Farhan Nur Majidan, Arrayyan Tri Yunanto, dan Khairul Ghani Mudhofir

83 3 4
                                    

Kriing .. Kriing.. Kriing ..

Bel istirahat berbunyi. Terdengar alunan musik yang mulai di putar dari radio sekolah.

"The Radio Of Spricla Junior High School. Hai, Sobat Spricla .. .."
Winayu tersenyum mendengar suara tersebut. Rupanya itu suara Farhan, salah satu anak didik Winayu di ekstrakurikuler broadcasting.

"Assalamu'alaikum. Alhamdilillah, Bu Win sido nang kene rek"

Perhatian Winayu teralihkan oleh suara dari dua gadis cantik yang sudah berdiri depan pintu seraya melambaikan tangan dan tersenyum pada Winayu. Icha dan Sarah, siswa kelas 9 yang merupakan anak didik Winayu di ekstrakurikuler Broadcadting.

"Cha, Sar, Ayo masuk sini, nduk. Pakai saja sepatunya. Maaf ya, masih berantakan. Bu Win baru hari ini mulai", sambut Winayu.

"Ampun, Bu. Iuh, banget! Aku kira sudah rapi. Makanya aku sama Sarah langsung kesini. Ini sumpah parah! Lebih parah dari kandang hewan. Nggak layak banget! Bener kan, Sar?" ujar Icha prihatin.

"Asli bener banget, Cha. Kita bisa bantu apa, bu?"

"Nggak usah, anak cantik. Kalian masih jamnya sekolah. Nanti bajunya kotor apalagi kalian pakai seragam putih hari ini. Oh ya, siapa yang menemani adikmu Farhan siaran?"

"Biasa, bu. Ada Arrayyan dan Ghani juga kok. Kan mereka trio kwek-wek yang tak terpisahkan", jawab Sarah.

"Hm, talah. Anak lanang" sindir Icha.

"Nanti tolong panggilkan mereka ya, nduk. Bilang saja kalau Bu Win sudah disini"

"Oke, bu. Nanti mereka pasti kesini kok. Oh ya, kita balik kelas dulu ya, bu. Sebelum di gertak Mama Malaikat"

"Mama Malaikat siapa yang kamu maksud, Cha? Kok Bu Win baru tahu sebutan itu. Mana orangnya, nduk?" Winayu penasaran.

Icha dengan lugunya menunjuk tepat kearah Bu Rahma. Winayu mengernyitkan dahi. Ia heran sekaligus menahan tawa atas keluguan
muridnya tersebut. Melihat kelakuan temannya, Sarah hanya bisa mengelus dada.

"Haduh, mampus deh! Di bejek-bejek nanti kita, Cha. Ingat nggak sih, kalau Bu Rahma itu Kepala Yayasan. Kapan sih, kamu bisa nahan diri nggak spontan nunjuk gitu? Kan Bu Rahma jadi ngelihatin kita, Icha!"

"Ya, maaf, Mbak Kecil. Memangnya aku tadi ngapain?"

"Haduh, Icha. Dasar, Mbak Lemot! Wes mboh lah. Ayo cepetan balik kelas, Cha!", Sarah langsung menarik tangan Icha.

"Lho, Sar. Sek ta, arek iki lho. Eh, Bu Win, kita masuk kelas dulu ya! Nanti kesini lagi. Love you, Bu. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumusslam, nduk".

Winayu tersenyum melambaikan tangan pada dua gadis itu. Seketika tawanya pecah seorang diri. Bagaimana tidak, Winayu geli mendengar sebutan "Mama Malaikat" yang di sematkan untuk Bu Rahma saat ini. Hal itu mengingatkannya pada sebutan "Bunda Cinderella" yang juga di sematkan untuk Bu Rahma pada masanya dulu. Ternyata, beliau masih jadi sosok yang paling di takuti para siswa disini.

"Hm, ada saja kelakuan anak-anak sekarang. Mungkin dulu, aku juga gitu kali ya?" batin Winayu.

••••
🕛11.30

Adzan Dhuhur telah berkumandang. Seiring bel tanda istirahat dan shalat berbunyi. Para siswa berhamburan mengambil air wudhu dan bersiap untuk shalat.
Winayu lesu, ia menghentikan aktivitasnya. Baju dan jilbabnya sudah lusuh, ia mengambil buku tulis dari dalam tas untuk di jadikan kipas. Winayu duduk di depan pintu, sesekali ia menengok kearah mushollah yang berada tidak jauh dari ruangan itu. Winayu berharap bisa bertemu dengan ketiga anak didiknya, Farhan, Arrayyan, dan Ghani.

The Best TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang