Dunia Yang Berbeda

17 1 2
                                    

Satu bulan setelah kami jadian, tiba-tiba sepulang kuliah Dona dengan penuh semangat lari ke arahku. Hari ini suasana kampus sedang ramai, karena sedang ada pemilihan Presiden Mahasiswa, dan, hari ini aku menjadi salah satu calon Presiden Mahasiswa yang akan maju untuk membangun kehidupan kampus yang lebih baik lagi untuk satu tahun kedepan.

"Sayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang" Dona menghampiriku dan ingin memelukku.

"Eh, apa-apaan ini?! Malu tau!" Refleks langsung menghindari serangan membahagiakan itu.

"Ihh! Aku tuh kesini mau ngasih kamu semangat! Aku kan calon Ibu Presma! Hehe!" Dona menyenggol bahuku sambil menjulurkan lidahnya.

"Iya, tapi aku malu. Jangan berlebihan gitu" Aku langsung salting saat mendengar 'calon Ibu Presma', yang saat kudengar, aku sudah langsung membayangkan saat aku menjadi Presiden Mahasiswa nanti.

"Udah makan, yang?" Tanya Dona sambil bersikap tegap seperti tantara.

"Udah, sedikit. Kamu udah, kan? Kamu kan hari ini gak ada kuliah"

"Udah belum ya..." Jawab Dona sambil mengeluarkan ekspresi bingungnya, yang sangat menggemaskan.

"Yaudah, kita makan dulu yuk, ke kantin." Aku langsung menarik lengan Dona dan menggiringnya ke kantin. Seperti biasa, dia langsung diam ketika tangannya ku genggam.

Kantin tempat kami biasa makan dan nongkrong adalah di Kantin Argentina, ya, kami harus jauh-jauh pergi ke Argentina hanya untuk makan nasi pecel kesukaan kami. Kantin ini tak sengaja menjadi kantin favorit karena kantin ini adalah kantin pertama dari 12 kantin yang berbaris mengikutinya.

"Biasa?" Ibu kantin langsung tau sesaat setelah kami berdua duduk.

"Yoi, Bu!" Jawab Dona sambil mengangkat tangannya. Sebagai isyarat kalau pelanggan setia lagi datang bertandang ke 'Argentina'.

5 menit kemudian, dua nasi pecel istimewa kami datang, dengan lauk yang bervariasi namun tetap menghemat dompet yang isinya tidak bervariasi. Monoton, uang lima ribuan.

"Gimana, Nak? Menang kamu?" Tanya Ibu kantin sambil memberikan makanan kepada kami.

"Belum, Bu. Nanti jam 2 baru penghitungan suara. Doakan ya, Bu" Jawabku sambil menatap nasi pecel kesukaanku, aku lebih fokus ke makanan daripada pertanyaan 'Dewi Argentina'.

"Huft, kalau urusan makan aja langsung ngiler, liat aku kayak liat batu." Sambar Dona sambil cemberut.

"Iya, maaf. Tapi nasi pecel inikan bisa bikin kenyang. Kamu kan belum."

"Ohh, oke. Aku akan belajar bikin nasi pecel sama Ibu biar kamu tau, aku juga bisa bikin kenyang!" Dona tak mau kalah karena tak mau kalah dengan Ibu kantin.

Kami hanya tertawa dan saling bercanda saat kami makan siang berdua. Selalu saja ada yang membuat aku tertawa dan tersenyum sendiri, karena tingkahnya, mimik wajahnya, apalagi senyumannya, tak pernah buat aku bosan.

"Oh, iya. Yang? Nanti malam ikut aku yuk?" Tiba-tiba Dona mengajakku, tak seperti biasanya, biasa Dona selalu minta pulang cepat dan bertemu dengan Ibu dirumah.

"Ya? Eh, kemana? Tumben?" Tanyaku heran.

"Ikut aja! Orang tuaku gak ada dirumah, lho!" Jawabnya sambil tersenyum menggoda.

"Apasih? Aku bukan cowok yang begituan!" Walaupun wajahku memerah, aku sama sekali tidak pernah berpikir kearah sana.

"Dih! Dasar cowok mesum! Baru digituin aja udah mikir kesono! Hahaha!" Dona spontan tertawa melihat reaksiku yang salah tingkah.

2 Hati, 2 Dunia, 1 RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang