Chapter 2

21K 677 15
                                    

"Wah, enggak nyangka!" kata Tante Permata melihat putra mereka turun dengan menggandeng tangan sang calon menantu, semuanya tersenyum melihat sebelum akhirnya Hanna duduk di tempatnya lagi begitupun Hadrian.

Sang nenek menyeka sisa-sisa air mata cucunya sebelum akhirnya Hanna memeluk wanita itu.

"Jadi, kamu mau nikah sama Hadrian, Sayang?" Hanna menjawab dengan anggukan, sang nenek pun mengusap rambut blonde panjangnya yang masih dibalut bando.

"Hanna, Hadrian ini anak Tante, hasil didikan Tante dan Om yang anti menyakiti wanita. Kalau dia lakuin, jelas Tante bakal nyentil jidat gede dia!" kata Tante Permata, Hanna yang masih bermode sedih tertawa mendengarnya begitupun yang lain.

"Iya, Hanna. Dia pria baik, dewasa sebelum umurnya, tapi sayang ... dia ini terlalu workholic, bahkan Om liat dia seakan gak ada ketertarikan sama cewek mana pun. Tapi, pas liatin foto kamu, katanya ... apa itu Bahasa Inggrisnya? Love at the first sight? Cinta pada pandang pertama gitu!" timpal Om Lutfian, masih mereka semua tertawa. "Katanya, keinget ibu kedua dia, ibu kamu, Maryam, kamu mirip banget sama dia."

Raut wajah Hanna seketika berubah, tawa pun juga ikut menghilang bertepatan itu sementara sang istri langsung menyikut lengan suaminya.

"Wah ... enaknya bisa rasain kasih sayang Mamah aku," gumam Hanna, sedang sang nenek masih mengusap puncak kepala gadis yang setia memeluknya itu.

"Papah, sih!" geram istrinya berkata pelan.

"Maaf, Papah keceplosan." Sang suami menyengir kuda.

"Ya sudah, jadi ... mereka mau menikah. Minggu depan, acaranya akan dilaksakan." Hanna pasrah saja mendengar itu, meski ia tak rela tetapi bayang-bayang ungkapan neneknya masih terngiang di kepalanya.

Kedua orang yang menjaganya semakin renta, ia tak ingin mempersulit keadaan ... dan semoga sesuai apa yang dikatakan Hadrian padanya.

"Kami pulang dulu, ya, Kek, Nek, Hanna! Sekalian merencanakan acara matang-matang!" pamit Tante Permata, ketiganya berdiri dari duduknya begitupun kakek nenek serta Hanna. Mereka bersalam-salaman bergantian hingga ketika tangan Hanna dan Hadrian bertemu, keduanya diam sejenak.

"Aku janji bakal jadi suami yang baik," ujar pria itu berbisik, tersenyum hangat. Hanna hanya terdiam mendengarnya.

Setelahnya, mereka pun beranjak pergi, meninggalkan Hanna dengan kekalutan menuju detik-detik hari H, hari pernikahannya.

Hari pertama menuju hari pernikahan, ia bangun dengan lesu dan kala keluar menemukan banyak orang mengangkut barang sana-sini. Bekerja seakan merenovasi rumahnya, menghias, serta kegiatan lain. Hanna memilih berada di kamarnya seharian, menonton acara Netflix, makan dan minum diantar pelayan dan mandi di sana.

Hari kedua menuju hari pernikahan, Hanna bangun kesiangan dan kali ini dibangunkan neneknya untuk pergi berangkat ke toko butik, gunanya mengukur tubuh Hanna untuk gaun yang nanti ia pakai, pengerjaan versi superkilat. Meski demikian sebelum itu pula Hanna disuguhkan pemandangan rumahnya yang dihias serba putih, hiasan khas acara pernikahan. Bunga putih, bangku berlapis kain, karpet merah, altar, dan tanaman lain.

Hari ketiga, keempat, kelima, keenam, dan terakhir, semuanya berjalan sibuk ala perjalanan menuju resepsi. Tak ada pula pertemuan antar mempelai wanita serta pria.

Dan kini, hari H, Hanna baru bisa merasakan gaunnya yang pas dengan lekuk tubuhnya, gaun putih dengan di bawahnya mekar bermotif bunga-bunga yang terkesan elegan dan mewah. Ia dirias alami, hingga kini memegang bunga seraya digandeng sang kakek di pintu menuju keluar melewati karpet merah.

Sedari tadi ia sudah gugup, dan ini puncak kegugupannya.

Jika saja sang kakek tak memeganginya, Hanna yakin ia akan pingsan seketika.

BABY DON'T KISS! [B.U. Series - H]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang