[ 2 ]: White

891 101 24
                                    

Sebagai seorang anak buangan, Kongpob--sosok anak kecil laki-laki yang usianya bahkan belum genap 7 tahun, akan tetapi sudah menjalani pahit getirnya kehidupan. Begitulah orang-orang mengenal dan bersikap padanya semenjak kedua orang tuanya membuangnya di depan gereja ketika ia masih bayi.

Kongpob sudah banyak menjalani hidup yang rumit, ia bahkan harus melapangkan dada untuk berbagi dan berusaha untuk menjadi anak yang baik di sini. Ia hidup sendirian di tengah banyaknya para anak yang bernasib sama sepertinya, meskipun seperti ini ia tak mau di kasihani, karena ia tak kekurangan yang Kongpob tak punya hanyalah sepasang orang tua. Hanya itu, selebihnya ia baik-baik saja.

Kongpob bahkan mengira jikalau ia akan melewati 3 fase hidupnya;masa kanak-kanak, masa remaja serta dewasa dengan membosankan. Namun, ternyata ia salah.

Sejak hari itu, begitu ia menemukan sosok asing yang berlari keluar dari dalam ruangan Ibu panti dengan deraian air mata, dari sanalah hidupnya berubah. Sosok itu membawa banyak perubahan dalam hidupnya pertemuan yang singkat tetapi membekas, layaknya seseorang yang sangat menginginkan bunga indah ia harus merelakan tangannya tertusuk duri dan merasakan sakit terlebih dulu baru akan mendapatkan sesuatu yang ia mau. Hal tadi sama seperti yang ia alami hari itu, mengabaikan dirinya tak diacuhkan sejenak untuk mendapatkan perhatian dari seseorang.

Dihampirinya sosok itu, ia terlihat sedikit ketakutan dan memandang sekelilingnya dengan penuh kebingungan. Perlahan Kongpob mendekati anak kecil lain itu, hanya saja si anak lain justru menghindar karena takut. Sempat ia berpikir apakah wajahnya menyeramkan? Sungguh ini diluar ekspektasinya dari awal.

"Hei...."

Kongpob melambaikan tangannya dengan kikuk pada anak itu, sementara seseorang yang ditatapnya hanya memandangnya dengan penuh kepolosan, tak ada yang lain di dalam kedua maniknya, ia terlihat sangat manis dan lucu disaat bersamaan. Sungguh Kongpob tak pernah melihat anak lain seperti itu sebelum, karena ia terlihat takut maka Kongpob mengeluarkan satu bungkus permen lollipop dari sakunya untuk di berikan pada anak lain tadi, hanya Anak tersebut tak mau mengambilnya justru memilih diam dan memandangi Kongpob saja, akhirnya ia meletakkan permen tadi di atas bangku yang dirinya duduki dan berpura-pura tak melihat ke arah si lucu tadi. Lagipula Kongpob tidak mengigit untuk apa si lucu itu takut padanya. Meskipun tanpa anak itu tahu Kongpob diam-diam meliriknya, ia bisa melihat dengan ragu sosok tadi mengambil permen yang ia sempat berikan, sembari mengigit bibir bagian bawahnya sendiri.

Begitu permen tadi sudah diambil, Kongpob langsung memajukan wajahnya ke arah anak itu sehingga kaget. Sementara Kongpob hanya menampilkan senyuman lima jarinya.

"Aku Kongpob, kau siapa?"

"A-aku...."

"Iya, kau. Yang mencuri permenku."

"Aku tidak mencuri."

Ketika ia ingin mengembalikan permen tadi Kongpob menggelengkan kepalanya, sungguh anak itu tidak bisa di ajak bercanda sama sekali. Tidak asik.

"Tidak-tidak, untukmu saja."

"Terimakasih."

Si lucu itu memamerkan deretan giginya yang tidak utuh pada Kongpob, "Arthit." Ucapnya yang masih kesusahan untuk mengucapkan huruf 'r' itu.

"Kenapa kau ada di sini?"

Raut wajah anak itu berkaca-kaca, "Ayah menitipkan aku ke sini, nanti akan menjemputku."

Mendengar hal itu Kongpob paham dengan apa yang terjadi, banyak orang tua yang meninggalkan anaknya begitu saja di sini dengan alasannya 'menitipkan' akan tetapi tak pernah menjemputnya kembali, banyak teman-temannya yang mengalami hal itu, sepertinya ia sedikit beruntung sebab tak punya kenangan dengan orang tuanya, hingga Kongpob tak perlu merasakan kesedihan begitu dirinya tahu apa yang di ucapkan orang tuanya hanya sebuah kebohongan belaka.

A Flower On A High Peak [ Kongpob x Arthit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang