Tentang air mataku dan senyummu.
Kita menabur benih yang sama, lalu merawatnya berdua.
Bila perlu air untuk menyiraminya , aku sediakan air mataku sebagai hulunya dan nanti benih itu yang menjadi muaranya.
Bila perlu untuk memupuknya , kau bantu memupuk dengan senyum manismu. aku percaya, karena senyummu memang telah berhasil menghidupkan beberapa harapan yang layu sebelumnya.Dan bila dikemudian hari , benih itu telah tumbuh menjadi pohon besar dan berbuah. kita bisa menikmati buahnya bersama. Aku tak berharap banyak, buahnya akan manis , tapi sudah tumbuh pun, itu amat membahagiakan. Karena itu bukti, kita memang pasang yang paling romantis.
Jika kau ingin selalu menikmatinya bersama, kita harus selalu seirama merawat benih yang telah tumbuh menjadi pohon besar itu , biarkan terus berbuah.
Tapi , kau juga pasti tahu , semakin tinggi pohon , semakin kencang angin menerpanya.Dan jika kau tidak ingin menikmati buahnya bersama. Itu pun tak menjadi masalah , melihat benih itu tumbuh pun, sudah cukup membuatku bahagia pernah bersama merawat benih yang kita tabur.
Dan jika kau memilih untuk menikmatinya sendirian, aku pun akan tetap turut bahagia.
Aku memang hanya menyumbangkan air mataku , yang sewaktu-waktu mungkin bisa saja mengering. Tapi , justru kau yang sangat berperan penting , telah memberikan senyummu yang manis itu untuk memupuknya."Jadi, gimana dek , kamu sudah siap untuk berkebun ?"
Tanya Rizal pada Zahra.
Dan akhirnya, benih yang mereka tabur dan rawat bersama, tumbuh menjulang tinggi ke langit, berbuah lebat dan manis.
Rizal tak pernah berhenti untuk mencurahkan air matanya untuk benih itu. Zahra tak kenal waktu , selalu tersenyum agar benih itu tumbuh terus.
Mereka saling melengkapi satu sama lain. Selalu berusaha menjaga benih itu , agar kelak akan menjadi saksi perjuangan mereka berdua.Rizal tak pernah kekeringan air mata , sebanyak apapun yang ia teteskan untuk benih itu. Zahra tak pernah kehilangan cara untuk selalu tersenyum walaupun masalah hidup selalu mengikutinya. Mereka lakukan untuk benih itu , agar dikemudian hari mereka bisa memperoleh manisnya sebuah perjalanan , indahnya sebuah proses. Mereka tak pernah berhenti , untuk saling menjaga , saling melengkapi, saling memberi.
Tak jarang juga , angin menerpa pohon itu, berusaha untuk merobohkannya. Tapi, tentu saja seberapa besar pun angin menghembus dari berbagai arah, tidak pernah cukup untuk mengalahkan kekuatan kebersamaan yang telah mereka curahkan untuk pohon itu.
Tak heran, jika akhirnya benih itu tumbuh menjadi pohon yang berbuah manis , lebih manis dari buah yang pernah mereka nikmati. Rizal dan Zahra semakin percaya bahwa kebahagiaan ada , bagi mereka yang berusaha.
Tapi , kebahagiaan itu tak bertahan lama , kebahagiaan mereka sangat singkat.Pohonnya runtuh , roboh tak bisa berdiri tegak lagi. Bukan karena terpana angin besar, tak mungkin juga karena sebelumnya pohon itu pernah diterpa angin badai, tapi tak menggoyahkannya sedikit pun. Bukan karena rapuh batang pohonnya , tak mungkin juga karena jelas pohon itu baru tumbuh dan mereka selalu seirama merawatnya.
Rizal masih tak percaya menyadari kenyataan. Kepalanya tertunduk , sibuk mengumpulkan puing-puing pohon yang telah runtuh itu , tapi sebanyak apapun yang ia kumpulkan tetap saja tak bisa membuat pohon itu beridiri kembali. Sebanyak apapun air mata yang ia teteskan , tetap tak bisa merubah keadaan yang terjadi , bahwa pohon itu telah roboh. Bahwa kini air matanya tak berarti apapun lagi.
Zahra !!! menebang pohon itu sendirian. Disaat Rizal sedang memamerkan buah yang rasanya manis itu kepada teman-temannya, tak aneh karena beberapa teman Rizal memang selalu gagal dalam merawat benih, apalagi sampai berbuah. Wajar akhirnya, dia sibuk berbangga diri di depan teman-temannya. Dia menjadi yang paling terlihat bahagia diantara teman-temannya, tak pernah berhenti berbangga atas usahanya , tak pernah berhenti memuji senyum manis Zahra di depan semua orang. Dia merasa paling beruntung mendapatkan senyum manis Zahra, Tapi, Zahra .....
Zahra , perempuan yang senyum manisnya bisa menghidupkan harapan-harapan yang layu. Menebang pohon itu. Kayunya ia jadikan perahu untuk berlayar, buahnya ia jadikan bahan makanan dalam kepergiannya.
Bukan tanpa alasan , Zahra menyadari, dia tidak bisa menggantungkan hidupnya pada satu pohon. Dia perlu lebih banyak pohon, dia perlu sosok yang tidak hanya bisa memberikan air mata yang sewaktu-waktu bisa kering, dia perlu menemukan mata air, yang bisa terus mengalir tanpa henti.
Zahra pergi meninggalkan Rizal , perasaannya selalu terasa hancur ketika memakan buah yang manis itu , dia mengakui buah dari benih yang mereka rawat bersama adalah buah paling manis dari buah yang pernah ia rasakan. Dia tak pernah meragukan , bahwa semuanya karena air mata yang telah Rizal tumpahkan untuk pohon itu.
Sepanjang perjalanan , air matanya terus mengalir menemani kesendiriannya.
Tapi tak butuh waktu lama. Zahra menemukan hutan, banyak pohon tumbuh disana , ada mata air yang terus mengalir tak pernah berhenti. Dia menyadari bahwa di dalamnya belum tentu dia mendapatkan buah yang lebih manis. Tapi, dia memasukinya , tak perduli hutan itu gelap dan bahaya yang mengintainya, dengan tekad kuatnya ia memasukinya dan menetap untuk selamanya.Dan Rizal , masih sibuk mengumpulkan puing-puing pohon yang tersisa, serta beberapa sisa pupuk yang sesekali masih bisa ia hirup aroma senyum manisnya. Dia hendak membakar dirinya bersama puing-puing pohon besar itu.
Air mataku sudah mengering, tapi senyummu tetap abadi.
......... Ihn ........
Kry,14 oct 2019