2

11K 1.2K 18
                                    

Selama perjalanan dari bandara menuju rumah Marwan, Roby sebagai supir hanya bisa meringis pelan melihat tingkah konyol bosnya. Merasa kasihan pada Gea yang langsung jadi korban dari ketengilan Reno. Namun, yang Roby tahu, Reno akan bersikap seperti itu pada wanita jika ada sesuatu yang menarik dari wanita itu.

Dulu saat di Kanada, ada beberapa juga wanita yang jadi korban ketengilan Reno. Ada yang bagi Reno menarik bentuk tubuhnya, rambut, dan segala yang ada pada tubuh wanita. Kadang, Reno juga memanfaatkan hal itu jika dia merasa wanita yang dekat dengannya bisa menghasilkan keuntungan besar.

Contohnya, wanita bernama Caitlyn Hernandez, anak pengusaha kaya yang jatuh ke dalam perangkap Reno dan mau tak mau, ayahnya menyerahkan hampir setengah dari perusahaan yang dimiliki pada Reno. Ya, itu semua berkat semua ide licik Reno.

Dan sekarang, Roby belum bisa menebak kenapa Reno kembali bertingkah seperti itu pada Gea. Padahal, mereka baru pertama kali bertemu.

"Pak, kita sudah sampai," ucap Roby memecah keheningan di dalam mobil. Mendengar itu, Reno dan Gea langsung keluar dari dalam mobil. Dengan aura yang tak menyenangkan, mereka berjalan beriringan memasuki rumah megah milik Marwan. Sedangkan Roby, bertugas memarkirkan dulu mobil Gea dan menurunkan koper Reno.

Setelah masuk ke dalam rumah, Gea dan Reno langsung disambut baik oleh Marwan juga Anin. Mereka berdua tersenyum lebar menyambut kepulangan putra semata wayang mereka yang sudah bertahun-tahun tinggal di luar negeri.

"Ah, Reno. Mama sudah lama menunggu kepulanganmu. Akhirnya kamu mau pulang juga," ucap Anin dengan mata berkaca-kaca.

"Sudah lama kami menanti kepulanganmu, Reno," sambung Marwan. Terlihat, Reno menyunggingkan senyum kecil.

"Kalian sudah merawat dan membesarkanku dengan baik. Sekarang, waktunya kalian untuk beristirahat. Biar aku yang memimpin perusahaan," ucap Reno. Mendengar ucapan panjang Reno barusan, entah kenapa Gea malah merasa mual. Nada-nadanya, Reno hanya membual saja. Tapi, mungkin itu caranya menyenangkan hati orangtua.

Gea dan Roby yang hanya menjadi tamu berdiri di belakang Reno. Melihat Reno dan kedua orangtuanya yang sedang bercengkerama melepaskan rasa rindu tak terkira. Ya, begitulah kira-kiranya.

Setelah puas mencurahkan kata-kata pelepas rindu, Marwan dan Anin baru sadar dengan kehadiran Gea juga Roby.

"Ah, Gea. Ternyata kamu di sini juga," ucap Anin tanpa rasa bersalah sedikit pun. Gea menyunggingkan senyum terpaksa sebagai tanda hormat. Nyatanya, hati Gea terus menggerutu kesal. Memangnya dia semut? Sampai dari tadi tidak kelihatan?

"Mungkin, saya harus kembali ke kantor. Urusan saya di sini sudah selesai," ucap Gea dengan sedikit kaku. Dia meminta kunci mobil pada Roby dan Roby pun menyerahkannya. Baru juga berbalik, Marwan langsung bersuara. Membuat Gea menghela nafas pelan dan memutar bola mata bosan.

"Gea, kata siapa urusanmu di sini sudah selesai?" tanya Marwan. Gea berdecih pelan dan berbalik lagi. Dia menatap tiga orang di depannya itu dengan tatapan kesal.

"Kebetulan, hari ini Bi Tuti mau belanja sama Ibu. Fika sedang sakit. Dan Sari pulang kampung. Jadi, tolong kamu bantu Reno bereskan kamar dan pakaiannya." Anin berucap dengan senyum tanpa dosa. Seolah tak melihat bagaimana kekesalan terlihat jelas di wajah Gea. Roby yang mendengar itu tertawa kaku. Tak menyangka kalau sifat aneh bosnya ternyata memang sifat turunan.

"Tapi, Bu, pekerjaan saya di kantor juga belum selesai. Masih menumpuk. Masih banyak. Saya tidak mau lembur lagi," balas Gea mengeluh.

"Tak apa. Nanti kami beri bonus." Rayu Marwan. Gea mendelik tajam mendengar itu. Bonus? Bahkan bonusnya pun tak seberapa. Tapi, lelahnya minta ampun.

"Cepat. Kau tak boleh membantah." Reno mulai bersuara. Dia pun melangkah pergi menaiki tangga. Gea dan Roby pun mengikuti. Hingga akhirnya, mereka sampai di kamar Reno.

Setelah menyimpan koper Reno, Roby pun di suruh pulang oleh Reno. Katanya, Roby harus kembali ke Kanada. Dia harus mengawasi segala sesuatu yang terjadi di sana dan melaporkannya pada Reno. Patuh, Roby pun segera pergi dari sana. Meninggalkan Reno dan Gea berdua.

"Tunggu apa lagi? Cepat bereskan pakaianku!" ucap Reno dengan nada tinggi. Gea mendengus pelan dan langsung berjalan mendekati lemari yang ada di sana. Memasukkan semua pakaian Reno ke dalam lemari. Sedangkan Reno sendiri, asyik membaringkan tubuhnya di atas ranjang.

Selama membereskan pakaian Reno, hati Gea tak henti menggerutu. Menolak tak bisa, tapi melaksanakan pun tak ikhlas. Kehilangan pekerjaan menjadi taruhan jika keinginan bos tak langsung dituruti. Dan mencari pekerjaan itu tidak semudah makan mie instan yang dalam beberapa menit saja sudah habis.

"Hey. Siapa namamu?"

Gea diam. Tak menjawab pertanyaan dari Reno. Masih sibuk dengan kegiatannya membereskan pakaian Reno ke dalam lemari.

Reno yang pertanyaannya tak digubris oleh Gea pun merasa heran. Dia bangkit berdiri dan berjalan mendekati Gea yang memasang wajah masam.

"Apa kamu tak mendengarku?" tanya Reno sambil berdiri menyandar pada lemari. Gea setia diam. Malas rasanya bersuara pada laki-laki menyebalkan semacam Reno.

"Tunggu. Atau mungkin, kamu memiliki masalah pendengaran?" tanya Reno lagi. Dia memasang wajah sok tahunya. Membuat Gea kesal.

"Sayang sekali. Kamu masih muda dan cantik. Tapi punya telinga yang bermasalah. Kurang sempurna bagiku," lanjut Reno. Gea menatap Reno dengan tajam.

"Lebih baik Anda tutup mulut. Anda tidak berhak bicara apapun tentang saya," ucap Gea dengan geraman marah. Selesai membereskan baju Reno, Gea pun menyimpan kopernya di samping lemari dan menutup pintunya. Membalikkan badan dan bersiap untuk segera keluar dari kamar Reno.

Selangkah, dua langkah, tak ada masalah. Reno pun tak bicara apapun lagi. Gea pun mempercepat langkahnya untuk mencapai pintu. Setelah tangannya memegang gagang pintu, dia tersenyum. Merasa senang karena sebentar lagi akan terbebas dari Reno.

Sayang, pintu terkunci. Gea berusaha membukanya berkali-kali. Dan usahanya sia-sia.

"Pak, tolong buka pintunya." Gea meminta tolong walaupun dengan tidak ikhlas.

"Kenapa? Kamu mau pulang? Kamu tak suka di sini? Padahal, di luar sana banyak loh wanita yang berharap ada di posisimu sekarang," ucap Reno dengan seringai tipis nan licik. Gea mendelik tajam mendengarnya. Kakinya melangkah mundur dengan spontan kala Reno mendekatinya.

"Jangan samakan saya dengan wanita-wanita murahan itu," desis Gea kesal. Mendengar itu, Reno malah tertawa. Dia semakin cepat melangkah maju, mendekati Gea. Gea sendiri terlihat mulai panik kala tubuhnya sudah terpojok ke pintu.

"Gea. Itu namamu kan? Aku mendengar Mama menyebutmu begitu," ucap Reno. Sebelah tangannya bergerak menyentuh dinding. Terlihat seperti mengurung tubuh Gea yang tak setara dengan besar tubuhnya. Tangannya yang sebelah lagi memainkan rambut Gea.

"Namamu cantik. Secantik wajahmu," lanjut Reno. Gea memutar bola mata bosan mendengarnya. Reno adalah tipe-tipe lelaki yang mengandalkan rayuan untuk mendapatkan wanita. Dan Gea, benci laki-laki seperti itu.

"Terima kasih atas pujiannya."

BUGH

"Akh..." Reno mengerang sakit dengan kedua tangan memegangi perut. Gea tersenyum puas melihat Reno kesakitan. Masih beruntung lututnya mengenai perut Reno. Bukan area yang 'itu'.

Dengan cepat, Gea mengambil kunci pintu yang ada di dalam saku jas Reno. Dia membukanya dengan cepat dan kabur secepat kilat dari sana. Meninggalkan Reno yang meringis kesakitan.

"Huh. Wanita yang kasar," gumam Reno.

_______________________________________

Hai hai...
Jangan lupa vote dan komennya ya...

Bagaimana pendapat kalian tentang Reno dan Gea di part ini???

Crazy Boss!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang