2.3

1.4K 85 16
                                    

jadilah wise readers dengan selalu meninggalkan jejak berupa vote dan comment sebagai bentuk respect kepada author.

also, add this story to your library agar mendapatkan pop-up notifikasi saat update.

and..
enjoy your precious time, bb💚

♥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUHO POV

Berdiri seorang diri di sebuah ruangan putih. Kosong. Sunyi. Senyap. Suara angin bahkan tak dapat tertangkap oleh indera pendengaranku. Yang bisa aku lakukan hanya terdiam bingung karena tak mampu menemukan jawaban dari pertanyaanku sendiri.

"Dimana aku berada?"

Beberapa detik kemudian, nampak sebuah cahaya bersinar menyilaukan mata dari kejauhan. Perlahan, langkahku pun langsung mengikutinya tanpa di komando. Bergerak mendekat dan menemukan siluet dua orang yang tengah terduduk di sebuah kursi taman.

Saat kurasakan jarak yang menyekat tubuhku dengan kedua bayangan itu mulai sirna. Nafasku mulai terasa berat, tersengal menyaksikannya. Mereka, dua orang yang paling berharga dalam hidupku terlihat sedang berbagi tawa bersama disana. Irene memangku Hyerin seraya mengusap rambutnya penuh sayang. Pemandangan ini membuatku tercekat.

“Bunda, Hyerin ingin bertanya.”

"Apa sayang?"

“Kenapa Ayah membenci Hyerin, Bunda?”

"Hyerin sayang, Ayah tidak pernah membencimu." Aku hanya mampu membatin.

“Hyerin pikir setiap orang tua pasti akan memberikan perhatian mereka sebagai bukti cinta pada anaknya, selayaknya yang Hyerin lihat selama ini. Contohnya saja om Taeyong dan tante Jennie yang selalu meluangkan waktunya untuk Eunwoo sesibuk apapun mereka di kantor. Ataupun om Chanyeol dan tante Wendy yang tak pernah absen untuk memberikan kecupan selamat malam kepada Nayeon sebelum tidur. Tetapi, tidak dengan Ayah. Ayah malah mengacuhkan Hyerin seolah tubuh Hyerin transparan seperti casper. Mungkin rasa cinta Ayah kepada Hyerin tak lebih besar dari sebiji kacang tanah,”

Irene hanya tersenyum sekilas sebelum menanggapi perkataan Hyerin.

“Itu hanya ada dalam pikiranmu saja, sayang. Seorang Ayah tidak mungkin membenci anaknya. Kalau ini disebabkan karena sikap Ayah selama ini, Bunda yakin pasti Ayah mempunyai alasan tersendiri kenapa Ia melakukannya,” kulihat Irene mengecup puncak kepala Hyerin dengan sangat lembut.

eternity - suho, ireneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang