Hari ini mata hujannya begitu teduh dan menenangkan. Dengan senyum hangat pada siapa saja yang menatap kagum padanya. Gerai rambut pendek coklat tua dan pembawaan yang hangat selalu jadi pembahasan yang menarik untuk dibicarakan. Entah bagaimana, orang-orang selalu dibuat jatuh cinta.
Bahkan sesederhana ia duduk ditengah-tengah forum dengan gaun putih pendek seperti sekarang.
"Sebelumnya, saya ingin mengucapkan terima kasih pada teman-teman sekalian yang bersedia hadir di pameran saya yang berjudul 'Ujung Rebah' kali ini. Juga untuk teman-teman staff saya yang sudah dua hari tidak pulang saking sibuknya, terima kasih banyak. Seperti biasa, hasil dari pameran ini akan disumbangkan untuk teman-teman "Different and Possible" dan anak-anak yang putus sekolah."
Seorang gadis yang berdiri paling ujung belakang mengangkat tangannya.
"Ya?"
Gadis dibelakang sana meraih microphone yang baru saja diberikan oleh panitia.
"Selamat siang, semuanya. Selamat siang, Kak. Perkenalkan nama saya Alinea. Saya mau nanya, kak- sederhana saja, why should "different and possible" i mean-kan orang-orang biasa menyebutnya- maaf, penyandang disabilitas. Terima kasih."
"Halo, Alinea! Aku Renatta Dewangsa, terima kasih sudah datang ke pameranku kali ini. Kadang-saya bertanya-tanya, bagaima teman-teman sekalian melihat saya? Orang cacat?"
Natta menggeleng dengan senyum manis dibibirnya, "Tidak, saya tidak cacat. Saya hanya nggak bisa jalan. Tapi bersama kursi roda saya ini, bukan berarti saya nggak bisa melakukan apa-apa. That's why i call "different and possible". Kami kelihatan beda, tapi kami selalu bisa membuat sesuatu menjadi mungkin."
Sama seperti Natta, orang-orang disana melemparinya dengan simetris hangat dibibir. Merasa bahwa yang dikatakan perempuan 24 tahun itu memang benar adanya. Di dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin.
Kemudian perempuan itu mendorong kursi rodanya ke sebelah kanan. Pas sekali saat angin yang menerobos jendela menerbangkan rambut di atas bahunya.
"Ada suatu kejadian yang kadang takut sekali untuk saya bicarakan. Sebuah kejadian yang membuat semuanya tidak lagi terasa sama. Pertama kali tahu saya tidak lagi bisa berjalan, orang tua saya histeris. Mama saya sedih sekali waktu itu, hampir satu minggu nggak napsu makan. Papa saya kelihatan tegar, tapi sebenarnya papa saya jauh lebih kacau dari mama saya. Jelas! Anak perempuan semata wayangnya tiba-tiba divonis tidak bisa berjalan seumur hidup. Ada banyak sekali kekhawatiran yang muncul. Masa depan saya berubah menjadi pertanyaan-pertanyaan aneh; bagaimana dengan pendidikan saya, bagaimana pergaulan saya setelah keadaan saya begini, siapa laki-laki yang mau menikahi perempuan seperti saya?"
Masih dengan senyum dibibirnya, Natta menggerakkan kursinya ke sebelah kiri.
"Sejak saat itu semuanya berubah. Saya berhenti kuliah, minder sama teman-teman saya. Beberapa teman-teman saya entah kemana, mereka tiba-tiba menghilang. Tapi saya paham, mungkin keadaan mereka sama sulitnya dengan saya saat itu. Teman saya satu-satunya hanya kakak saya, untuk itu saya berterima kasih sekali dia sudah dilahirkan ke dunia ini. Jadi saya tidak merasa sendirian lagi."
"Dulu waktu pertama kali masuk kuliah, saya bilang ke papa saya kalau saya pengin sekali jadi insinyur. Jadi saya ambil jurusan teknik sipil. Tapi sekarang saya nggak bisa meneruskan mimpi saya. Lalu bagaimana? Teman-teman, selalu ada jalan. Ada banyak sekali mimpi di dunia ini. Ketika kalian tidak bisa mewujudkan satu mimpi, kalian bisa membuat mimpi-mimpi yang lain. Seperti apa yang saya lakukan sekarang."
Setelah berhenti bicara, Natta melihat gadis yang bertanya padanya terlihat gemetaran dengan mata berlinang. Saat Natta tersenyum sekali lagi, si Alinea mengangkat tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Natta✔
Novela Juvenil[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 1 Kadang Natta bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kenapa dia masih bersedia pacaran sama Jeno Setyo Novanto yang jelas-jelas lebih peduli sama sahabatnya; Pamela alih-alih dirinya sebagai pacar. Sebagian orang pikir m...