Tell me, please pt.2

91 4 4
                                    

─────
Cukup, berhenti.
Aku tak perlu penjelasan apapun, aku sangat mengerti.
Jawaban dan sikapmu telah menyadarkanku, bahwa ... hatimu tak menginginkan aku. ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Setelah hari di mana Sanjani mengungkapkan isi hatinya, Nathan tak ada kabar dan tak pernah kelihatan. Sanjani khawatir, ia mencoba semestinya. Namun, hasilnya nihil. Nathan terlalu sibuk dengan urusannya.

Sanjani tak berhenti menanyakan kabar Nathan, walaupun tak ada balasan dari pria itu. Ah dia mencoba menjalani saja, apa kata pria itu. Jalani saja hingga muak, mungkin itu maksud Nathan.

Hingga titik terlelah Sanjani menunggu, ia mengirim sebuah pesan kepada Nathan. Isinya tak penting, hanya kata-kata yang menyatakan jika ... Sanjani menyerah untuk menjalani ini semua.

💬 Sanjani
You have a new messages

Malam yang dingin di hari Selasa, di mana Nathan baru saja sampai dan merebahkan dirinya di kasur. Nathan menerima pesan dari orang yang akhir-akhir ini menjadi sosok yang menarik bagi dirinya. Nathan pun membuka pesannya, namun raut wajahnya berubah ketika ia membaca pesan itu. Ia pun menanti jawaban dari sang pengirim pesan tadi, hingga akhirnya ia bergegas pergi lagi.

────────────────────
Sanjani
Hai kak,
maaf mengganggu waktunya ya.
Aku cuma mau bilang ...
kalau aku ga bisa untuk menjalaninya lagi.
Begitu banyak yang menginginkanmu,
lalu aku pun tak tahu harus bagaimana.
Kakak tak memberi kepastian,
aku nyerah kak.

Kamu dimana sekarang, Nja?
read

•••

Nathan menemui Sanjani, di taman dekat rumah Sanjani. Kini mereka duduk bersama. Hening, mereka masih bungkam. Hanya hembusan angin dan deru napas Sanjani yang berat, rasanya dada Sanjani penuh, ingin sekali ia berteriak.


"Ada apa Kakak menemuiku?"

Nathan menoleh ke arah gadis itu, senyum terukir indah di wajah pria ini. Nathan memegang bahu Sanjani, dan menatap gadis itu dengan hangat. Oh, ayolah ... Sanjani tak menyukai situasi ini.

"Tak apa, Ja. Giliran saya yang mencoba nyaman dengan kamu."

Apa? Dia bilang apa? Sanjani benar-benar tak ingin menatap pria ini. Sejak awal pria ini bilang jalani saja, sekarang dia ingin merasa nyaman. Apa yang sebenarnya terjadi? Sanjani, kehilangan arah.

Sanjani melepaskan tangan Nathan, ia pun tersenyum. Lalu ia menyuruh Nathan pulang, karena sudah larut malam. Ia pun meyakinkan Nathan, kalau ia baik-baik saja, dan tak ada yang perlu dikhawatirkan.

───────


Satu minggu setelah malam itu, semua berjalan biasa saja. Nathan dengan kesibukannya, tetapi ia lebih meluangkan sedikit waktu untuk Sanjani. Sanjani yang tetap bertarung dengan pikiran dan hatinya, dia berharap semua akan baik-baik saja. Setidaknya ... ia takkan patah hati dalam waktu dekat, karena ia takut jika harus trauma kembali.

Jam makan siang, kantin kampus tidak terlalu ramai hari ini. Sanjani mengirimkan pesan ke Nathan, agar pria itu menemuinya di kantin. Tak lama Nathan datang, dengan senyuman dan tubuhnya yang gagah. Ah, itu semua membuat Sanjani luluh dan mengurungkan niat untuk membicarakan kepastian akan hatinya.

Mereka memesan makanan, dan menikmati makan siang dengan tenang. Sanjani tak pernah berani menatap pria yang di hadapannya sekarang, entahlah pria ini terlalu indah untuk ditatap oleh seorang Sanjani.

"Ja, saya mau ngasih tahu kamu sesuatu."

Sanjani menoleh ke arah pria itu, dan mengerutkan dahinya. Nathan menggenggam tangan Sanjani, dan menatap gadis itu. Sanjani merasa panas dan kacau, ia tak tahu apa yang akan terjadi. Ia berharap ini hal baik.

"Terserah kamu mau percaya atau tidak, tapi yang pasti saya hanya mengatakannya dengan jujur."

Nathan menarik napas sedikit berat, lalu ia tersenyum dan menggenggam tangan Sanjani lebih erat.

"Saya suka kamu."

Tiga kata itu terlontar dari mulut Nathan, Sanjani diam membisu. Harusnya ia senang, tapi ini aneh. Ia bukannya meragu kepada Nathan, tapi ia tak percaya diri dengan dirinya sendiri.

Tanpa kamu sadari, ada hati yang menanti dengan tulus. Ada hati yang menahan luka, dan ada hati yang mendoa agar cintanya baik-baik saja. ❞ ── Beasley

Dua hari setelah kejadian itu, keraguan benar-benar membayangi Sanjani. Hatinya tak tenang, ia pun termenung di bangku taman. Nathan benar-benar membuat dirinya kebingungan, hingga akhirnya disaat itu juga ... ia mendengar kabar yang mematahkan hatinya.

Lucu, Sanjani tertawa dalam batinnya. Hatinya memang benar, selama ini keraguannya benar. Pria itu, hanya bergurau dengan sikap dan lisannya. Air mata Sanjani tak tertahan, ia menangis dalam diam. Sesak, sangat sesak. Hingga membuat ia tak ingin menemui siapapun.

Sanjani kembali ke rumahnya, ia mengurung diri di kamarnya. Mulai saat itu, Sanjani memutuskan untuk tidak pernah mengganggu dan menemui Nathan. Karena, ada beberapa anak kampus yang membicarakan dirinya dengan Nathan. Menyedihkan dan kacau, itulah kata-kata yang menggambarkan Sanjani saat ini.

"Tuhan, aku selalu kalah untuk masalah hati. Bisakah aku ... istirahat sejenak dari patah hati yang tak ada hentinya ini? A-aku lelah, sangat lelah."

Monolog Sanjani, dan tanpa sadar ia terlelap dalam kesedihannya. Hari yang melelahkan bagi Sanjani, sangat lelah hingga hatinya sakit. Entah, apa yang akan terjadi nanti. Ia berharap, hatinya bisa pulih dari patah hati yang tanpa henti ia rasakan dengan orang yang ia percaya.

"Aku menyerah."

─────

Letter for Nathan:

Teruntuk, Nathan.

Terima kasih, telah menjadi bintang disaat saya terpuruk dalam gelap. Terima kasih telah menjadi warna disaat semesta dengan kejam merebut warnanya yang lama.

Nathan, saya mengetahui sesuatu hal tanpa kamu bilang. Tak apa, perjalanan cinta kita tidak berakhir bahagia. Tapi, kamu harus bahagia dengan pilihanmu. Apa yang kamu pilih, saya harap bisa kamu jaga dengan baik. Jadikan semuanya pelajaran, bahwa tidak semua hati akan menerima jika dipermainkan. Mungkin, tak ada hati yang ingin dipermainkan.

Tenang saja, saya akan pulih dan baik-baik saja. Tak ada orang jahat, hanya orang itu terjebak dengan situasinya. Lalu, membuat ia harus memilih dan pilihannya menyakiti beberapa pihak.

Saya, Sanjani.
Saya mencintai kamu, tanpa karena.
Dan saya, Sanjani.
Saya pamit undur diri.

─ Demytha Sanjani Beasley

─ Demytha Sanjani Beasley

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SanjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang