Tertatih

31 9 5
                                    

Siapa yang tahu kalau kita adalah jalanNya.
.
.
.

Silir angin menyapa lembut di permukaan kulit. Awan-awan menghitam. Tampak sekali kalau mentari sedang bungkam. Seolah menggambarkan bagaimana hatinya saat ini. Mendung. Bukan berarti akan turun hujan.

Adhien mengetahui posisinya saat ini. Sama seperti langit yang ditatapnya. Tidak seceria biasanya. Tapi bukan berarti hujan itu akan turun deras. Cukup kala itu. Dan mungkin hanya gerimis. Terdiam dalam kesemuan.

Dirinya. Mencintai seseorang yang mencintai orang lain. Nyatanya seperti itu. Adhien memutuskan untuk tidak menetap. Otaknya yang berjalan. Tapi sampai kapan menyembunyikan rasa sakit itu? Berupaya tegar. Itu yang paling menyakitkan. Hanya menunggu waktunya, entah kapan titik lelah itu berujung?

Adhien menghirup udara panjang. Kedua tangannya menyentuh besi penghalang di sekitar koridor lantai empat. Matanya terpejam, perlahan buliran bening keluar; menelusuri pipinya kanan dan kiri.

Dadanya masih terasa sesak. Luka lama yang tak kunjung membaik. Adakah obat merah? Adhien membutuhkan benda itu. Setidaknya, biarkan untuk mengering.
Get well soon, Adhiena.

Lorong koridor sekolah tampak sepi. Mengingat jam pembelajaran tengah berlangsung. Biarkan saja. Gadis itu hanya ingin melepaskan rasanya. Antara waktu dan hatinya. Berharap dirinya menemukan titik penerangan. Dari saat ini.

Ya.

Semoga saja.

Tak lama, ketiga sahabatnya datang menghampiri. Refleks tangan Adhien mengusap gusar wajahnya. Hal yang tidak diinginkan ketika sahabatnya mengetahui. Tidak. Adhien tidak ingin terlihat lemah hanya karena seorang laki-laki.

"Lo kenapa?" Tanya Vani lembut.

Adhien membalikkan posisi tubuhnya, menghadap ketiga sahabatnya. Wajahnya tertekuk, matanya masih terlihat basah, hidungnya juga memerah. Garis simful di bibirnya tertarik. Memberi jawaban bahwa dirinya baik-baik saja.

"Kalo lo ada masalah cerita aja ke kita, Dhien. Kita pasti bakal bantu lo," sahut Yola.

"Iya, kan gak gini caranya" tambah Tera.

"Jadi kita yang kena sasarannya Bu Jola,"

"Teraa!" Yola memberi peringatan. Dengan polosnya Tera menyahut, "Nun? Kenapa, Yol?"

"Masih masalah Kevin?" tebak Yolanda.

Vani sedikit tersentak. Tangannya terus mengelus punggung Adhien. Gerak-geriknya diperhalus agar tidak menimbulkan kecurigaan. Bagaimanapun, Vani mengetahui kejadian itu. Walaupun Adhien tidak pernah buka mulut, ia bisa membaca suatu keadaan di sekitarnya.

"Lo bilang ke gue, biar gue habisin itu anak!" lanjut Yola sembari mengacungkan tangan ke serong tangga barat.

"Lagian kenapa sih sama Kevin? Bukannya lo udah putus sama dia?" Tera memasang wajah penasaran.

"Ter, lo bisa diem dulu nggak?" Mata Yola menatap tajam ke arah Tera.

"Salah lagi," gumam Tera.

"Iya lo ngeselin!"

"Apaan sih lo berdua kayak anak kecil tau nggak!" Vani melerai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kabar Dari HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang