Angan Tanpa Asa

83 4 6
                                    

❁ཻུ۪۪⸙͎.
                                                  ───────────────
❝Dekap luka itu sekejap lagi,
aku janji. Aku berjanji ...
setelah ini kita berdamai
dengan rasa dan asa.❞
━━━━━━━━


      Pernahkah kalian menyukai seseorang dari postingan media sosialnya? Atau dari kata-kata yang dia buat, itu semua membuatmu termotivasi dan bersemangat?

      Jika pernah, berarti kalian sama dengan gadis musim semi yang bernama, Sanjani. Gadis bersurai panjang dengan matanya yang teduh nan damai, walau tatapan netranya terkadang terlihat kosong.

       Sanjani menyukai seorang pria hanya karena bait aksara yang ia ciptakan, itu semua berhasil membuat rona kehidupan kembali pada raga Sanjani. Hanya sapaan kecil dan sedikit keberanian ia mulai berbincang dengan pria itu.

       Namun, Sanjani melakukan kesalahan. Ia penasaran akan sosok pria itu. Pria yang bisa menenangkannya dan paham dengan semua kalimat tersirat Sanjani, seakan pria itu sudah mengenal Sanjani sejak lama. Terkutuklah manusia dengan segala rasa penasarannya.

       "Coba beranikan dirimu, Sanjani. Hanya mengakui rasamu bukan kesalahan. Semangat!”

        Mendengar perkataan sahabatnya, Sanjani berpikir untuk jujur dan memberitahu alasannya. Konyol, padahal tahu perangainya saja tidak. Hanya bertemu beberapa kali, bukan berarti kau paham seluk beluk kehidupan seseorang.

        "Kak Areka."

        Pria yang merasa namanya dipanggil itu pun mengedarkan pandangannya mencari sosok yang memanggil, pria tinggi nan tampan dengan telinga yang lebar.

         Bagaimana mungkin Sanjani jatuh hati kepada pria populer yang bahkan tiap harinya banyak wanita yang sengaja mencari perhatiannya, termasuk Sanjani.

         "Kak Areka, aku mau bilang. Aku suka sama kakak. Ya, konyol sekali aku jatuh hati pada tulisan kakak di sosial media dan dengan berani ingin dekat dengan kakak. Maaf jika membuat kakak risih, aku tahu rasa ini salah dan aku tahu diri, jadi aku akan mundur."

         "Terima kasih ya dek, tenang saja saya tidak risih kok. Perasaanmu tidak salah, santai saja ya."

         Pria itu tersenyum dan mengusap kepala Sanjani, seperti sudah tahu. Lain hal dengan Sanjani, perasaannya sedang meledak-ledak seperti sedang perang dunia.

        Tiga bulan berlalu, tubuh sedekat nadi tapi raga sejauh matahari. Areka sering menjadi pendengar dan penasihat yang baik untuk Sanjani, hingga pada suatu waktu Areka datang menghampiri Sanjani.

       Areka sering melihat tulisan Sanjani di mading kampus,  seperti karya tulis mingguan. Areka pun menghampiri Sanjani yang sedang asik berkutik dengan karyanya untuk minggu depan.

        "Nja, saya juga mau buat cerita sepertimu. Alurnya sudah ada, nanti tolong bantu saya, ya?"

        "Eh-- pasti dong kak, nanti aku bantu kok."

        Hari demi hari, mereka berdua tetap komunikasi. Hanya saja Areka memiliki kesibukan lain, entahlah apa yang ia lakukan Sanjani tak berani menanyakannya.

         Dari pengakuan Sanjani itu, sudah lima bulan berlalu. Sanjani sempat menjalin hubungan dengan kakak tingkat, tetapi kisahnya tragis.

         Entah kenapa, setiap Sanjani merasa kalut dan terpuruk ia selalu teringat dengan Areka. Namun, ia tak berani mengabari pria itu, takut mengganggu jika prianya tengah sibuk.

SanjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang