Bab 1

3.4K 57 11
                                    


Melihat bintang diatas langit yang begitu gelap, bulan tidaklah hadir untuk menemani bintang yang bisa terhitung dengan jari. Kutatap beberapa bintang yang terlihat besar dan bersinar terang sambil memejamkan mata ini dengan tenang, ku tarik nafasku dengan teratur damai.

Lantunan suara jangkrik yang mengisi malam ini terasa nikmat kurasakan, begitu damai yang kunikmati. Dengan berbaur semerbak wanginya bunga melati di depan rumahku, hembusan angin membawakan salam rindu yang entah akan tersampaikan kemana. Aku duduk diteras sambil membayangkan masa depanku kelak.

***

Saat itu adalah hari dimana Aku bertemu dengan Indra tanpa sengaja. Dia adalah sosok pria yang kukagumi, Pernah dengar cerita dari beberapa santri lama di sana, dia adalah sosok pria yang selalu dikagumi oleh kaum hawa di Pondok Darussalam.

Begitu banyak penggemar yang menyukainya, entah apa yang mendorong keniatannya untuk ingin kenal dekat denganku padahal baru saja saling mengenal beberapa hari yang lalu.

Hari itu adalah pertemuan kedua kami di Pondok Darussalam. Aku adalah anak pindahan dari Jogja yang ingin melanjutkan kembali Santri di sana.

Pertemuan kami sangatlah tidak tepat, saat itu masih pagi dimana adzan subuh masih belum berkumandang. Aku hanya ingin menghirup udara segar. Namun, saat itu juga Indra ada dibelakangku.

"Dek, koe paham kan areke Om Jaya." (Dek, kamu kenal kan anaknya Om Jaya.)

Pada saat itu Umi dan Abi ingin menjodohkan Kak Tery dengan Indra, dan saat itu pula Aku merasa tidak adil. Tapi itu adalah pilihan diantara kedua keluarga kami, Aku tidak bisa membantahnya.

Sebelumnya, Aku itu anak yang pendiam diantara keluargaku. Aku memiliki saudara perempuan yang lebih tua dariku, ia adalah Kak Tery, kakak yang suka menjahili adiknya sendiri di saat moodnya tidak begitu bagus.

Namun, hampir setiap hari sih dia menggangguku. Aku dan Kak Tery hanya beda 2 tahun lebih muda darinya. Aku berumur 20 tahun sedangkan Kak Tery 22 tahun, tetapi jodoh diantara kami sangat rumit untuk dijelaskan.

***

Pagi ini disambut dengan cahaya matahari yang menyelimuti di perkampunganku, daun pepohonan tertiup angin juga daunan kering yang sudah terjatuh dari pohonnya.

Sejauh mata memandang, Aku melihat beberapa tetanggaku yang melakukan aktivitas seperti hari biasanya. Ada yang sedang memanasi motor, menjemur baju, menyuapi anaknya sambil berjalan ke sana dan ke mari.

Aku duduk di depan teras bersama Kak Tery sambil memegang buku dan penaku. Umi dan Abi yang begitu sibuk membereskan rumah karena kami akan pindah ke Jakarta. Kami akan tinggal di sana beberapa tahun, sebab Abi memiliki pekerjaan tetap nantinya di sana.

Abi adalah pria yang begitu takut saat pergi bekerja dinas di luar perkiraannya. Jika meninggalkan kami bertiga dirumah untuk menunggu kepulangannya, dia akan cemas. Maka dari itu, Abi mengajak kami untuk tinggal bersamanya di Jakarta.

Aku dan Kak Tery sebenarnya sangat berat meninggalkan pendidikan kami disini sebab akan dipindahkan ke pendidikan yang baru juga untuk sementara waktu di sana. Namun, kami tidak berani untuk membantah Abi dan Umi hanya karena keegoisan kami.

Melihat Kak Tery yang terus murung dengan wajah yang begitu kesal, Aku memahaminya. Dia akan meninggalkan teman baiknya dan kebiasaannya dirumah sepertiku.

Dengan sifat Kak Tery yang selalu betatut seperti burung unta, Aku ingin sekali menghiburnya dengan caraku mengajak mengobrol diteras.

"Mbak, wes toh yo, ojo murung wae. Ayuklah bantu Umi Abi biar cepet selese. Murung yo loko gunane toh, Mbak" (Mba, udah lah, jangan murung terus. Ayolah bantu Umi Abi supaya cepat selesai. Murung juga nggak ada gunanya lah, Mbak) Aku berusaha menggoyangkan tubuh Kak Tery yang masih kesal itu dengan mengajaknya membantu Umi dan Abi.

(On Going Noveltoon) Antara Aku & KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang