Setelah kelulusan, banyak waktu yang ku lewati di rumah karena pendaftaran kuliah baru dimulai bulan depan.
Dan karena banyak waktu yang ku habiskan di rumah ada banyak hal yang baru aku sadari.
Aku baru sadar, pintu kamarku sudah tidak bisa menutup rapat sempurna.
Aku baru sadar tanaman tomat di pinggir dapur sudah berbuah.
Aku baru sadar lampu teras depan mulai redup.
Aku baru sadar kamar Bang Jiro kini hanya 15 langkah dari kamarku.
Aku baru sadar banyak goresan di meja makan.
Dan masih banyak yang aku baru aku sadari.
Tapi yang membuat aku paling sadar. Kami tidak pernah makan dalam satu waktu bersama, meja makan penuh goresan itu tidak pernah terisi penuh.
Selalu hanya aku dan Bang Jiro yang menempati, Apih yang selalu sibuk dengan setumpuk bon. Amah yang selalu sibuk dengan setrika pakaian untuk beliau bekerja.Bagaimana rasanya makan bersama di meja makan?
Bagaimana rasanya sholat berjamaah dengan Apih sebagai imam ?
Bagaimana rasanya bercengkrama dengan keluarga besar Apih dan Amah tanpa adu urat ?
Bagaimana rasanya membersihkan rumah bersama ?
Bagaimana rasanya menonton tv bersama ?
Bagaimana rasanya bermanja pada Amah ?
Bagaimana rasanya berbelanja ke swalayan depan bersama ?Banyak waktu, banyak sadar, banyak tanya.
Ini tidak baik. Karena rasanya membayangkan yang tak bisa terbayang, menyesakkan.21/11/2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Mieda
General FictionSebuah tulisan random, penuh subjektivitas, buah pikir yang didapat saat pikiran nakal Mieda bekerja, dan pertanyaan-pertanyaan yang hanya tertahan di ujung lidah Mieda, atau kata-kata hasil dengar si telinga Mieda.