Prolog

29 2 0
                                    

Malam yang sunyi dan mencekam. Bintang seakan bertaburan memenuhi langit sejauh mata memandang. Bulan purnama yang sempurna mengalahkan cahaya gemerlapnya bintang. Bayang-bayangan yang sedikit memudar setiap kali derap kaki melangkah. Pohon-pohon serta rerumputan saling membisiki, didampingi serangga kecil. Api di  lentera kecil tampak tergerak-gerak di hembuskan angin malam. Langkah gontai nan lemah terus melangkah. Seorang diri, berteman sepi. Semesta takkan membantah bahwa di setiap langkah itu ada tekat kuat. Menara-menara megah mulai tampak, tinggi menjulang. Semakin cepat ia melangkah. Terlihat pula tembok-tembok panjang membentengi menara serta bangunan indah itu. Ia semakin takjub.

Luar biasa. Mata lentiknya mengercap beberapa kali. Langkah dicepatkan satu ritme. Diperbaiki bungkusan yang digendongnya. Bangunan itu masih begitu jauh. Tak kuasa rasa letih lebih meraja pada raganya. Itu bukan masalah, ia tetap gembira. Dua sudut bibir dekil itu sedikit terangkat, membentuk senyuman kecil. Debu-debu beterbangan dibawakan angin malam. Dihalaunya debu itu dengan tangannya. Gemerisik dedaunan bergesekan dihembuskan angin seakan ikut menyemangatinya. Keringat bercucuran bercampur debu. Langkah demi langkah terlewati. Bermil-mil jauhnya terselami. Berhari-hari, bahkan menyentuh bulanan waktu perjalan. Umurnya yang baru menginjak masa remaja, tak membuatnya lemah.

Ia memasuki gerbang kota yang ditatap aneh oleh dua pengawal, tapi mereka membiarkannya masuk. Ia tak peduli. Dipandangi setiap seluk beluk kota yang di lewati. Begitu ramai. Lampu-lampu bergemerlapan warna-warni. Tak pernah ia jumpai di desa kecilnya. Orang begitu ramai menyesakkan, anak-anak kecil berlarian tertawa riang. Lentera warna-warni pun tampak unik menghiasi pinggiran jalan. Transaksi jual beli masih berlangsung baik. Beberapa penyair tampak melantunkan lagu-lagu dan syair. Malam semakin mencekam tak sedikitpun mengusik para penduduk kota. Gadis itu masih terus melangkahkan kakinya. Beberapa kereta menawarkannya naik, tapi ia tolak halus. Ia belum mengenal baik orang kota. Kata teman-temannya di desa orang kota kasar dan licik. Gendongan dipindahkan ke bahu kirinya, makin terasa berat saja. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah bangunan yang besar dan megah. Bangunan yang dikelilingi oleh banyak menara yang menjulang tinggi dan kokoh. Istana kerajaan.

"Berhenti!!" Seru seorang penjaga istana.

Kedua penjaga itu menyilangkan tombak, menghalangi gadis itu masuk.

Gadis itu menghirup nafas panjang dan menghembuskannya pelan. Di jalanan tadi sangat banyak godaan dari para lelaki yang tidak baik. Disekanya peluh yang bercucuran bercampur debu di keningnya. Pandangan kedua penjaga menatapnya tajam, menyelidiki. Tangan mungilnya menerogoh saku jubahnya kumalnya. Ia membuka balutan kecil berisi kalung berliontin setengah hati dan bintang di gapit oleh permata merah delima. Ditampakkan kepada dua pengawal tersebut.

Kedua pengawal itu saling bertatapan, sangat terkejut. Namun, mereka berusaha untuk bersikap normal. Bagaimana barang yang begitu berharga ini ada padanya...

"Yang di atas buka gerbangnya!!" Teriak seorang pengawal.

Gerbang terbuka berlahan.

"Nona silahkan masuk..." ajak pengawal yang satunya.

Gadis dan dua pengawal itu memasuki gerbang. Terlihat dua pengawal itu berbicara dengan pengawal lain. Dua pengawal lain mengganti dua pengawal sebelumnya menjaga gerbang.

"Nona, siapa yang ingin Anda temui?" Tanya pengawal tersebut.

"Raja Zeguc," ucap gadis itu singkat seraya mendongakkan kepalanya, kemudian menundukkan kembali.

"Oh, baik. Mari kami antar..."

Gadis itu mengangguk singkat. Mereka berjalan menyusuri jalan menuju bangunan utama dengan arsitektur Romawi kuno dengan banyak sentuhan ukiran-ukiran indah serta pahatan. Di kanan-kiri sepanjang jalan terdapat banyak pualam-pualam kaca dan keramik, juga beberapa patung dengan bahan yang sama. Gadis itu begitu terpana melihatnya, ia yakin harga barang-barang tersebut melebihi seribu keping emas.

"Apakah nona ini..." bisik salah satu pengawal yang masih terdengar. "Belum pernah aku melihat orang luar yang membawa liontin itu, bahkan anggota kerajaan hanya beberapa orang yang memilikinya."

"Huush... jaga bicaramu! Kita tidak berhak berbicara."

Mereka berhenti di depan sebuah pintu besar dengan ukiran tanaman dan bunga.

"Nona mohon tunggu sebentar."
Salah satu pengawal mendorong pintu dan masuk.

Mereka menunggu sejenak. Tak lama kemudian pintu terbuka lebar menampakkan ruangan seperti aula besar dan begitu megah. Di langit-langit terdapat lampu kristal warna-warni yang sangat indah, juga lukisan dengan gaya klasik.

"Silahkan masuk, nona."

Gadis itu melangkahkan kakinya, masuk ke dalam ruangan yang serba megah itu. Matanya terus menatap takjub. Ia melihat seseorang lelaki duduk di atas singgasana kemewahannya dengan tubuh sedikit ringkih, namun tak menghilangkan wibawa dan perkasa. Tampak jelas bawah wajahnya memikul banyak beban.

"Hormat kami yang mulia Raja Zeguc. Semoga panjang umur dan diberkati." Kedua pengawal itu langsung bersimpuh

"Siapa yang kau bawa?" Tanya sang raja langsung pada intinya.

"Nona..." panggil seorang pengawal

"Hormat hamba yang mulia Raja" gadis itu sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Angkat wajah mu!" Titah sang Raja.

Gadis itu berlahan mengangkat wajahnya.

Raja menatap wajah itu lekat dan tajam. Sejenak kemudian raja mengedarkan pandangannya kepada permaisuri dan para menteri serta penasehat kerajaan. "Ini sudah larut, kalian semua istirahatlah!" Seru sang raja dengan penuh wibawa.

Permaisuri, para menteri dan penasehat berpamitan, walau di hati terdalam mereka bertanya siapa gerangan gadis Kumal ini.

"Apa yang kau bawa?"

Gadis itu tidak banyak berbicara ia langsung mengeluarkan sebuah bungkusan kecil di serahkan kepada pengawal tadi yang kemudian di serahkan kepada raja.

Sang raja tersentak, ia begitu terkejut. Raja pun berdiri dari singgasananya. "Apakah ada pesan?"

Gadis itu mengangguk. Dikeluarkannya segulung papirus yang sedikit lusuh dari sakunya.

Raja mengambil papirus tersebut dengan tangan sedikit bergetar. Membuka gulungannya.

Aku membawanya padamu. Jaga dan lindungilah.

-Aku, kita, kau.

Raja Zeguc tercengang. Ia dekap erat papirus tersebut ke dadanya. Dilirik kedua pengawal setianya, "apa pun yang kalian lihat dan dengar tutup mulut ketika beranjak dari sini!"

"Sesuai titahmu yang mulia," Jawab kedua pengawal itu serempak.

Sang Raja beralih memandangi gadis itu lekat. Pandangan hangat.

👑👑👑

Assalamualaikum gaaaiiss!!!
Gimana mau di lanjutin gaa, komen+vote dong biar aku semangat gituu...

Semangat selalu yaa and jan lupa bahagia selalu...😗😘😘

Athena & AzeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang