Setelah menyampaikan surat tugas di Desa Dumpil dan Ngawen, Bibin dan Vera memutuskan untuk sholat di masjid desa Ngawen.
"Kita sholat zuhur di masjid dulu, terus langsung ke sungai Sadang, ya," ajak Bibin.
"Kita jemput Mas Janu dulu, kan?" tanya Vera.
Bibin menggeleng. "Langsung saja," jawabnya tegas.
Vera mengernyit pada Bibin.
"Apa lihat-lihat? Kita kan cuma mau lihat sungai. Ngapain pakai pengawal?" tegas Bibin.
"Tapi kita belum paham wilayah, Bi," desak Vera.
"Kita bisa tanya sama warga sana," balas Bibin cepat.
"Yakin kamu? Kalau ada apa-apa gimana?" tanya Vera.
"Nggak bakalan," yakin Bibin.
"Terserah, deh." Akhirnya Vera menyerah dengan kekeraskepalaan sahabatnya.
Setelah sholat, mereka benar-benar langsung menuju sungai Sadang tanpa Janu. Penduduk desa yang ramah, memberikan petunjuk dengan baik. Bahkan mereka memberi saran-saran untuk Bibin dan Vera.
"Sebaiknya mobil dititipkan di rumah warga paling ujung, Mbak. Namanya Pak Supri. Setelah itu jalan kaki saja menuju sungai. Tidak terlalu jauh kok, Mbak," kata laki-laki yang ditanya Bibin.
"Terima kasih, Pak," ucap Bibin sopan.
"Sama-sama. Tapi hati-hati, Mbak. Jalannya berbelok-belok," saran warga Sadang itu.
"Iya, Pak. Terima kasih," sambut Bibin.
Kali ini Vera yang memegang kemudi mobil. Dia cukup lihai di jalanan berkelok dan agak berbatu. Mungkin karena rumahnya di pegunungan, sehingga dia biasa menyetir dengan medan semacam itu. Lagipula dia juga biasa ikut kegiatan off road ayahnya.
"Ada pemandangan bagus, tuh. Selfie dulu, yuk," ajak Vera. Di depannya terbentang panorama dengan latar pegunungan dan pohon-pohon besar.
"Siap!" balas Bibin.
Mereka berhenti sejenak di tempat yang agak lapang. Lalu cekrak-cekrek mengambil foto.
"Jalan lagi, yuk," ajak Bibin setelah puas mengambil foto.
"Sebentar, satu lagi ya," tolak Vera yang belum puas.
"Mau sampai jam berapa kita kalau begini terus," kata Bibin.
"Iya... Iya...," kata Vera sambil terus mengambil beberapa gambar lagi.
Mereka melanjutkan perjalanan, hingga sampai di sebuah rumah tua berbahan kayu. Bibin sudah mendengar suara gemercik air dari tempat ini. Dia memejamkan mata sejenak dan menikmati suara aliran air yang berpadu desau angin. Dia merasa seperti Mbah Mirah yang merasakan ketenangan dengan suasana seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Pembawa Tuah (END) - Terbit
Mystery / ThrillerHapus sebagian besar - Terbit E-book di Elex Media Komputindo - Gramedia Digital Bina Amani (Bibin, 23 tahun) dibuat penasaran dengan catatan Nenek Canggahnya (atasnya buyut). Untuk menyelidiki hal itu, ia nekad mendaftar sebagai Fasilitator Program...