#2 Belum benar-benar selesai

1K 96 11
                                    

Gak janji Update Cepat. Tapi di usahakan ya.

INGAT :
Vote dan Komentar kalian di lapak ini jadi vitamin tersendiri untuk author.

Adisty terbangun dengan keringat yang bercucuran. Sedetik kemudian ia menangis histeris. Kejadian yang sama,yang setiap hari ia lalui ketika terbangun dan akan berangkat kuliah adalah menangis histeris.

Kejadian lima tahun lalu benar-benar membekas di hatinya. Ia masih ingat, bagaimana ia terbangun di dalam kamar yang dipenuhi peralatan kedokteran di dalamnya. Bagaimana ia melihat helaan nafas lega kakaknya, Adisty bingung selama seminggu sadar ia hanya menemukan kakaknya dan juga Baskara. Tidak ada orang lain. Sampai akhirnya ia menanyakan keberadaan adik dan kedua orangtuanya kepada Adimas.

"Adit masih ada di swiss. Dia sedang menuntaskan sekolahnya." Jawab Adimas kala itu.

"Sedangkan mama dan papa," hening cukup lama karena Adimas tidak kunjung menjawab. "Mama dan Papa meninggal satu hari tepat dinyatakan kamu kritis." Lanjutnya dengan suara parau.

Saat mendengar itu, Adisty sungguh tidak tau lagi. Bahkan untuk sekedar mengeluarkan air mata, ia tak mampu. Namun dibalik semua itu, ada sesak yang begitu mendalam. Ada sesak yang mati-matian  ia pendam. Hancur. Hatinya sangat hancur kala itu.

"Lalu dimana Gada bang?" Tanyanya lagi dengan suara yang agak bergetar.

Dilihatnya Adimas yang menghela nafas panjang, sebelum akhirnya menjawab.

"Gada pergi bersama Ghea, beberapa saat setelah bayi kamu dinyatakan tidak bisa selamat."

Sungguh kalimat terakhir Adimas semakin menghancurkan hatinya. Menusuknya lebih dalam. Tidak ada kesakitan yang lebih sakit, selain ditinggalkan dengan sengaja ketika sedang kehilangan.

Hari itu, hari dimana Adisty mengetahui semuanya. Orangtuanya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Bayinya pun turut dibawa serta. Dan Anggada juga pergi membawa sebagian dari hatinya.

 Dan Anggada juga pergi membawa sebagian dari hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Malam itu Adisty tidak kembali tidur. Matanya enggan untuk sekedar diajak terpejam. Adisty tidak menangis. Ia sudah terbiasa dengan mimpi-mimpi itu. Adisty sudah tidak setakut dulu. Hanya saja mimpi itu membuatnya tidam tenang. Selama 5 tahun belakangan, Adisty mulai datang ke psikiater ditemani Adimas, kadang Baskara. Selama lima tahun belakangan Adisty juga belum bertemu secara langsung dengan Adit. Keduanya hanya mengobrol lewat Video Call, sempat Adisty ingin menyusul kesana, namun Adimas melarangnya. Adimas bilang, Adit akan lanjut kuliah disini ketika ia lulus sekolah, di universitas yang sama dengan kampus dimana Adisty menimba ilmu.

Saat ini Adisty sudah menyelesaikan kuliahnya, hanya tinggal wisuda saja sebenarnya. Hanya saja ia berjanji dengan Cloe, sahabatnya, agar mereka wisuda bersama. Jadilah seperti ini. Meskipun belum memegang ijazah, Adisty sudah bekerja. Ia membantu Adimas melanjutkan perusahaan kedua orang tua mereka tentu saja. Bedanya Adisty hanya dua kali dalam seminggu ke kantor. Adisty juga sedang meneruskan bisnis mamanya, Salon dan juga butik, dibantu dengan Cloe tentu saja. Karena dari awal Adisty memang tidak minat dibidang itu.

Adisty hanya minat dibidang kuliner. Berbicara soal kuliner, resto dan cafe nya di indonesia di kelola oleh Grace. Mengingat Grace, membuat Adisty tersenyum. Kedua anak Grace sungguh tampan. Adisty tidak mengingat namanya,karena ia hanya melihat bayi itu melalui video call dan foto yang dikirim Grace. Belum lagi Gisella, bayi perempuan yang diangkat anak oleh Grace.
Gisella lahir seminggu sebelum kecelakaan itu terjadi. Ibunya, yang kebetulan tetangga satu apartemen dengan ku meninggal dunia,tepat seminggu setelah kecelakaan itu terjadi. Karena kasihan, Adimas berniat mengangkatnya, namun karena si bujang lapuk itu tidak berpengalaman dalam mengurus bayi, akhirnya Grace berniat menggantikan, dibantu dengan Bi Shani pastinya.

Kadang Adisty sangat iri. Mengurus tiga bayi pasti susah. Tapi pasti menyenangkan juga.
Andai bayinya masih ada. Mungkin Adisty tidak akan sesedih ini.
"Ngelamun aja," ujar seseorang yang menyadarkan Adisty dari lamunannya.

Adisty memutar bola matanya malas, "Ganggu." Gerutunya.

"Jangan ngelamun. Kesambet lo." Sahut pria itu sembari terkekeh pelan.

"Ngapain kamu pagi-pagi kesini?" Tanya Adisty sewot.

"Numpang makan dong."

"Heh, Duda karatan kayak kamu,gak baik ngapelin anak perempuannya orang." Jawab Adisty malas.

Tanpa menghiraukan keberadaan Baskara, Adisty melanjutkan acara memasaknya. Selang beberapa menit dilihatnya Adimas yang baru turun dari kamar.

"Eh,bro, masih pagi juga." Sapa Adimas pada Baskara.

"Gak apa-apa, sekalian numpang makan. " sahut Baskara jumawa.

"Abang mau kemana?" Tanya Adisty tanpa menghentikan aktifitasnya.

"Mau survey tempat sebentar, kamu menemui Valeria sendiri, bisa?" Tanya Adimas memastikan.

"Bisa. Aku bisa minta antar Cloe, abang tenang saja." Jawab Adisty sembari tersenyum.

Keduanya berjalan beriringan memasuki sebuah pusat perbelanjaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Keduanya berjalan beriringan memasuki sebuah pusat perbelanjaan. Baru saja Valeria mengabari Adisty bahwa wanita itu ada kepentingan mendadak,untuk itu Terapi yang Akan Adisty jalani di undur hingga dua hari mendatang. Karena sudah berada di pusat kota, alan sangat tanggung untuk kembali ke apartemen. Untuk itu Cloe mengajak Adisty jalan-jalan ke pusat perbelanjaan.

Keduanya tampak ceria,hingga tatapan mata Adisty menangkap sepasang suami istri yang sedang berbahagia. Sang suami tengah mengelus perut sang istri yang membuncit. Melihat itu,tanpa sadar Adisty ikut mengelus perutnya. Pandangannya menerawang, dulu,pernah ada sebuah nyawa di perutnya. Tanpa sadar Adisty menitikkan air mata. Hanya setetes sebelum ia menghapusnya. Cloe menghampiri dan menarik tangannya pelan.

"Sudah jangan dilihat, kita disini untuk bersenang-senang." Ujar Cloe dengan logat bulenya.
Adisty menghela nafas kemudia menganggukan kepala. Keduanya kembali berjalan, keluar masuk beberapa toko dan mengobrolkan banyak hal. Sangking bersemangatnya hingga tanpa sadar Cloe menabrak seorang wanita yang berjalan di depannya hingga barang wanita itu terjatuh. Dengan sigap Adisty membantu wanita itu dan menyerahkan barang bawaannya.

"Sorry.." belum tuntas Adisty berbicara, ucapannya terhenti begitu saja.

"Adisty." Panggil wanita itu lirih.

 

Matanya terbelalak, Adisty dengan tak sabar menjatuhkan barang-barang itu kembali, ia berlari meninggalkan Cloe dan keluar dari pusat perbelanjaan.
Ia tidak siap. Sungguh. Adisty tidak siap. Bagaimana bisa, ia bertemu dengan wanita itu di sini. Di Inggris. Setelah sekian lamanya. Bagaimana bisa. Sungguh ia tidak siap bertemu dengan Ghea.

Kenapa dia ada disini?

Tbc
21 Agustus 2021

Here Without You (TnM-2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang