chapter 3

76 18 0
                                    


{8 JULI - GIORDANO}

Aku menatap keluar jendela melihat birunya laut dan perahu perahu yang menepi didermaga kecil. Di dalam sebuah rumah mewah dikota Venice. Hari ini pun langit biru masih seperti biasa.

Selembar kertas dengan pena dan tinta juga masih tergeletak di hadapanku. Aku seperti buta aksara, semua kosa kata dalam otakku seakan tidak pernah ada.

Selama ini aku selalu menulis sesuatu yang tidak penting, bahkan tidak pernah memenuhi satu halaman. Juga hal yang tidak pernah membuahkan hasil. Aku menatap pantulan wajahku dikaca.

"Pengecut sekali aku..."
"Ada apa kak?"

Sebuah suara muncul membuyarkan lamunanku, " Tidak ada"

"Kakak ini terlalu pemalu, gimana sih!"
Aku hanya diam mendengarnya, kata itu memang cocok untukku.
"Mauku bantu?"
"Terima kasih Sandra, tapi aku akan berusaha sendiri" ucapku sambil membereskan peralatan tulis.

"Tapi mau sampai kapaann....?" Sandra duduk disampingku dan menyuruhku menggenggam pena itu.
"Tulislah sesuatu yang ada di dalam hatimu"

"Tidak ada"

"Pasti adaa. Masa mau aku yang nulis sih"
"Hahaha terima kasih Sandra, tapi aku akan berusaha sendiri"

"Gitu dong hehehe"

Kepalaku seketika terasa sakit, pasti karena sengatan matahari yang semakin panas.

"Kakak tidak apa?"

"Kepalaku pusing"

"Ahh... tidak lagi. Apa aku harus panggil Dr. Amen?" ucap Sandra sambil memapahku ke kamar.

"Tidak tidak perlu"

"Penerbangan malam nanti dibatalkan saja?"

"Kita akan tetap berangkat"

"Tapi kondisi kaka-?"
Aku tersenyum mendengar betapa pedulinya Cassandra padaku

"Aku akan tidur sebentar"

"Baiklah akan aku antar kaka ke kamar "

"Terima kasih, nanti sore tolong bangunkan aku ya Sandra"

***

Malam hari sekitar pukul 8, aku dan Cassandra sudah bersiap diruang tamu dengan 2 koper yang siap di bawa. Pukul 9 nanti penerbangan dari Italy ke new york akan aku naiki bersama Cassandra. Ayah dan ibuku juga ikut berkumpul bersama kami di ruang tamu.

"Bulan depan saat ulang tahun Selene, ibu, ayah dan Selene akan ke New York." Ujar ibuku
Lagi lagi wanita itu.

"Ya, benar kami akan merayakannya di Amerika saja. Disana lebih banyak tempat menarik dari pada disini" canda ayah

"Bagaimana sih, ini kan tanah kelahiran ayah" kata Cassandra

"Hahaha maaf maaf, oh ya Sandra bagaimana dengan sekolahmu?" Tanya ayah

"Hmmm biasa saja" jawab sandra sambil meminum susu coklatnya

Tiba tiba ibuku bangkit dan memilih duduk disampingku, "Gio... kalau kamu tidak kuat mending kamu disini saja, tidak perlu memaksakan diri. " ujar ibu

"Terima kasih bu, tapi siapa yang akan mengatur disana? Jika tidak ada aku" tanyaku yang sedikit terdengar kesal

"Sudah sudah. Biarkan saja Gio meneruskan karirnya" kata ayahku sambil meneguk winenya.
Cassandra hanya diam dan mendengar perbincangan kami.

"Sandra akan menjaga kakak heheheh" ucapnya sambil memeluk lenganku.

Aku ikut tersenyum melihat semuanya tertawa,

"Lihat, Sandra lebih kuat dariku. Jadi ayah dan ibu tenang saja"

"Dan terakhir" aku bergantian menatap ayah dan ibuku.

" aku tidak mau bertemu dengan wanita itu lagi. Jadi dia tidak perlu ke New York"

"Apa maksudmu Giordano?" ucap tegas ayahku.

"Dengan Selene. Batalkan saja pertunangan kami."

"Kamu ini bicara apa-?"

"Ayah sudah, jangan memaksa kaka untuk mencintai Selene" sela Sandra.

"Jika aku melihat Selene di New York. Aku tidak akan operasi" aku kesal dan segera menarik pergi koperku.
Sandra dengan cepat mencium ayah dan ibuku untuk pamit dan segera mengejarku "Kakak...Jangan begitu..."

Ayah dan ibu sepertinya masih terpaku ditempat duduk mereka. Yang aku ucapkan memang keterlaluan dan tidak ada sopan santun, tapi bagaiamana lagi itu semua benar berasal dari hatiku.

Aku tidak ingin menikah. Terlebih dengan orang yang tidak aku cintai. Bahkan aku tidak mengenal siapa wanita itu.
Ayah terus saja memintaku untuk menikah. Hubungan ayah dan orang tua wanita itu memang terjalin baik. Lantas adegan klise dramapun terjadi. Perjodohan.

Beberapa menit kemudian, aku dan Sandra berkendara ke Bandara internasional Leonardo da Vinci. Atau lebih dikenal dengan Bandara Fiumicino. Penerbangan akan berlangsung kurang lebih 9 jam jadi bisa di perkirakan sampai di New York pukul 6 pagi.

Setelah kami sampai dibandara, kami segera naik ke pesawat kelas bisnis. Aku memang sengaja merencanakan sampai disana pagi hari. Agar aku sempat menghadiri pembukaan.
Aku sudah siap dengan pidatoku nanti, tentu saja dibantu oleh Sandra saat membuatnya. Aku kurang pandai dalam mengungkapkan kata kataku.

Pasti murid murid itu akan mengantuk karena mendengar aku berbicara. Orang sepertiku selalu gugup jika harus berbicara depan orang banyak. Terlebih, sekarang kini ada dia-

"Kak, jangan gugup ya besok hehhe" ucap Sandra saat pesawat mulai mengudara. Sandra sungguh dewasa, bahkan ia tidak membicarakan permasalah tadi disaat seperti ini.

"Doakan aku saja" jawabku sambil tersenyum.

"Dan sekarang kamu harus tidur 9 jam kedepan" tambahku.

"Iyaa. Kakak juga ya, kakak tidak boleh terlalu lelah dan harus banyak istirahat"

*****

Mendadak jantungku berdetak kencang, lebih kencang dari biasanya. Terasa tanganku mulai berkeringat, ruangan aula sudah terisi penuh dan aku duduk dibarisan guru guru dibalik panggung.

"Tuan Giordano apa hari ini anda ingin memberi sambutan?"

Tanya seorang guru wanita didepanku, aku hanya mengangguk dan tersenyum mengiyakan.
Dibalik tirai suara tepuk tangan riuh terdengar disusul kedatangan Mr. Richard Scooth kearahku.
"Silahkan Tuan," ucapnya sambil tersenyum

Akupun mulai melangkah ke atas panggung, ke podium yang sudah menanti. Mataku mengedarkan pandangan ke murid murid yang terdiam menantiku berbicara.

"Saya ucapkan selamat pagi pada semua orang yang ada disini. Saya Giordano de Lucas merasa senang bisa hadir ditengah kalian"
Seketika mataku tertuju padanya. Pikiranku langsung blank-

"Dan u-um.."

Cassandra terlihat sedang memberi gerak semangat padaku dari bangku penonton. Aku ingin tetap focus tapi tidak bisa, selama ini aku bisa membuktikan bahwa aku mampu. Tapi apa mungkin hanya karena lelaki itu aku jadi seperti ini.

"Saya turut senang karena kerja keras kalian belajar disini m-membuahkan hasil pada-

Ngiing--------------

Aku mencekram kepalaku karena rasa sakit ini benar benar keterlaluan, kakiku terasa lemas dan akhirnya terjatuh di ikuti mic yang terpasang dipodium.

Kepalaku terasa menyelekit tajam seakan ratusan jarum tertancap dikepalaku.

Aku terbaring dilantai diikuti suara ricuh teriakan murid murid. Aku masih merasakan bagaimana adikku Sandra mengguncang tubuhku. Setelah itu aku tidak merasakan apa apa

A Letter For You (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang