8

4.5K 401 30
                                    

Kupikir melakukan panggilan video bersama Jess adalah ide yang sempurna agar Jean  berhenti rewel, namun ide yang sempurna itu berubah menjadi ide yang paling buruk ketika Jean semakin menjerit dengan suara melengkingnya.

"Sayang, Jean... Jangan menangis Mom akan segera pulang" aku menyerahkan ponselku kepada Sergio lalu menimang-nimang Jean di dalam gendonganku sampai dia kembali tenang, “Maaf telah merepotkan kalian" ucap Jess, merasa tidak enak hati.

Sergio terkekeh pelan, "Hei bukan apa-apa kau tahu, Jean hanya merindukan susu—"

Christian langsung menyelanya, “Tutup mulutmu, Sergio!”

Aku ikut tertawa saat Sergio tergelak dan kembali melemparkan gurauan yang membuat Christian mengerang kesal, “Kau membawa pabrik susu Jean, Christian!”

“Sialan!” umpat Chris di seberang sana.

Aku melirik Jean, bayi bermata hijau gelap itu sedang menatapku dan berkedip sesekali lalu dia tersenyum. Oh dia sangat manis apabila tidak menangis.

“Jangan menangis lagi ya Princess...” bisikku sambil memainkan jemari di dagunya, dia tertawa.

Sergio menghampiri kami setelah dia sudah selesai dengan panggilan videonya. Dia menyentuh pipi Jean lalu berkata, “Bagaimana jika kita pergi keluar?"

Aku langsung menoleh menatap lelaki itu, “Pergi keluar?”

Dia mengangguk, “Ya, kau tahu ke kebun binatang atau tempat yang dapat menghibur Jean”

Aku memekik senang seakan Sergio baru saja mengajakku kencan,  Jean yang masih berada di dalam gendonganku ikut kegirangan sementara itu pamannya terkekeh geli melihat tingkahku yang kekanakan.

“Apa Jean punya kereta dorong?” tanyanya.

“Ya, dia punya di kamarnya”

Sergio mengajak kami ke Wooland Park, sebuah kebun binatang di Seattle yang belum pernah kukunjungi. Aku menggendong ransel mini berisi keperluan Jean di punggungku, sedangkan Sergio mendorong kereta Jean. Setelah membeli tiket kami masuk ke dalam kawasan kebun bintang yang asri, pegunjung tidak terlalu ramai mengingat hari ini bukanlah hari libur.

“Kapan terakhir kali kau datang ke kebun binatang?” tanya Sergio. Aku menoleh padanya sambil mencoba mengingat-ingat, “Kupikir tidak pernah sama sekali"

Sergio tampak terkejut, Seriously?!”

Aku mengangguk.

“Bagaimana kau melewati masa kecilmu?” tanyanya lagi.

Bagaimana ya, aku hanyalah seorang cucu dari wanita tua yang bekerja sebagai pemerah susu sewaktu aku kecil. Kami tinggal di tempat terpencil di sudut kota Seattle. Ibu dan ayahku sudah meninggal dunia sejak aku bayi lalu nenek menyusul mereka saat umurku menginjak 9 tahun, setelah aku tidak memiliki siapa pun lagi aku dikirim ke panti asuhan yang berada di pusat kota Seattle.

Aku mengangkat kedua bahuku acuh, “Masa kecilku terlewat begitu saja. Bagaimana jika kita melihat burung?” aku mencoba mengalihkan tatapan iba Sergio dariku. Aku tidak suka ditatap seperti itu.

Kami berjalan menuju kawasan di mana burung-burung berada. Jean yang duduk di kereta dorongnya kegirangan melihat berbagai jenis burung yang berwarna-warni di dalam kandang. Aku juga tak kalah noraknya seperti Jean, ya tidak salah bukan? Ini juga merupakan pengalaman pertamaku mengunjungi kebun binatang.

“Wow!!” seruku, takjub.

Sergio terkekeh pelan, “Lihat ini, aku membawa dua orang bayi ke kebun binatang"

Friends With Benefits (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang