Bag. 16

234 1 0
                                    

#Day22
#NarasiLiterasiNegeri
#IndonesiaMenulis
#TantanganMenulis45Hari
#Artsamawa
#JumpaPenulis
#JumpaPenulis2019
#BerjutaKaryaUntukIndonesia
#SeminarNasional
#KMOIndonesia

-LELAKI TANPA JEJAK-

Part.16

Sepeninggal Alissa, Ali tampak tercenung. Masih di atas kursi yang sama, dengan posisi yang sama. Hanya saja selera makannya kini telah benar-benar sirna. Andai saja bisa, ingin rasanya ia mengorek mulutnya. Agar semua makanan yang sudah ditelannya itu keluar. Mungkin baginya lebih baik sakit daripada harus mendengar penuturan Alissa tadi.

Ali merasa kebingungan untuk memenuhi permintaan Alissa. Ia tidak tahu bagaimana caranya mengatakan hal ini pada Maria. Kemarin, jelas sekali ia terlihat jengah, ketika mereka membahas masalah ini. Karena memang, mereka berdua telah sepakat untuk tidak terikat komitmen. Ali jadi merasa serba salah.

Ia tidak habis pikir kenapa Alissa bersikap demikian. Seenaknya saja memberi perintah tanpa memikirkan perasaannya. Benar-benar gadis keras kepala yang egois.

Ali meremas rambutnya, meluapkan perasaan kesalnya di sana. Perkataan Alissa terus bergaung memutari otaknya berulang-ulang tanpa jeda. Seperti pita kaset yang rusak. Diam-diam hatinya dirasuki pertanyaan, aoa mungkin benar yang dikatakan Alissa, bahwa ia memang tidak peka.

“Ah! Gadis itu.” Ali memukul kepalanya. Mencoba mengenyahkan kekacauan hatinya.

Sementara itu, Maria masih mematung dibalik pintu. Mencerna setiap pembicaraan antara Ali dan Alissa. Ia dikejutkan oleh pintu yang tiba-tiba terbuka. Disusul Alissa berjalan tergesa-gesa menuju pintu keluar. Maria bersyukur karena Alissa tidak memergokinya sedang menguping.

Gadis berparas ayu itu melongok ke dalam ruangan. Tampak Ali terduduk dengan wajah yang kacau. Ia hendak menghampiri, namun kemudian langkahnya tertahan. Selanjutnya ia memilih berbalik arah menuju pintu yang berbeda.

Maria menuju taman kota yang mulai temaram. Sebab senja telah menyapa. Ditandai semburat yang menjingga, membuat suasana memanjakan mata.

Gadis bermata sipit itu menghirup udara yang telah berubah lebih sejuk. Sebab matahari telah kehilangan garangnya. Aroma bebungaan membaui indra. Sementara angin, asyik memainkan anak rambut yang berkibar mengikuti lajunya. Senja yang penuh kedamaian dan selalu saja mampu membuatnya terpesona.

Sekelebat bayangan di masa lalu tiba-tiba saja berlarian memenuhi memory-nya. Waktu itu, ketika senja seperti saat ini, ia melihat seorang pemuda tengah duduk termenung di bangku pojok taman. Wajah tampannya terlihat lusuh dan lelah. Tangannya mencengkeram kaleng minuman kemudian seperti tanpa sadar diremasnya hingga tidak berbentuk lagi.

Maria tiba-tiba merasa mulas. Ia membayangkan rasanya menjadi kaleng minuman tersebut, pasti sakit sekali. Tanpa diduga, tiba-tiba pemuda tadi menoleh dan menyorotinya dengan tatapan teduh. Sejenak Maria terpukau dan mematung tanpa kedip. Dilihatnya pemuda tadi tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya. Dengan langkah ragu Maria mendekatinya.

“Boleh pinjam hape-nya, Mbak? Saya kesasar dan hape saya lowbat,” katanya berterus terang.

Tanpa sadar kemudian mereka terlibat percakapan yang panjang. Pemuda itu bercerita banyak hal. Termasuk adiknya yang hilang dan kini sedang dicarinya. Hingga ia tersesat di tempat yang belum pernah disinggahinya.

Sejak saat itulah mereka mulai intens berhubungan meski sekadar say hello via ponsel. Ada semacam rindu yang menyelusup kalbu ketika mereka tidak bertemu.

Seperti botol dengan tutupnya, mereka merasa menemukan banyak kecocokan. Sehingga lambat laun mereka semakin intim. Meski tanpa sebuah ikatan. 

Jeddah, 22102019

LELAKI TANPA JEJAK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang