Gea berjalan cepat hendak keluar dari rumah megah milik Marwan. Tak akan ada acara pamit-pamit pada pemilik rumah. Karena baginya, semua pemilik rumah itu sudah gila. Dan Gea tak mau terjebak lebih lama lagi bersama orang-orang gila itu.
Belum juga mencapai pintu utama, Gea kembali berhenti kala mendengar suara Marwan yang menghentikan langkahnya. Dia pun berbalik dan menatap bosnya itu dengan tatapan kesal. Marwan sendiri sudah terbiasa dengan sikap 'kurang' sopan yang di layangkan oleh Gea. Ya, dia sudah sangat paham.
"Kamu mau ke mana, Gea? Jangan langsung pulang dong. Anin baru saja pergi belanja. Nanti kita makan siang bersama. Dan kamu, harus membantu Anin memasak," ucap Marwan. Gea mendesis pelan mendengarnya. Lagi-lagi tugas diluar kantor. Padahal, pekerjaannya di kantor pun menumpuk.
"Kan ada Bi Tuti yang memasak, Pak. Tugas dapur Bapak bukanlah tugas saya," balas Gea dengan sebal.
"Memang sih. Tapi, saya dan Anin ingin menyiapkan yang terbaik untuk Reno. Dan masakanmu, enak sekali. Masakan Tuti kalah enaknya," ucap Marwan. Gea tak tersanjung sedikit pun mendengarnya. Dia tahu itu hanya rayuan belaka agar dia mau membantu memasak.
"Jangan banyak alasan, Pak. Bapak dan Ibu bahkan belum pernah makan masakan saya," balas Gea jutek. Marwan tertawa sumbang mendengar itu. Tak merasa malu karena ketahuan berbohong.
"Ya, pokoknya kamu harus membantu. Sebentar lagi Tuti dan Anin pulang. Kamu tunggu sebentar. Jangan langsung pulang."
"Tapi, Pak, pekerjaan saya dikantor sudah menumpuk. Dan saya tidak mau lembur lagi." Gea membalas sembari menekankan kata 'tidak mau'. Dia memang lelah jika harus sering lembur. Apalagi gaji tak kunjung dinaikkan. Kadang, bonus pun hanya mampu untuk membeli skincare saja. Benar-benar tak seimbang dengan pekerjaannya yang banyak.
"Okelah. Hari ini kamu gak perlu lembur. Dan saya akan naikkan gaji kamu lima kali lipat untuk bulan ini, dan dua kali lipat ke depannya."
"Saya tidak percaya, Pak. Bapak sudah sering berbohong." Marwan kembali tertawa mendengar itu. Dia berjalan mendekati Gea dan merangkul Gea dengan akrab. Tak mempedulikan lirikan tajam dari sekretaris yang sering dia pekerjakan ini-itu.
"Kali ini saya akan memenuhi janji saya padamu. Jadi, saya mohon kamu di sini dulu. Jangan langsung pulang," ucap Marwan seraya menggiring Gea untuk duduk di sofa ruang tamu.
Gea memasang wajah cemberut. Mau tak mau, dia pun duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan Marwan, pergi dari sana setelah berhasil membujuk Gea.
Cukup lama Gea menunggu di sana sendirian. Karena bosan, Gea pun memilih membuka ponselnya. Membuka sosial media untuk membunuh rasa bosannya.
"Hey. Kenapa kamu masih di sini?"
Gea melirik sekilas dan kembali pada ponselnya. Tak mempedulikan kehadiran Reno.
"Sepertinya kamu harus periksakan telingamu ke rumah sakit." Gea setia diam. Mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Malas berdebat dengan Reno, setelah sebelumnya dia mendebat Marwan yang memaksanya untuk tinggal dan tak boleh pulang.
Reno sudah berganti baju. Menjadi celana sepanjang lutut berwarna hitam dan kaos navy polos. Rambutnya terlihat sedikit basah. Pertanda kalau dia baru saja selesai mandi.
"Bukannya kamu mau pulang?" Reno kembali bertanya. Dia duduk di samping Gea. Dan dengan spontan, Gea menggeser posisi duduknya. Enggan berdekatan dengan Reno.
