiba sebuah tangan mengelus sayang puncak kepala Adena yang membuatnya terkejut.

"Besok kita harus pergi pagi-pagi, kamu harus segera tidur. Jangan mengingat lagi masa lalu yang membuat kamu dihantui ketakutan. Semuanya akan baik-baik saja. Masa depan sedang menunggumu. Ayah janji akan menjaga kamu, ayah gak mau kejadian di masa lalu menimpamu lagi. Mama dan Bang Vito juga pasti akan jaga kamu dan memastikan kamu baik-baik saja. Jadi kamu jangan khawatir, kamu harus fokus belajar sekarang kamu udah kelas 11 harus sudah mempunyai komitmen untuk masa depanmu," Andi memberikan semangat kepada Adena untuk melupakan masa lalu dan menjalankan masa depannya dengan baik.

"Makasih, yah. Adena sayang Ayah," Adena memeluk Andi berharap beban hidup yang telah menimpanya luruh oleh hangatnya pelukkan seorang Ayah.

"Ya udah, sekarang kamu harus tidur udah malam," Andi menuntun Adena ke tempat tidurnya kemudian menyelimuti tubuh Adena dengan selimut. Tak lupa ia mengecup kening putrinya itu dengan lembut.

"Selamat malam, sayang."

"Selamat malam juga, Ayah."

***

06.15 WIB


"Adena, bangun! Kebiasaan ya kalo abis sholat subuh tidur lagi. Ayo bangun, mandi terus makan bentar lagi kita berangkat!" seruan Rena membuat Adena bangun. Adena perlahan membuka matanya sambil meregangkan otot-otot yang dirasa pegal karena posisi tidur Adena yang bisa dibilang tidak seperti anak perempuan yang anggun.

"Huahhh," Adena menguap dengan mata yang sedikit terpejam.

Adena bergegas ke kamar mandi untuk melakukan rutinitas di pagi hari, mandi. butuh waktu 15 menit untuk Adena selesai mandi dan kemudian ia memakai pakaian yang akan digunakannya hari ini. Setelah dirasa selesai, Adena turun ke bawah karena kamarnya yang ada di lantai 2 menuju ruang makan. Di sana sudah ada Andi, Rena dan Vito yang menunggu Adena untuk makan bersama.

"Selamat pagi semua," sapaan pagi yang keluar dari mulut Adena sambil tersenyum gembira karena hari ini yang ia nanti-nantikan, yaitu pindah rumah.

"Mandi aja lama amat lu kek tuan putri! Udah laper nih gue nungguin lu dari tadi," omel Vito yang sudah mulai kelaparan karena menunggu Adena.

"Yehh, santai aja kali gak usah ngegas. Ya emang gue kan tuan putri dan lu jongosnya, haha." jawab Adena dibarengi dengan tawa diakhir kalimat.

"Udah-udah kita ini mau makan bersama bukan mau berantem," Rena bersuara menasehati kedua anaknya, sedangkan Andi hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua anaknya yang tak pernah akur.

***

Butuh waktu kurang lebih 3 jam untuk menempuh jarak dari Jakarta ke Bandung menggunakan mobil. Selama perjalanan berlangsung Adena melihat-lihat pemandangan yang ia lalui tanpa ada niatan untuk tidur di mobil. Karena menurutnya sayang kalo pemandangannya indah tapi dia malah tertidur dalam mobil rasanya akan rugi jika disia-siakan.

Setelah sampai di rumah yang akan Adena dan kedua orang tuanya tinggali, Adena melihat takjub dengan apa yang ia lihat. Rumahnya berada di pegunungan yang sejuk dengan pemandangan yang indah. Meskipun pegunungan, disini sarana dan prasarana sehari-hari sangat memadai, jadi Adena tidak usah susah payah mencari kebutuhan yang akan ia butuhkan selama ia tinggal, semuanya ada.



to be continue...


Hai readers. Bagaimana tanggapan kalian tentang karyaku? Semoga kalian suka(:

Jangan lupa vomment-nya ya. Jangan jadi silent reader. Penulis juga butuh motivasi untuk melanjutkan karyanya...

Sampai jumpa di part berikutnya.

AdenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang