🍂10 tahun lalu🍂
Dentingan bel sekolah tertangkap oleh pendengaran puluhan para siswa/i yang kini tengah berlarian memasuki kelasnya masing-masing. Sementara pada lorong sekolah ada sosok remaja manis yang tengah membawa beberapa tumpukan buku di dalam dekapannya. Ia--Arthit yang saat itu usianya baru menginjak 18 tahun. Masih seperti anak remaja pada umumnya, meskipun bisa dibilang Arthit agak berbeda dan begitu pendiam, bukan karena ia sombong atau lainnya, ia hanya lebih memilih menarik diri pada ketenangan yang sulit untuk orang lain jangkau. Memilih untuk sendiri, bukan karena ia tak mampu berteman, ini hanya tergantung pilihan dan prinsip hidupnya.
Ia melangkahkan kedua kakinya memasuki kelas yang kini sungguh terlihat sangat kacau, banyak anak laki-laki yang mendudukkan dirinya di atas meja dan juga para anak perempuan yang sibuk mengobrol satu sama lain, seperti tak takut pada wali kelas mereka yang akan datang beberapa saat lagi.
Salah satu dari mereka semua menatap ke arahnya dengan angkuh membuat Arthit membalas tatapannya dengan dingin, ia mendekati remaja tersebut, raut wajahnya Arthit tak bersahabat sama sekali, karena dengan tak tahu sopan santunnya duduk di atas mejanya, bahkan ketika melihatnya sosok itu sepertinya sangat meremehkannya.
"Menyingkir dari mejaku."
Tetapi sosok itu tak mau pergi meskipun Arthit sudah mengusirnya, ia justru sibuk bercanda dengan para temannya, sekelompok remaja berandalan sama seperti dirinya yang datang dan pergi ke sekolah sesuka mereka dan selalu melanggar aturan di sekolah. Arthit tak mau dekat-dekat dengan para gerombolan remaja seperti itu, ia tak mau hidupnya yang tenang kini bermasalah.
"Aku bilang menyingkir, kau tuli?"
Sosok itu hanya tersenyum remeh pada Arthit, seolah senang mempermainkan temannya itu, "Aku tidak mau."
Mendengarnya Arthit kesal, ini bukan satu atau dua kali sosok itu mencari masalah dengannya dan kali ini ia mulai muak oleh tingkah lakunya. Ia--Kongpob seseorang yang mengganggap dirinya hebat dan berkuasa, padahal ia hanya sosok siswa berandalan yang bahkan tak mempunyai prestasi apapun di sekolah, sering datang terlambat bahkan tak pernah mengerjakan tugasnya, hingga berakhir dihukum, penampilannya sungguh berantakan, lebih mirip seorang preman daripada siswa SMA biasa.
"Aku ingin duduk, pergilah."
"Jika kau bisa menyingkirkan aku dari sini, silahkan kau duduk."
Akhirnya tanpa aba-aba apapun Arthit mendorong Kongpob hingga ia terjelembab di atas lantai yang keras, banyak beberapa orang yang menatapnya dengan tajam, seolah membencinya karena bersikap kasar, tetapi ini bukan salah Arthit, ini salah Kongpob yang mencari-cari masalah terlebih dulu padanya.
Ia melihat remaja tadi menahan para temannya, meskipun Arthit tak memperdulikan itu dan justru duduk di bangkunya seolah tak terjadi apapun, mengabaikan segalanya. Ia tak pernah sekalipun memperdulikan orang lain, jadi ini bukan hal yang sebenarnya sulit untuk Arthit.
Bisa Ia dengar samar-samar suara Kongpob meminta Tiw--teman yang duduk di belakangnya untuk pindah ke tempat Kongpob yang berada di ujung ruangan, sementara Tiw membiarkan remaja berkulit Tan itu untuk menghuni tempat duduknya, mereka bertukar posisi dengan sangat mudah, sebab Kongpob mengancamnya.
Siapa yang tak tahu akal liciknya untuk membalas dendam, Arthit paham betul itu, hingga benar saja apa yang ia curigai pun terjadi setelahnya.
Tak lama berselang, ada tendangan kencang dari arah belakang pada bangku yang Arthit duduki. Ia melirik Kongpob yang melipat kedua tangan di dada sembari memasang wajah tak bersalahnya. Seolah apa yang barusaja yang ia lakukan pada Arthit itu adalah sebuah kebenaran. Arthit tahu Kongpob sengaja melakukannya dan hanya ingin membuat Arthit terganggu karena ulahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Flower On A High Peak [ Kongpob x Arthit ]
Fanfiction[ Completed ] Hanya kisah tentang seorang yang menyukai sesuatu yang begitu jauh, hingga ia tak dapat meraihnya. Cerita ini mengandung unsur Yaoi/ boyslove/ boyxboy.