"Tanya saja pada ayah Anda sendiri," desis Gea tanpa menatap Reno sedikit pun. Reno mengangkat sebelah alisnya mendengar itu. Tapi, sepertinya Reno tak memiliki niat untuk mencari ayahnya. Dia sepertinya lebih ingin mengganggu ketenangan Gea.
"Hey. Apa kamu tak mendengarku?" Gea mendesis pelan dan menatap Reno dengan tajam. Dia tak bisa fokus pada ponselnya jika saja Reno terus bersuara. Seperti nyamuk yang berisik di telinga.
"Apakah Anda tak bisa diam?" tanya Gea kesal.
"Aku tak akan diam sampai kamu menjawab semua pertanyaanku," jawab Reno simple.
"Pertanyaan Anda tak penting sama sekali."
"Jelas penting lah. Mulai besok, aku akan menjadi atasanmu. Dan aku harus tahu semua tentang orang yang akan menjadi sekretarisku." Mendengar kata-kata Reno yang terkesan menyebalkan membuat Gea marah. Jika tidak ingat usahanya, Gea tak segan membanting ponsel miliknya. Tapi, sayang. Dia membeli ponsel itu dengan susah payah.
"Anda belum menjadi atasan saya. Untuk hari ini, Anda tak punya hak bertanya segala hal pada diri saya." Gea berucap ketus. Kesal karena harus selalu menghadapi manusia-manusia dengan otak dangkal dan perilaku menyebalkan.
"Gea, jangan gitu dong. Kalian kan harus PDKT," celetuk Marwan yang baru saja muncul setelah sekian menit menghilang.
Mendengar kata PDKT, Gea langsung mendelik marah pada Marwan. Sedangkan Reno, senyum-senyum tidak jelas.
"PDKT sebagai atasan dan bawahan tentu saja. Jangan marah dong, Gea. Nanti kamu cepat tua," canda Marwan. Sepasang ayah dan anak itu pun tertawa. Merasa hal barusan adalah candaan. Namun, itu menambah kekesalan Gea terhadap mereka berdua.
Sebelum Gea menumpahkan kekesalannya, Anin pulang bersama Tuti. Di tangan mereka ada plastik hitam besar yang berisi berbagai macam bahan makanan.
"Ada apa ini? Kok kalian ketawa-ketawa?" tanya Anin heran melihat anak dan suaminya. Kemudian, tatapannya berhenti pada Gea. Mengamati wajah Gea yang merah.
"Sudahlah. Kalian jangan menjahili Gea terus. Kasihan ish. Anak orang itu," ucap Anin. Dia lalu menyuruh Reno membawakan plastik yang dia bawa ke dapur. Sedangkan Anin sendiri, mendekati Gea.
"Ayo, Gea. Bantu Ibu dan Bi Tuti masak. Reno pasti akan suka masakanmu," ucap Anin riang. Wajah Gea tambah bete mendengar itu. Apa maksudnya coba? Reno suka masakannya? Jika tidak ingat dosa, Gea akan dengan senang hati mencampurkan racun ke masakan nanti. Syukur-syukur jika ketiganya mati. Dia bisa bebas.
Ah, pikirannya memang selalu ngawur. Itu di akibatkan dirinya yang terlalu stress menghadapi dua orang gila dan menyebalkan. Apalagi, sekarang bertambah satu.
"Masak yang enak, Sayang. Aku tunggu," ucap Reno dengan kedipan mata menggoda. Gea menganga kaget mendengarnya. Tak percaya dengan pendengarannya barusan.
Sayang?! Bahkan mereka baru bertemu tadi!
"Dasar sinting!"
_______________________________________
Hai hai...
Bagaimana???
Jangan lupa vote dan komennya ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Boss!!!
Любовные романы"Aku akan pensiun. Posisiku, akan digantikan oleh putra semata wayangku." Bagi Gea, perkataan Bos-nya di kantor itu bukanlah masalah besar. Dia malah merasa lega. Sebab, dia sudah capek menjadi bawahan yang selalu dikendalikan kesana-kemari. Dia ber...