(27) Meaningless.

167 16 1
                                    

Gadis itu tertidur di dalam mobil McLaren yang kusam dan berkarat. Sudah beberapa hari ia tinggal ditempat itu, sementara teman-temannya bingung harus mencari dia kemana lagi. Wajahnya masih sembab oleh air mata, tangannya mengepal dan berkeringat.

Dehidrasi membuatnya lelah, berkeringat, demam dan kekurangan oksigen. Sementara bulan tertutup awan yang mendatangkan gemuruh petir yang menyambar area sekitar pegunungan. Lessa tidak takut dengan badai, ia sangat menyukai hujan.

Yang awalnya hanya sekedar rintikan berangsur-angsur menjadi guyuran, kilatan cahaya petir menembus kaca mobil. Bisa terlihat jelas dari dalam sini. Wajah Lessa basah karena tempias dari hujan yang memasuki kaca mobil yang bolong dan pecah. Tubuhnya menggigil hebat karena dinginnya udara yang memasuki jendela mobil yang terbuka.

Ia memakai lengan pendek yang membuat udara dingin mendarat ke pori-pori tubuh gadis itu. Dia tidak tertidur, Lessa hanya memejamkan mata takut untuk menghadapi kenyatan. Air sungai mengalir ganas, angin membuat beberapa pohon tumbang. Badai.

Badai malam ini tidak menakut-nakuti Lessa yang bertekad untuk menemani rekannya yang ditinggalkan di tepi sungai. Hingga ia mendengar mesin mobil dari arah timur. Lampu mobil itu menyala terang, hingga klaksonnya berbunyi sangat keras. Membangunkan Lessa dari dalam pikirannya.

Itu bukan Ryker, bukan Ordion ataupun Firenz. Mobil itu adalah Optimus. Jelas bunyi klakson menggelegar membuat Lessa ketakutan karenanya. Gadis itu terbangun melongo, tidak percaya dengan apa yang ia lihat kali ini. Pemimpin autobotslah yang menjemputnya, rasa malu dan sungkan membuat Lessa tidak tahu harus berbuat apa.

Ia tersadar jika Prime memberikan tumpangan gratis, lebih aman dan hangat. Lessa keluar dari mobil, menerpa derasnya hujan yang memukul tubuhnya. Hingga akhirnya Lessa berhasil memasuki mobil Prime yang lebih luas, besar, dan hangat. Sementara di samping kursi yang ia tempati sudah tersedia handuk dan jaket.

"Terim-..makasih. Berapa.. hari k-kau
.... mengikuti.. Ku?" tanya Lessa menggigil hebat.

"Lessa, kau demam. Gunakan itu, aku memang menyediakannya untukmu." jawab Prime lemah lembut. Prime tahu karakter Lessa yang sedang mental down. Butuh pengertian serta kesabaran untuk mengurus Lessa.

Lessa menangis sekali lagi, air matanya sulit untuk dihentikan. Ia tahu ini adalah waktu yang kurang pas untuk mengingat bahwa ia tidak pernah mendapat kasih sayang dari seorang ayah. Optimus sudah bagaikan orang tua untuknya. Ia menghapus deraian air mata dengan handuk dan segera memakai jaket yang disediakan.

Ia memeluk tubuhnya sendiri sementara Prime menghangatkan mesin dalam tubuhnya agar Lessa tidak lagi kedinginan.

"Thanks, P.. Prime. I'm so s...sorry.. for my stupid.. Me.." ujar Lessa masih menggigil.

Jika kalian tahu, mungkin Prime tidak membalas. Dia hanya tersenyum dan diam melihat gadis itu kini baik-baik saja.

"Ingin pulang atau tetap disini??" itu tawaran Prime. Lessa mengangguk, menginginkan untuk segera pulang dan beristirahat karena demam tinggi.

- - - - - - - - - - - - - - -

"Huaaaamm..." Miko menguap menahan rasa kantuk walau ia ingin bermain bersama Bulkhead ataupun Wheeljack.

"Lebih baik kau tidur Miko, tidur juga tidak harus di kamar, bukan?" ucap Wheeljack. Akhirnya Miko hanya bisa mengangguk, bersandar dan tertidur di kaki Bulkhead.

"Heh.. Dari dulu sama aja kelakuan anak ini," ucap Bulkhead terkekeh melihat tingkah partnernya.

"Hey, yon. Udah seminggu Lessa ama Prime ngilang pada kemana woy?" sentak Oscar. "padahal aku pen ngajak Lessa maen sekali-kali ke cybertron, kek."

TRANSFORMERS PRIME : WHEN YOU CALL MY NAME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang