Semua ini di mulai ketika Nyonya Miran pertama kali memergoki hubungan terlarang kami di kamar rumah sakit tempatku di rawat dulu, lalu setelah itu aku di usirnya dari rumah besar mereka, di lemparnya seluruh pakaian dan barang barangku keluar rumah tanpa peduli apakah itu akan menyebabkannya rusak atau tidak.
Pada saat itu aku hanya bisa menangis dengan perasaan penuh penyesalan. Ya aku sadar aku memang yang paling salah di sini, karena secara tidak langsung aku yang telah merebut suaminya. Jadi pantas pantas saja jika Nyonya Miran melakukan semua hal itu terhadapku yang hina ini.
Nyonya Miran kalap. Ia terus menjambaki rambutku dan menamparku habis habisan, dan tentu saja saat itu aku hanya bisa diam, aku terus menunduk dan terus menangis. Chanyeol pun tidak bisa melakukan apa apa, karena Nyonya Miran menyuruh dua security di rumah untuk menahannya yang sedang berontak agar tidak menghampiriku yang kini tengah ia siksa habis habisan.
Chanyeol berteriak kala melihat rambut belakangku di tarik Nyonya Miran dan di ludahinya wajahku yang sudah penuh dengan memar ini tepat di bagian hidung.
Aku hanya bisa mengernyit menutup kedua mata.
Namun sebelumnya aku bisa melihat jika bibi Kyunghee dan Kyungsoo yang berada jauh di belakang sana kini tengah menangis ketika melihat keadaanku.
Saat itu aku hanya berdoa kepada Tuhan, semoga Nyonya Miran tidak menendang atau melakukan sesuatu di bagian perutku. Dan beruntungnya hal itu tidak terjadi.
Karena setelah ia puas membuat babak belur seluruh wajahku dengan pukulan dan tamparannya yang berkali kali, ia mendorong kepalaku dan pergi begitu saja seraya menyuruh kedua security itu untuk membawa paksa Chanyeol ke dalam rumah mereka. Bibi Kyunghee yang sedari tadi hanya menangis pun tidak bisa melakukan apa apa, ia dan Kyungsoo mengikuti Nyonya Miran kembali masuk ke dalam dengan melambaikan tangan, tanda perpisahan terakhir kami.
Aku mengernyit saat menyentuh luka lebam yang berdarah di sudut bibirku. Namun setelah itu aku beralih untuk segera bergegas membenahi seluruh barang dan pakaianku yang berserakan dengan tergesa. Aku hanya tidak ingin terlalu lama di sini, aku tidak ingin jika Nyonya Miran kembali keluar untuk mengecek dan melihatku masih berada di halaman rumahnya.
Setelah semuanya sudah masuk ke dalam tas lusuh yang satu satunya kumiliki, aku memutuskan untuk berjalan meski dengan langkah yang sedikit tertatih tatih, keluar dari pagar tinggi yang menjadi pembatas antara rumah besar mereka dengan dunia luar.
Dunia luar yang asing, yang setelah sekian lama tidak pernah kusinggahi.
Siang berganti malam. Dan itu waktunya untuk angin malam datang dan mulai berhembus, mengusikku dengan masuk lewat celah celah serat pakaian tipis yang ku pakai.
Gigiku mulai bergemelatuk akibat menggigil, sungguh aku amat sangat kedinginan saat ini.
Juga kebingungan, entah tempat macam apa yang harus ku tempati untuk melewati malam yang dingin ini. Rasa rasanya seluruh tulangku saat itu remuk semua, aku tidak bisa berjalan lagi saking lelah dan lemasnya.
Tapi keadaan yang harus memaksaku untuk tetap terus berjalan guna mencari tempat yang aman untuk aku beristirahat nanti.
Setelah lama mencari tempat dan belum juga menemukannya, tiba tiba kepalaku mulai terasa pening, seperti berkunang kunang. Tas yang ku genggam sedari tadi pun terasa semakin berat dari waktu ke waktu, dan membuat peganganku mengendur perlahan lahan.