Aku tidak tau harus memulai ini dari mana. Aku ingin sekali mengungkapkan semuanya, sangat ingin.
Orang banyak mengatakan jika perasaan ini terlarang. Demi tuhan aku pun tidak ingin memilikinya, jika aku harus memilih, lebih baik aku tidak pernah merasakannya seumur hidup.
Tapi aku percaya satu hal. Ini adalah takdir tuhan, dan manusia tidak bisa mengingkarinya.
Semua itu berawal saat aku masih mengais ngais makanan sisa di pinggiran tempat sampah besar di gang pertokoan dan restoran sekitar Itaewon. Saat itu sudah memasuki bulan November dan cuacanya bisa membuat orang menggigil jika keluar hanya menggunakan sweater tipis -dan itu yang kulakukan saat itu-
Mungkin kebanyakan orang akan menghabiskan waktunya untuk berlama lama berdiam diri di dalam ruangan yang menggunakan pemanas udara dan meminum segelas cokelat panas di udara yang dingin seperti itu.
Dan seperti yang kalian tebak. Benar, aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Aku bahkan tidak memiliki rumah, aku hidup nomaden sejak keluar dari panti asuhan, setiap hari aku hanya terus membawa tas yang berisi pakaian lusuhku dan berpindah pindah tempat untuk mencari sudut sudut toko yang cocok agar nanti malam aku bisa beristirahat.
Saat itu aku yang sedang mengorek ngorek tempat sampah, -berharap menemukan sisa sisa makanan yang di buang oleh restoran- mungkin sedang bernasib sial. Karena tidak ada satu pun makanan yang masih layak untuk di makan, kebanyakan hanya sisa sisa tulang ayam yang sudah dingin akibat suhu dan aku masih cukup waras untuk tidak memakannya.
Dengan suara perut khas orang kelaparan, aku kembali mencari tong sampah di sekitar pertokoan itu.
Sebetulnya badanku benar benar lemas, sudah dua hari ini aku tidak bisa mengganjal perutku. Musim dingin memang menyiksa di tambah nasibku yang gelandangan ini menambah siksaan hidup.
Ketika sedang menyebrang jalan, aku mungkin tidak sadar jika lampu pejalan kaki sudah berada di warna merah lagi. Dan ya aku terserempet mobil dan mulai tidak sadarkan diri, mungkin kepalaku terluka karena masih bisa menghirup bau anyir di udara yang dingin.
Sayup sayup terdengar kerumunan orang yang melingkari badanku, mungkin mereka sedang mengasihaniku saat itu. Sudah gelandangan, tertabrak pula.
"Astaga! Sayang bagaimana ini?!"
Ku dengar suara wanita tepat berada di sisi kanan tubuhku, dan aku bisa merasakan jika ada yang menyentuh pergelangan tanganku dan di tekannya pelan.
"Dia masih hidup. Sebaiknya kita bawa ke rumah sakit."
Setelah itu, aku tidak merasakan apa apa lagi. Dan tidak mengingat bagaimana aku bisa berakhir dengan terbaring di tempat tidur besar, atau tepatnya berakhir di rumah besar yang memiliki pemanas udara di setiap ruangannya. Rumah impian setiap gelandangan sepertiku di musim dingin.
Namaku Byun Baekhyun, dan saat ini aku sudah bukan gelandangan yang dulu harus mengais ngais makanan sisa lagi. Hidupku sudah cukup bahagia, mungkin lebih bahagia dari dulu.
Berat badanku yang dulu hanya 48 kilogram, sekarang berada di angka 58. beratku bertambah karena di tempatku yang baru aku tidak lagi kesulitan untuk mendapatkan makanan.
Kalian pasti penasaran bagaimana kini aku menjalani hidupku. Sebenarnya panjang jika harus di ceritakan, tapi aku akan menjelaskan bahwa setelah aku di bawa ke rumah sakit oleh orang yang menabrakku saat itu -mereka pasangan suami istri- dan memberikan perawatan hingga aku sembuh total. Mereka menanyakan asal usulku dan ku jawab semua pertanyaan itu dengan jujur.