***
Entah ada angin apa, Wally tiba tiba meminta maaf tentang segala hal yang sudah ia sembunyikan. Ia mengakui segala kesalahannya sedangkan Rury hanya tampak berdiri diam di pekarangan depan rumahnya selagi mendengarkan. Meski bola matanya sedikit bergetar, ia tetap berusaha kuat untuk tidak terlihat lemah."Eum, Lie. Tidak bisakah kita bicarakan sambil minum kopi? Aku sedang ingin kopi."
Wally menangkap ketidaknyamanan di mata sang kekasih.
"Baiklah. Kita beli di kafe biasa."
Mereka memasuki kafe kecil di persimpangan rumah Rury. Rury hanya tak mau bila sang ibu atau kakaknya mendengar percakapan mereka. Ia tak mau mengubah pandangan keluarganya terhadap sang kekasih.
Rury berdiri di depan kasir dan satu telunjuknya diletakkan di atas bibirnya. Ia tengah bingung ingin membeli apa.
"Ah! Aku ingin itu! Mango Smoothie dengan topping ice cream!"
Rury berucap riang dan menunjuk ke atas tepat di mana gambar pilihan minuman yang ia inginkan terpampang jelas. Di sisi kanannya ada Wally yang menatap bingung Rury. Tidak. Mungkin ia tidak sedang menatap Rury, tapi ia sedang berusaha menangkap sesuatu hal lain yang membuat dirinya menjadi sedikit bingung.
Rury membawa minumannya ke meja di sudut sana. Diikuti Wally yang tidak membeli apapun.
"Kau selalu goyah saat melihat ice cream, sayang."
Rury tersenyum sambil sibuk meminum dan memakan habis topping ice cream vanila kesukaannya.
Wally tiba-tiba meraih jemari Rury guna mengalihkan atensi wanitanya. Dah hal itu pun berhasil. Rury menatap kekasihnya dengan raut wajah serius.
"Maafkan aku sayang. Aku tahu aku sering menyakitimu."
"Aku selalu memaafkan mu, Lie."
Wally tertunduk. Ada sesuatu yang bergemuruh hebat di dalam dadanya. Ia menyesal. Ia juga merasa sakit setiap kali melihat wajah sang kekasih yang selalu memasang senyum palsu untuk menutupi kegundahannya. Wally hanya terlampau hapal akan semua sifat dan karakter yang ada pada diri Rury.
Wally mengangkat kepala. Menatap lurus sepasang obsidian sang kekasih. Jemarinya pun meremat erat milik sang kekasih.
"Aku masih sering bertukar chat dengan perempuan lain. Dan bahkan saat bersama temanku, aku masih sering menggoda perempuan lain dan akhirnya mereka berakhir menyukaiku."
"... It's ok. I know your enchanment."
Disana Rury masih tersenyum manis dan itu membuat Wally terenyuk.
"Maafkan aku sayang. Aku tak akan bermain-main seperti ini lagi. Aku sudah beruntung memiliki dirimu yang begitu tulus menyayangiku dan membuatku menjadi sempurna. Tetapi aku malah menyakitimu lagi dan lagi. Maafkan aku."
Rury berjalan dan duduk di sisi kiri Wally yang tengah menunduk. Ia meraih wajah sang kakasih dan menatap mata itu sejenak. Satu tangan bebasnya mulai membelai lembut surai legam itu lalu beralih mengecup singkat ujung bibir kekasihnya kemudian ia tersenyum sebelum akhinya ia meyakinkan sang kekasih bahwa ia tidak apa apa.
Rury hanya tak ingin membatasi Wally. Ia hanya ingin kekasihnya bahagia dan nyaman bila berada di sisinya. Sungguh bukan tipikal perempuan pada umumnya.
***
"Lie, aku rindu keluargamu. Bisakah kita ke sana?"
Rury menggoyangkan tangan kekasihnya yang sedang berkutat dengan ponselnya.
"Nanti saja. Kalau ke rumahku, kau pasti mengeluarkan banyak uang untuk membelikan mereka sesuatu."
"Tapi Lie...,"
Wally meletakkan ponsel di sisi kiri tubuhnya. Ia menatap sang kekasih dan mengamit lengannya untuk dibelai.
"Nanti saja sayang."
Rury mencebik. Sudah selama 4 bulan Rury tidak bertemu keluarga sang kekasih. Ia sangat rindu. Selama itu pula, hanya Wally yang rajin menghampiri Rury di rumahnya setiap weekend. Wally hanya tak mau kekasihnya mengeluarkan banyak uang. Karena tiap kali berkunjung ke rumahnya, wanitanya itu selalu saja membelikan yang macam-macam untuk adik, ayah, ibu, kakak, bahkan sampai keponakannya. Entah ia membelikan makanan, mainan, baju, atau hal lainnya. Dan kalian tahu bahwa itu membutuhkan uang yang tak sedikit.
Rury masih merengut dan bibirnya otomatis membulat lucu. Ia sedang merajuk pada kekasihnya.
"Hei, ayolah sayang. Kondisi keuanganmu sedang buruk dan aku tahu itu. Bersabarlah. Setelah semuanya membaik kau boleh berkunjung ke rumahku seperti biasa."
Wally mendekat. Ia memeluk tubuh mungil wanitanya dari samping. Memberikan sedikit ketenangan di sana dan Rury membalas pelukan itu dengan sesekali membisikkan kata kata manja yang membuat kekasihnya itu tersenyum.
To Be Continued
Hai reader(s)!
Kalo kalian suka bisa bantu vote cerita ku ya!
Dan klo ada kritik dan saran bisa komen aja
Makasih ^^
Typo? Komen aja, langsung dibenerin ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak [END]
Teen FictionKamu, Aku, dan Kita. Kamu yang begitu memesona dan aku yang begitu mengagumi. Tak ayal kita ini bagai sepasang burung merpati. Bedanya kamu bebas dan aku terjebak di dalam sangkar. Terjebak LumiLan [Titin Wulandari] Selamat membaca! #15 - terjebak...