Punggung wanita dengan rambut sebatas punggung itu terlihat berguncang beberapa kali. Bukan karena ia sedang menangis, melainkan sedang menggoyangkan wajan penggorengan yang berisi nasi goreng yang tengah di persiapkannya untuk pemilik rumah ini. Setidaknya itulah aktifitasnya setiap pagi sebelum pergi menguntit Oh Sehun sepanjang waktu.
Tapi sepertinya bahasa menguntit bukanlah hal yang tepat, yang ia lakukan hanyalah berdiri dan memandangi pria itu dari kejauhan. Hanya itu dan tidak lebih. Baginya melihat pria itu baik- baik saja sudah cukup dan ia tidak berani berharap lebih lagi mengingat situasinya kini tidaklah memungkinkan untuk hal itu terjadi.
"Sudah ibu bilang, biar ibu saja yang memasak. Kenapa kau merepotkan dirimu Joohyun- ah? " ucap seseorang dari belakang wanita yang kerap di sapa Bae Joohyun itu.
Joohyun menata masakannya di piring terakhir sebelum akhirnya berbalik dan memberikan seulas senyum tipis pada wanita paruh baya yang kini memberikan senyum lembut khas seorang ibu pada Joohyun.
"Ibu duduklah biar aku siapkan minumnya terlebih dahulu." ucapnya sambil menuntun Soo Jin ke arah meja makan dan menarik salah satu kursi, mempersilakan untuk ibunya duduki.
Tak lama Joohyun kembali dengan dua gelas jus jeruk di tangannya lalu meletakkan nya di meja makan.
"Gomawo Joohyun- ah!" ungkap Soo Jin tulus. Mau tak mau hal itu membuat Joohyun menarik kedua sudut bibirnya.
Seulas senyum yang jarang sekali Soo Jin lihat. Putrinya itu kini menjadi seseorang yang pemurung dengan mata yang selalu memancarkan kesedihan, tak jarang ia juga sering mendapati Joohyun menangis tengah malam di balkon kamarnya. Dan yang paling menyedihkan adalah tidak ada hal yang bisa lakukan untuk membantu meringankan beban wanita itu selain memberikannya support agar tidak menyerah dengan mudah pada keadaan.
Bukankah badai pasti berlalu?! Setidaknya itulah yang selalu ia katakan pada Joohyun.
"Apa kau akan pergi lagi hari ini?" tanya Soo Jin lembut. Joohyun yang mendengar itu terlihat memaksakan senyumnya sebelum akhirnya mengangguk tipis.
"Kau tidak mencoba menemuinya secara langsung?" pertanyaan Soo Jin membuat Joohyun mengigit bibirnya kuat - kuat menahan nyeri yang bersarang di ulu hatinya.
Joohyun menggeleng dengan berat hati di ikuti cairan bening yang meluncur bebas dari mata indahnya.
"Ak-akuu tidak bisa bu.. Aku tidak sanggup melihatnya menatapku sebagai orang asing. Aku lebih suka melihatnya dari jarak jauh dan melihatnya dalam keadaan baik - baik saja itu sudah cukup." ucapnya tercekat. Ia menghapus kasar air matanya dan memaksakan senyumnya pada Soo jin.
Soo Jin yang mengerti bagaimana beratnya beban perasaan yang di tanggung putrinya itu hanya bisa mengusap punggung wanita itu agar kuat menghadapi semuanya ini.
"Sebenarnya kau tidak akan tau jika tidak mencobanya terlebih dahulu Joohyun- ah, tapi apapun itu ibu akan mendukung semua keputusanmu. Dan jangan pernah putus harapan, karena setiap penyakit pasti akan ada obatnya, begitupun dengan masalah.. Semua akan ada jalan keluarnya jika waktunya sudah tiba." Soo Jin memberikan usapan lembut di punggung Joohyun lengkap dengan senyum penuh keibuannya yang mampu membuat hati Joohyun sedikit tenang.
Hal itu pula yang membuat Joohyun sedikit berharap ada secerca harapan untuk permasalahan nya nanti meskipun semuanya tidak akan sama seperti semula.
"Terima kasih ibuu.. Aku tidak tau bagaimana nasibku jika tidak ada ibu selama ini.. "Ungkap Joohyun sembari memeluk erat Soo Jin.
Soo Jin tersenyum sambil menepuk pelan punggung rapuh putrinya sebelum melepas pelukannya dan menghapus lelahan air mata Joohyun yang membasahi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You?
RandomKetukan sepatu pantofel yang beradu dengan lantai itu berhenti. paras tampan nan dingin yang semula menunduk itu mengangkat wajahnya, terlihat mata hitam pekat yang menatap tajam ke arah pantulan kaca pintu masuk yang berada tepat di depannya. diman...