Enam

10.3K 1.4K 127
                                    

Latihannya di kampus kemarin gagal total. Keisya dan Arcueid hanya berhasil memainkan tiga lagu. Bless The Broken Road sebagai lagu pemanasan sebelum latihan, dua lainnya dari buku Suzuki Violin. Selebihnya, dia malah diajari main blues menggunakan gitar oleh seorang lelaki. Sepulangnya dari kampus, barulah Keisya latihan berjam-jam hingga kurang tidur.

Keisya mengecek jam lewat layar ponsel. Sudah pukul sepuluh lewat sepuluh. Akan tetapi, pintu studio umum Klub Musik masih tak tersentuh. Dia melihat ke sekelilingnya kemudian meringis. Terdapat puluhan anak yang bernasib sama dengannya. Berlagak tanpa daya dengan sorot mata yang kosong. Keisya bertanya-tanya apakah mereka sudah mendengar gosip audisi tahun ini. Apa mereka sudah tahu bahwa ketua Klub Musik juga akan ikut menyeleksi? Hal ini berarti berbeda dengan tahun lalu, di mana peserta hanya diaudisi oleh Divisi Talenta.

Tadinya Keisya tidak percaya dengan yang Mimi katakan tentang gosip audisi tersebut. Namun, ketidakpercayaannya mendadak lenyap saat melihat pintu studio umum dibuka oleh seorang lelaki berambut dikucir. Keisya ingat betul kalau itu adalah Odi, ketua klub yang menerima formulirnya saat rekrutmen. Keisya meneguk ludah dengan susah payah. Ini gila. Mimi memang mahasiswi Jurnalistik sejati.

Odi pun diikuti oleh segelintir orang di belakang—yang Keisya duga adalah anggota-anggota Divisi Talenta. Selang beberapa detik, seseorang muncul dari koridor yang berlawanan. Seorang lelaki tinggi dengan sebuah gitar di tangannya. Seseorang yang baru dikenalnya kemarin.

Devan berhenti di depan pintu studio umum untuk mengecek ponsel sebentar.

Kelopak mata Keisya mengerjap. Apa yang Devan lakukan di sini? Ikut audisi? Apa dia berubah pikiran? Hampir saja Keisya meneriakkan namanya. Namun, hal yang lelaki itu lakukan selanjutnya membungkamnya maksimal. Devan memelesat ke dalam studio umum. Suara pintu terkunci terdengar kemudian.

Jantung Keisya kini seolah-olah berhenti.

Jadi Devan salah satu pengurus? Telapak tangan Keisya makin basah lantaran otaknya masih belum bisa mencerna fakta tersebut. Keisya berharap di dalam sana tidak terjadi momen buruknya. Dia berharap omongan Mimi tentang bakat mempermalukan diri sendiri tidak terjadi. Kemudian, lengannya memeluk Arcueid erat-erat.

***

"Keisyana Adora." Seseorang memanggil dengan lantang.

Jantung Keisya berdetak cepat. Kakinya melangkah menuju studio umum. Ketika masuk ruangan, Keisya langsung melirik Devan sepintas. Lelaki itu tidak terlihat kumal dan kelaparan seperti kemarin, tetapi lengkungan hitam di bawah matanya tetap terlihat jelas. Devan juga tidak seperti orang yang dikenalnya kemarin. Ekspresi wajah lelaki itu tidak selunak seperti mereka bertemu. Tidak lagi hangat. Tidak lagi menyenangkan.

Keisya mengedarkan pandangan. Dia memperhatikan mereka semua yang ada di hadapan. Ada enam orang yang akan mengujinya. Devan, Odi, dan satu orang lainnya duduk di depan, sedangkan tiga lainnya duduk di belakang. Mereka semua menatapnya lekat-lekat. Keisya merasa seperti kelinci malang yang siap dimangsa ular-ular beringas. Ke mana perginya kehangatan sewaktu mereka berada di acara rekrutmen?

Keisya mengalihkan fokus lagi. Dia mengernyit ketika melihat ada sebuah kamera DSLR yang terpasang di tripod mengarah padanya. Sejak kapan audisi klub-klub kampus direkam kamera?

"Tenang aja. Enggak usah peduliin kamera itu," kata Odi yang seperti menyadari reaksinya. "Tapi, sebelum ini lanjut, gue mau tanya dulu. Lo keberatan enggak penampilan ini direkam? Enggak ada niat apa-apa sih, cuma buat direviu ulang. Sebentar lagi kompetisi makin banyak. Kami pengin punya anggota baru yang tepat. Pertama itu. Kedua, Divisi Media punya program kerja bikin akun YouTube buat klub ini, jadi kemungkinan audisi ini bakal dibikin semacam video singkat."

When You're Lost in Blue NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang