Chapter 17

1.7K 250 15
                                    

Sepertinya baru kemarin kita berbicang

Sepertinya baru kemarin kita bercanda tawa

Lantas kenapa tiba-tiba sekarang kau menghilang begitu saja?

Kenapa meninggalkanku sendirian, lagi?

Apakah semesta ingin bermain-main dengan kita?

Atau aku saja yang terlalu berlebihan?

Mungkinkah kau hanya selingan yang dikirim Tuhan belaka?

Menyisakan beberapa harapan kemudian dengan mudah mematahkan

***

Aroma roti memenuhi cafe minimalis dengan tema fancy di tengah hiruk pikuk kota Seoul, seorang gadis mulai menyesap tehnya yang tak lagi panas. Sesuai dengan apa yang mereka bincangkan di telepon kemarin malam, bibi Yoon menjemput Jisoo seusai kuliahnya guna membicarakan perihal apakah Jisoo mau tinggal bersamanya atau tidak.

"Jadi, apa kau sudah memikirkannya?" tanya bibi Yoon setelah menyesap Latte macchiato yang di pesannya.

Sejujurnya Jisoo belum memikirkannya, daripada memikirkan apakah ia berkenan tinggal bersama bibinya, ia lebih memikirkan kenapa dirinya masih saja menyusahkan orang-orang di sekitarnya. Jisoo tak langsung menjawab, ia hanya memutar-mutar sendok di dalam cangkir tehnya, pikirannya kosong.

"Jisoo?" suara lembut bibi Yoon menyadarkannya, membuatnya menghentikan aktifitas jarinya memutar sendok.

"Ng, aku tidak tahu bi." 

Sederet jawaban ambigu gadis muda tersebut berhasil membuat raut  muka bibi Yoon kecewa. 

"Kenapa? Apa kau tidak nyaman bersama bibi?"

"Bukan begitu bi, aku hanya belum memikirkannya. Maaf bi, aku merepotkan bibi Yoon." ucap Jisoo tak lagi berani menatap manik cerah bibinya.

"Kau tidak pernah merepotkan bibi, seharusnya bibi yang meminta maaf atas kelakuan keluarga ini, karena kami kamu jadi tersiksa begini, kalau seandainya bibi tahu sejak dulu-"

Ucapan bibi Yoon berhasil menghadirkan deretan kejadian saat Jisoo ditindas di rumah tersebut, saat dirinya dicambuk Soojung, dicaci maki, bahkan didorong dari tangga. Ditambah kakek dan neneknya yang acuh terhadap kondisinya, semua orang menutup mata, tak peduli semenderita apa seorang Kim Jisoo di rumah itu. Bahkan bayangan dirinya yang melukai lengannya sendiri dengan pisau kecil yang selalu ia sembunyikan di bawah bantal mulai berputar seperti film, hingga terakhir kali ia mencoba meregang nyawa diatas rumah sakit. Jisoo memejamkan matanya seolah menahan rasa sakit yang masih bisa ia rasakan sampai detik ini, napasnya tercekat, tangannya mencengkram erat dadanya, ia kesulitan bernapas seolah air memenuhi paru-parunya. Bibi Yoon yang melihatnya segera bangkit dan mencoba menopang tubuh Jisoo yang hampir ambruk ke lantai.

"Ji, kau kenapa?!"

Belum sempat bicara Jisoo sudah tumbang di lantai cafe yang dingin. Orang-orang yang melihatnya segera berkerumun dan mencoba membopong tubuh Jisoo ke sofa sembari menunggu ambulance datang.

***

Samar-samar ia mulai membuka kelopak matanya, bau obat-obatan khas rumah sakit mulai menyeruak ke indra penciuman, pemandangan dinding putih mulai jelas dilihatnya. Jisoo segera sadar bahwa dirinya ada di rumah sakit, mengingat tadi ia tiba-tiba tidak bisa bernapas dan pingsan di tempat. 

The Miracle We Meet ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang